5.tidak lebih baik

1.8K 182 93
                                    

Senandia memasuki mobilnya lebih dulu lalu di ikuti oleh Jeima juga Jeca yang duduk di bangku belakang.

Sen belum mengeluarkan suaranya, membuat kedua Kakak beradik itu merasakan aura yang begitu menakutkan dari seorang Sen yang biasanya benyak bicara.

Selama ini kakak sulung mereka itu terkenal humoris juga paling sabar dalam menghadapi semua tingkah adik-adiknya, berbeda dengan Yoza yang sejak dulu kalau marah selalu menggunakan fisik, Sen lebih memilih marah dengan cara bicara, tapi sebaliknya kalau sampai dirinya tidak mau bicara itu tandanya kemarahan Kakak sulungnya sudah sangat besar.

Jeima melirik Jeca yang berada di bangku belakang, adiknya itu tertunduk dalam setelah menerima surat skorsing selama empat hari, begitupun pula dengan dirinya.

Mereka begitu beruntung karena kepala sekolah masih mau menerima permohonan maaf Sen tadi, yang meminta keringanan dari pihak sekolah.

Dan setelah mempertimbangkan prestasi keduanya dalam bidang akademik maupun non akademik maka pihak sekolah setuju untuk memberikan keringanan hukuman.

Tapi dengan catatan sekali saja melanggar peraturan dengan kasus yang sama maka keduanya akan langsung masuk dalam daftar buku hitam, kalau itu sudah terjadi mereka berdua akan dalam masalah besar. Karena tidak akan ada lagi Sekolah yang mau menerima mereka kalau sampai itu terjadi.

Sen masih dengan tatapan dinginnya yang tidak mau mengalihkan matanya dari jalan yang sedikit sepi.

"Ekhmm, Ka..."

"Aku tidak butuh alasan apapun Jeim, jadi lebih baik kalian diam!" Ucap Sen dengan nada ketusnya.

Jeima menundukkan kepalanya sama seperti yang di lakukan Jeca, memainkan tangannya karena takut untuk melihat ekspresi Sen yang kelewat menyeramkan.

"Tapi ka, aku tidak akan terpancing kalau dia tidak mengusikku lebih dulu." Jeima kembali membuka suara, masih belum puas karena merasa dirinya tidak bersalah, bahkan setelah membuat anak kepala Sekolah itu babak belur.

Sen meremat stir nya lebih kencang lagi, tadi dirinya malu sekali rasanya bertemu tatap dengan wanita mernama Sinta yang hampir saja menjadi Ibu sambungnya.

Tatapan sinis milik Sinta sungguh membuat nyali Sen kala itu menciut, terlebih melihat wajah memar milik Chandra yang menatapnya dengan tatapan sendu.

Sumpah saja rasanya Sen ingin berlari dari situasi seperti ini kalau bisa. Tapi sebagai anak sulung Sen tidak bisa bertindak seenaknya, dirinya harus lebih bisa memberanikan diri untuk bertanggung jawab atas perilaku buruk dari kedua adiknya.

"Aku tidak mau mendengarnya lagi Jeim, lebih baik diam. Dan tebus kesalahan mu dengan bersikap lebih baik lagi, kalian harus lebih berhati-hati lagi dalam menjaga sikap mulai saat ini kalau memang kalian masih mau bersekolah."

Kedua adik nya itu diam seketika, mereka tidak berani membantah lagi perkataan Kakak sulungnya kalau sudah seperti itu.

"Kalian mau ikut kerumah sakit atau pulang?" Sen bertanya ketika mobil nya hampir melewati persimpangan rumah nya.

"Aku ingin melihat Shua apa boleh?" Jeima mencoba bersuara sebelum mobil kakak nya berbelok dan menuju komplek perumahan nya.

Sen mengulas senyum tipisnya yang sejak tadi tak keluar sama sekali menggantikan wajah dinginnya. Ada rasa bahagia ketika Jeima bilang ingin menemui Vashua.

"Boleh, tapi kita harus mengisi perut dulu sebelum ke Rumah Sakit."

Sepersekian menit Sen menyelesaikan kalimatnya, ponselnya berbunyi, ada nama Yoza di panggilan tersebut, Sen tidak langsung mengangkatnya, ada jeda hingga dering hampir menghilang dirinya segera mengangkat dan mengaktifkan mode speaker.

Black Hole Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang