3.pendapat searah.

2.2K 203 114
                                    

Sepanjang perjalanan Yoza hanya menutup matanya, terlalu malas dengan ocehan yang di lontarkan oleh Henry. Bukannya apa hanya saja kepalanya saat ini begitu pening untuk menanggapi segala ucapan adik nya yang sejak tadi tidak berhenti bicara.

"Kakak mau mampir ke rumah makan dulu?" Henry akhirnya bertanya di tengah ocehannya.

Yoza membuka sedikit matanya, mengamati sebuah tempat makan sederhana di pinggir jalan, lalu melirik Henry yang sengaja memelankan laju mobilnya.

"Kita harus berhemat Ry biaya rumah sakit Shua dan segala penanganan nya tidak murah." Ucap Yoza tanpa minat.

Yoza kembali menutup matanya mengabaikan perutnya yang memang lapar karena jam makan malam yang sudah terlewat sejak beberapa jam yang lalu.

Henry melajukan kembali mobil nya dengan kecepatan normal setelah menerima penolakan dari kakak nya, melihat Yoza yang seperti itu dia jadi urung untuk memaksanya, padahal kalau masalah uang makan Yoza tidak usah takut karena Henry cukup punya uang untuk membayar kalau hanya dua porsi makanan untuk mereka.

Kembali menyusuri jalanan menuju rumahnya, Henry sesekali memperhatikan Kakak keduanya yang belum bergerak dari terakhir kali mereka terlibat percakapan.

Sepuluh menit kemudian mobil mereka memasuki halaman rumah bercat putih yang cukup mewah.

Rumah mewah satu satunya harta  peninggalan kedua orang tuanya di saat harta lain yang lenyap karena sitaan Bank.

Entah harus memaki atau meratapi Henry sudah tidak tau lagi, keluarganya kelewat hancur dengan pemberitaan kecelakaan Vashua yang parah di tambah lagi, hilangnya kontak kedua orang tua mereka juga kabar kalau semua aset milik orang tua mereka di sita semua oleh Bank karena perusahaan kedua orang tuanya yang mengalami kebangkrutan.

Henry bahkan tidak
bisa berkata lagi saat masing masing mobil kesayangan mereka harus rela di jual untuk biaya rumah sakit serta biaya operasi Vashua yang tidak sedikit jumlahnya selama setahun terakhir ini.

Meninggalkan satu mobil yang sekarang dirinya pakai, serta rumah besar ini juga seluruh isinya. Selain dari itu semuanya lenyap.

Yoza sedikit terusik setelah Henry mematikan penghangat mobil lalu di susul mesin mobilnya, Henry masih memperhatikan Kakaknya lalu memanggil beberapa kali hingga Yoza membuka matanya sedikit lebih lebar.

"Henry, kepalaku pusing." Henry langsung memegang kening Kakaknya saat Yoza mengeluh, selama ini kakaknya yang satu itu termasuk sosok yang kuat dan jarang mengeluh soal apapun membuat Henry khawatir saat kakaknya mengeluh dan wajah nya terlihat begitu kuyu.

"Kakak kita kembali kerumah sakit ya, atau kakak mau di antar ke klinik?" Henry menatap Yoza menanti jawaban dari kakak nya.

Yoza menggeleng, memaksakan dirinya agar bisa duduk tegak sebelum memutuskan untuk keluar dari mobil.

Tangan Yoza di tahan oleh Henry membuat Pemuda pucat itu berhenti sambil memejamkan matanya saat pening menyerang nya kembali. "Tapi badan kakak semakin panas, demamnya malah semakin parah kalau Kakak biarkan!" Henry berbicara dengan sedikit penekanan, tapi Yoza mengabaikannya.

Pemuda berhati keras itu memaksakan dirinya untuk keluar mobil hingga sedikit limbung dan bersandar pada bagian pintu mobil yang baru saja dia tutup. Henry sendiri mengambil napas dengan kasar lalu keluar mobil membantu Kakaknya yang keras kepala untuk berjalan masuk ke dalam rumah.

Mereka berjalan sedikit lambat dengan Yoza di papah oleh Henry, nyatanya Kakak kedua itu tidak mampu berjalan dengan tenaganya sendiri tapi masih gengsi untuk tidak merepotkan adiknya.

"Sebaiknya setelah ini kau kembali ke rumah sakit." Ucap Yoza, suaranya terdengar serak tapi dia memaksakan untuk bicara.

Henry belum menjawab, tapi dia merapihkan selimut setelah membantu Yoza tidur di kamar Shua, satu kebiasaan yang sering Yoza lakukan kalau Shua sedang tidak ada di rumah seperti sekarang.

Black Hole Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang