33

502 45 10
                                    

"I can hold my breath.
I can bite my tongue.
I can stay awake for days.
If that's what you want.
Be your number one."

(Christina Perri—Human)

-Happy Reading-

Hanbin memutuskan berpisah dari Jiwon dengan keadaan sadar, bahkan ia tersenyum saat mengatakannya. Hal itu membuat emua orang terkejut dan juga bingung dengan keputusan sepihak Hanbin, termasuk Jinhwan selaku kakaknya.

Jinhwan sudah bertanya dua kali, apakah keputusan yang diambil Hanbin ini sudah dipikirkan lagi atau belum. Dan jawabannya selalu sama, Hanbin mengatakan ia ingin segera lepas dari beban yang mengganggu hatinya.

Jinhwan memang ingin Hanbin berpisah dari Jiwon, tapi semua ini terlalu mendadak. Jinhwan khawatir jika nantinya hal buruk justru terjadi pada Hanbin.

"Hanbinnie... Kau yakin dengan keputusanmu?" tanya Jinhwan, entah yang keberapa kalinya.

Hanbin tersenyum dan mengangguk, mata sayunya menyiratkan kejujuran yang kuat. Jinhwan menjadi semakin khawatir.

"Aku sudah memikirkan hal ini sejak lama hyung. Aku memikirkannya dengan matang, aku tau kau mungkin terkejut dengan keputusanku kan? Tapi bukankah ini yang kau mau, hyung?"

Jinhwan mengangguk tanpa bersuara, memang ini keinginannya tapi bukan berarti Hanbin langsung menyetujuinya seperti ini. Ia merasa menjadi kakak yang kejam karena memisahkan adiknya dari orang yang dicintainya. Meskipun sebenarnya mungkin ini keinginan Hanbin sendiri.

"Tapi kau tidak harus menyetujuinya jika memang kau tak ingin, Hanbin. Jangan memaksakan diri begini." ucap Jinhwan.

Hanbin terkekeh, ia tau keputusan ini mengejutkan tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak mungkin terus-menerus menahan Jiwon dalam penderitaan bersamanya, kan?

"Aku tidak memaksakan diri hyung. Aku tau apa yang kulakukan. Jadi sekarang sebaiknya bawa aku pergi dari sini hyung."

"Hanbin-ah... Apa aku terlalu memaksamu? Katakan iya jika memang demikian, jangan membuatku merasa menjadi kakak yang buruk untukmu."

"Tidak hyung. Uhuk... Kau yang terbaik, percaya padaku uhuk... Aku sudah memikirkan ini sejak lama, dan sekarang waktu yang tepat. Ugh.... Dadaku sakit sekali."

Jinhwan memandang Hanbin dengan tatapan penuh kekhawatiran, pasalnya Hanbin tiba-tiba saja terbatuk dan mengeluhkan dadanya yang sakit. Pikiran Jinhwan seketika kacau.

"Hanbin-ah... Kau baik-baik saja?" tanya Jinhwan dengan nada khawatir.

Hanbin menggeleng, ia tidak baik-baik saja. Dadanya sesak dan terasa sakit, ia kesulitan mengambil napas karena pasokan udara terasa menjauh. Hanbin rasa ia sekarat.

"A-aku... Uhuk... Uhuk... Akh..."

Hanbin tidak mampu menjawab pertanyaan Jinhwan, dadanya sakit bukan main, sensasinya panas dan menyesakkan.

Hanbin memukuli dadanya dengan brutal, berharap dengan ini rasa sakitnya menghilang. Namun nihil, rasa sakitnya menjadi bertambah dua kali lipat.

Tuhan... Aku ingin menyerah, rasanya sakit.

Jinhwan kalap, ia tidak mampu berpikir jernih disaat seperti ini.

Astaga bagaimana ini ya Tuhan....

Tubuh Hanbin perlahan-lahan melemah, namun sebelum Hanbin mengalah pada kegelapan, ia sempat berucap dengan suara lirih pada Jinhwan.

"Jika... A-aku pergi, ugh... Sa-sampaikanhh pada Jiwon h-hyunghh aku mencintainya."

Jinhwan memekik keras begitu melihat tubuh Hanbin ambruk begitu saja dihadapannya. Pikirannya seketika kosong, ia tidak mampu mencerna apa yang baru saja terjadi, ia panik sekali. Beruntung Donghyuk datang dan segera menyadarkannya agar secepat mungkin membawa Hanbin kerumah sakit.

Dalam keadaan seperti ini, Jiwon tidak tau sama sekali jika Hanbin sedang sekarat.

❤❤❤

Jinhwan dan Donghyuk berlarian seperti orang gila di koridor rumah sakit, mereka berteriak memanggil dokter-dokter yang sedang berjaga. Dan hal itu cukup membuat keributan dirumah sakit.

"Dokter... Dokter tolong selamatkan adikku! Dokter...!!" Jinhwan berteriak heboh.

Donghyuk sendiri sedang berusaha menetralkan deru napasnya yang memburu dengan hebat, kombinasi antara lelah setelah berlari dan juga rasa khawatir yang membuncah. Beruntung ada salah seorang dokter yang mendengar teriakan Jinhwan tadi sehingga ia langsung memerintahkan kepada perawat untuk mengambil brankar.

Begitu brankar tiba, tubuh Hanbin langsung diletakan dengan pelan diatar brankar itu.

Hati Jinhwan mencelos melihat betapa pucat wajah Hanbin saat ini, netranya terpejam erat, napasnya juga terasa lemah.

"Dokter... Selamatkan adikku."

Pada akhirnya hanya kalimat itu yang mampu Jinhwan ucapkan dengan lancar. Lidahnya kelu untuk sekedar mengatakan bahwa ia rela membayar berapa pun asal Hanbin selamat.

.
.
.

Next?

Up kawand.

Guys, sorry banget tapi kalau misalkan ini garing dan kurang ngena.

FooL | DOUBLE B [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang