Ketahuan

1.3K 120 12
                                    

Sejak perusahaan Bella memilih Kevin dan Rian sebagai ambasador dan mensponsori mereka pula. Rian menjadi lebih intens bertemu dengan Bella. Hal itu tentu sangat disyukuri Rian. Walau dirinya menyadari, bahwa ia sudah tidak mungkin memiliki gadis itu lagi. Tapi setidaknya, menjadi teman juga tidak terlalu buruk. Beberapa bulan belakangan Rian menjadi lebih ceria dan bersemangat. Tidak seperti dulu, raganya memang sehat, mampu mencapai prestasi yang luar biasa. Tapi tidak jiwanya, jiwanya seperti mati dan tidak memiliki tujuan hidup.
Ya, segitu berpengaruh nya seorang Bella bagi kehidupan Rian.

"Om, om kenapa deh? Kok dari tadi Faiz perhatiin, Om kayaknya lagi bahagia banget. Wajahnya seneng gitu." Faiz bertanya, karena melihat perubahan yang signifikan dari pria yang dianggap om nya itu.

"Masa, sih? Emang seketara itu?" Bukan nya menjawab, Rian malah balik bertanya.

"Iya, om. Om lagi jatuh cinta ya?? Ngaku?"

"Bisa ia, bisa juga nggak. Kepo deh kamu anak kecil." Ledek Rian.

"Aku udah gede kali Om, umurku aja bentar lagi 11 tahun." Faiz cemberut, ia paling tidak suka di ledek seperti itu.

"Ngambek?" Rian mengacak rambut anak itu yang masih cemberut. "Dari pada manyun gitu. Mending temenin om jalan? Bonus om baru turun lho. Mau gak?"

Faiz berpikir sebentar, setelah itu mengangguk mengiyakan. "Tapi aku ijin dulu ke mama ya." Faiz mengeluarkan handphone nya dari dalam tas, namun cepat dicegah Rian.

"Jangan telepon mama kamu, pasti gak bakal di ijinin. Mending chat mbak wati aja, bilang kalau kamu pergi sama om. Terus nanti pulangnya bakal om anter sampe  depan pintu dengan selamat. Gituu?" Ide cemerlang Rian langsung di setujui Faiz.

Faiz melakukan apa yang baru saja Rian perintahkan. "Lho, kok handphone nya kamu matiin?"

"Iya, biar mama gak ganggu." Faiz tersenyum jahil. Ia tau mama nya pasti akan terus meneleponnya setelah mendapat laporan kalau dirinya pergi bersama Rian.

"Dasar anak kecil!" Rian sangat gemas dengan anak itu. Entah kenapa Rian bisa senyaman itu dengan Faiz yang notabene nya bukan siapa-siapa nya. Tapi kebersamaannya dengan Faiz, membuat hatinya selalu bahagia. "Ganti baju dulu sana, masa mau jalan pake baju yang keringetan begini."

Faiz memang baru selesai latihan, baju nya masih basah dengan keringat. "Kalo gitu aku ganti baju dulu ya, om." Rian mengangguk menyetujui.

Lima belas menit berlalu, Faiz sudah nampak keren dengan memakai Hoodie putih dan jeans hitam yang membuat anak itu terlihat sangat tampan.

"Yuk, om. Faiz udahan nih!" Faiz tersenyum manis, untung saja Faiz selalu membawa baju ganti. "Kenapa, om? Baju Faiz ada yang aneh?" Tanya Faiz bingung, saat Rian menatap penampilan nya.

"Ah, nggak. Cuma, om sedikit aneh dengan Hoodie yang kamu pakai. Soalnya dulu, om juga punya Hoodie yang persis mirip sama yang kamu pakai. Jadi kangen aja sama Hoodie itu." Rian tersenyum getir. Ya, Hoodie itu sama persis dengan Hoodie miliknya dulu. Hoodie pemberian Bella yang ia selalu utamakan ketimbang jenis jaket lainnya.

"Terus sekarang sudah hilang?"

"Iya, hilang bersama orang yang memberikan nya." Jawabnya pelan, sambil melayang jauh ke masa paling
suram di hidup nya.


🌷🌷🌷

Rian membawa Faiz berkeliling kota Jakarta, ia sangat senang bisa melewati malam Minggu nya bersama dengan anak itu. Bukan saja Rian, Faiz pun sangat menikmati perjalanannya. Hari-hari nya yang padat karena harus bersekolah dan berlatih sepulangnya. Alhasil membuat Faiz tak sebebas dahulu, waktu dimana ia banyak menghabiskan waktu seperti anak-anak pada umumnya dengan bermain dengan teman-temannya. Ditambah kesibukan Mama nya, Bella. Yang sudah sangat jarang mempunyai waktu luang dengannya. Dan hanya dengan hal kecil seperti ini, membuat Faiz sangat bahagia.

My IDOL (Rian Ardianto)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang