Tepat setelah kalimat Andin usai, bel tanda masuk berdengung. Bagai peringatan untuk murid-murid acara segera memasuki kelas. Andin berdiri. Berjalan kearah rak buku. Mengembalikan buku tadi pada tempatnya. Aku masih diam. Mencermati apa yang dia sampaikan. Menginga-ingat tentang kisah Ibnu Hajar. Seperti apa perjuangan ulama' itu?
***
Mbak Maysharoh membuka penutup got itu. Semerbak baunya langsung menyengat penciuman. Aku sampai menutup hidung untuk menghalau aroma itu. Sedangkan Mbak Maysharoh sendiri memilih menyilangkan kerudungnya di sekitar hidung.
Sekarang aku tahu, kenapa hukuman membersihkan got bagaikan kutukan. Bagaimana tidak? Aku yakin, setelah ini baunya pasti akan tersisa. Entah untuk berapa saat? aku tidak tahu.
Ya Allah ... semoga segera berakhir ...
"Farah, Zila. Cepat turun. Mbak akan mengambil ekrak untuk mengumpulkan kotoran yang menyumbat. Ah, dan lengan kalian lipat saja sampai siku. Tidak apa-apa. Sarung juga lebih keatas saja. Nanti dari pada kena najis lebih banyak."
Aku dan Farah mengangguk mengerti membuat Mbak Masyaroh untuk segera beranjak mengambilkan ekrak. Aku tahu, dia tak akan membiarkan kami sendiri. Pasti ada pengawasan. Dan dia dengan senang hati berjaga sampai kami selesai. Tak ada waktu bermasalasan. Huft! Merepotkan!
"Turun duluan sana!" Suara mak lampir itu terdengar memerintah. Aku mengernyit. Memicing padanya. Tak akan ada rasa takut untuk makhluk satu ini.
"Kalau mau, situ duluan kenapa? Nggak usah nyuruh!" balasku. Tanganku bergerak melipat lengan sampai siku. Lalu menaikkan sarung sampai dengkul. Sesuai instruksi Mbak Masyharoh tadi.
"Kalau aku nggak mau gimana?" Dia meletakkan tangannya pada pinggang. Kepalanya mendongkak congkak. Tatapannya merendahkan.
Aku membuang napas. Melarikan mataku darinya. Apapun asalkan bukan dedemit satu ini. Atau ... tanganku mungkin akan terayun mencakarnya. Dan itu hanya akan membuatku malu dan mati kutu di tangan Mbak Mayaharoh nantinya. Bukankah dia akan segera kembali. Semoga saja mendengar ucapan nyi lampir ini barusan.
"Kenapa? Takut? Nggak berani ngelihat aku? Iyalah, sebentar lagi, pasti aku akan di panggil abah untuk menjadi pembaca kitab kuning. Bukan kamu!"
Aku nyaris terbahak mendengar kalimat itu. Apa tadi katanya? Pembaca kitab kuning? Ayolah ... aku bahkan sudah mendapatkan kabar itu beberapa hari yang lalu. Dan dia baru membahasnya sekarang dengan tema bahwa dia yang akan terpilih?
Aku yakin. Burungpun akan tertawa melihat kebodohannya.
"Ini ekrak nya. Mbak akan menunggu kalian sampai selesai." Mbak Maysharoh datang dengan membawa ekrak anyaman bambu. Dia tidak mendengarnya sepertinya. Sayang sekali ...
Aku dan dedemit itu saling melempar pandang. Lihatkan? Dia bahkan tidak berkutik. Aku turun lebih dulu karena sudah siap. Sedangkan nyi lampir itu sedang menaikkan sarungnya. Benar-benar!
***
15 menit sudah aku membersihkan kotoran yang menyumbat got. Dan syukurlah, sumpahnya berhasil aku keluarkan. Mbak Maysharoh memberiku sapu lidi sebagai akhir dari sesi ini. Aku meraihnya. Menyapunya dengan semangat. Ta'ziranku akan segera berakhir. Hanya tinggal menyetor Alfiyah dan menunggu karantina selesai selanjutnya aku akan terbebas. Juga ... urusanku tidak akan sampai pada dhalem. Aku benar-benar bersyukur.
Aku memejamkan mata. Mengembuskan napas lega. Sekali lagi. Sangat lega. Hanya tinggal menyetor dan itu bisa kulakukan kapan saja. Sedangkan waktu menjalani hukuman masih tersisa satu hari. Tidak apa-apa. Toh Mbak Nafisah juga sudah memberikan kelonggaran khusus untukku. Duh senangnya ...
"Lega?" Suara itu!
Memilih tak menggubris, aku berusaha menjauh sejauh-jauhnya. Tak mau berurusan lagi dengannya. Ini yang terakhir.
"Nazila Aisyah. Kamu takutkan? Aku yang akan menjadi pembaca kitab. Apa ada pesan yang harus kusampaikan pada Abah nanti? Misalnya ... pesan untuk duduk disampingku ketika di muwadda'ah?"
Aku berhenti. Rahangku mengatup rapat. Yang benar saja?! Orang itu masih waraskan?
Berbalik. Sepertinya dia memang harus tahu berita yang sebenarnya.
"Mbak Farah Agustiyani yang terhormat, mau kuberitahu sesuatu?"
Farah mengerling. Menyeringai dengan tangan mengatup melipat dada. Tunggu ... bukannya dia belum mencuci tangan? Dan apa kabar dengan bajunya itu? Biarkan saja. Namanya juga orang gila. Pasti tak punya pikiran!
"Apa?"
"Lima hari yang lalu aku baru di panggil abah. Dan dua hari yang lalu Gus Yusuf baru saja membahas jadwal muroja'ah bersamaku. Kamu paham siapa yang menjadi pembaca kitabnya?"
Untaian tangan itu terlepas. Keringanan mata yang meremehkan ku berganti dengan tatapan mata tak percaya. Dia shock. Tentu saja! Mana kepikiran dia kalau aku sudah lebih dulu dipanggil abah?!
"Nggak mungkin!"
Aku meringis. Ingin melipat tangan namun kesadaran masih terjaga. Ah, aku memang tak segila dia. "Tentu sangat mungkin, Farah ..." senyuman miring tersungging. "Sekarang bagaimana? Siapa yang lebih pintar?"
Tangan itu terkepal. Amarahnya pasti sedang mengumpul. Biarlah. Tak ada urusan denganku. Lebih baik aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Untuk apa meladeninya? Tak ada faedah. Yang ada malah menambah emosi. Dan itu hanya akan membuatku cepat tua. Huft!
"Nazila ... kamu tidak akan sanggup. Jadi lebih baik lepaskan," gerakannya masih sanggup kudengar. Aku berbalik. Menatap nyalang pada gadis--ah bukan. Mungkin iblis lebih tepatnya.
Sepertinya benar kata Andin. Aku tidak boleh menyerah. Masih ada iblis itu yang akan menggantikan posisiku. Dan aku tak akan membiarkannya.
"Aku ini Nazila Aisyah. Tak ada yang tidak bisa kulakukan. Paham?"
***
Assalamualaikum, teman-teman ...
Bagaimana menurut kalian chapter ini? Sudah greget belum dengan kehadiran Farah? Atau malah ketawa dengan tingkahnya yang rada-rada itu?
Oh iya jangan lupa tandai typo dan kalimat tidak nyambung, ya ... mohon maaf, tadi editnya sambil misuh-misuh si Farah. Hehehe ... jangan tiru Nazila ya mengganti nama orang seenaknya.
Juga disitu kan ada bahasa ekrak. Itu semacam alat kebersihan yang sepasang dengan sapu. Tapi aku tidak tahu bahasa indonesianya. Makanya ditulis Jawa. Tidak apa-apa, Kan?
And ...
InsyaAllah Nazila akan update dua hari sekali. Bagaimana? Nggak apa-apa, kan. Kalau Zafa telat update, teman-teman bisa teror Zafa di mana aja. Bisa di kolom komentar atau di percakapan profil Zafa.
Atau kalau mau bisa di ig :
Zafadiah_16
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You, Gus! (END)
General Fiction#rangk 3 in pesantren entahlah... banyak hal yang berubah.. banyak hal yang terlupakan. waktu menghapusnya. waktu menutupnya dan waktupun yang merubahnya. tapi kenapa? kenapa waktu tak merubah perasaanku atas dirimu? tak menghapusnya atau menc...