4.konsekuensi

1.8K 169 48
                                    

Sen diam beberapa menit menatap pintu ruangan dokter yang selama setahun terakhir ini merawat adiknya, memantapkan hati sebelum masuk kedalam sana. Di tarik nya napas berulang kali untung menghilang kan rasa sesak nya akibat pikiran yang kacau Sen akhinya cukup tenang sebelum masuk ke dalam ruangan.

Mengetuk tiga kali, Sen langsung mendapatkan respon dari dokter di dalam sana, tak menunggu lama Sen masuk dan segera duduk di kursi yang memang sudah di sediakan, dingin nya AC ruangan dengan cepat menusuk kulitnya membuat ketakutannya bertambah.

"Dok apa hasilnya buruk?" Sen bertanya takut-takut kepada dokter muda seumuran dengan adik keduanya yang kini berada di hadapannya.

Dokter bernama Ariel itu menatap Sen dengan senyumnya yang lebar.
"Masih saja sekaku itu dengan ku, Kak Sen!" Ucap dokter itu santai.

Ariel menegur sebab Sen seperti orang baru kenal dengannya saja, padahal hubungan mereka lebih dari sekedar dokter dan keluarga pasien.

"Aku hanya tegang saja Riel." Sen mendekatkan jaraknya, dengan menggeser kursi hingga merapat pada meja.

"Apa Nirzam sudah datang?" Ariel bertanya membuat Sen mengerutkan keningnya, tentang Nirzam, bagaimana Ariel tau. Tapi sebelum Sen bertanya Ariel sudah menatapnya dengan senyuman canggung.

"Bukan aku yang memberitahunya, tadi beberapa menit yang lalu dia menelpon dan menuntut untuk memberitahukan detail kondisi Shua." Jelas Ariel, dia seperti tertangkap basah padahal bukan dia pelakunya.

Tapi sepertinya Sen kurang percaya, si sulung keluarga Leorio itu masih menatap Ariel sampai dokter muda itu salah tingkah.

"Percayalah Kak Sen, aku bahkan tidak sempat memegang ponsel ketika menangani Shua tadi. Kau tau Kak tadi itu cukup serius, aku tidak menyangka Shua bisa nekat melakukan hal yang mengerikan seperti itu!" Ucap Ariel dengan serius.

Sen menghembuskan napasnya, dia sedikit bersandar pada kursi yang di duduki nya. Jangankan Ariel dia juga bahkan tidak menyangka Shua bisa seberani itu menyakiti dirinya sendiri hanya untuk Nirzam.

"Aku bahkan belum bisa bernapas lega setelah tadi melihat nya muntah darah banyak sekali." Sen bersuara kembali mengingat kejadian tadi siang yang membuatnya hampir kena serangan jantung.

Bagaimana bisa tenang kalau saat kembali pulang kerumahnya untuk memantau kedua adiknya yang sedang sakit, Sen di kejutkan oleh teriakan Yoza yang menggema hingga terdengar di depan rumah.

Tentu saja Sen panik bahkan berlari hingga tubuhnya seakan mati rasa saat menabrak lemari besar yang menghalangi jalannya, sempat terpental tapi itu tidak membuatnya berhenti berlari menghampiri asal suara Yoza.

Dan benar saja saat tiba di dapur mata Sen langsung melotot, melihat Shua yang bahkan sudah terkulai lemah dengan darah segar yang berasal dari mulutnya berceceran dimana-mana.

Yoza bahkan terkena darah dari adiknya itu membuat tangan Yoza yang memeluk erat Shua sedikit bergetar.

"Ka Sen, tolong!" Yoza menjerit hingga menarik kesadaran Sen kala itu.

Sen segera merebut Shua dari Yoza dan memeriksa denyut nadinya yang begitu lemah, bahkan kesadaran anak itu sudah timbul tenggelam.

"Vashua!"

Hanya kata itu yang bisa di ucapkan Sen saat Shua membuka mata nya dan menatap dirinya lemah lalu kembali memuntahkan banyak darah kearah dada bidangnya.

"Aku mau Kak Nirzam." 

Begitu lirihnya, dan setelah itu Sen dan Yoza merasa kewarasannya hilang bersama hilangnya kesadaran Vashua.

Black Hole Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang