21 # Titipan dari Gus Yusuf

11.2K 837 5
                                    

"Nazila ... kamu tidak akan sanggup. Jadi lebih baik lepaskan," gerakannya masih sanggup kudengar. Aku berbalik. Menatap nyalang pada gadis--ah bukan. Mungkin iblis lebih tepatnya.

Sepertinya benar kata Andin. Aku tidak boleh menyerah. Masih ada iblis itu yang akan menggantikan posisiku. Dan aku tak akan membiarkannya.

"Aku ini Nazila Aisyah. Tak ada yang tidak bisa kulakukan. Paham?"

***

Langkahku melebar menuju kamar mandi. Tergesa untuk segera mencuci tangan. Sama sekali tak kuhiraukan Nyi Lampir yang masih berdiri kaku di sana. Dia menatapku tak percaya, bahkan dapat kulihat genggaman tangan itu yang mengerat. Juga urat-urat nadinya yang samar terlihat. Tatapan kebencian juga tak luput dari pandanganku. Dan aku yakin, bibirnya juga pasti tengah mempersiapkan segala amukan.

Biarkan saja. Lebih baik aku segera membersihkan kotoran di tangan. Menghilangkan dari najis yang menempel. Mengalirkan air dari kran, aku menyeka di setiap sela jari. Mencari-cari kotoran yang masih menempel. Belum usai acara thoharoh kuselesaikan sebuah tangan kotor belumur kotoran menarik punggungku.

Farah.

"Kamu bohong! Tidak mungkin kamu yang akan menjadi pembaca kitabnya! Kamu tidak akan mampu! Tidak pantas. Siapapun tidak ada yang pantas! Hanya aku yang berhak!"

Farah berteriak histeris. Suaranya memekakkan telinga. Bergaung di setiap dinding kamar mandi. Dia barusan meremehkan ku kembali? Bukankah sudah jelas siapa yang lebih unggul? Apa dia belum bisa menerima kenyataan?

Aku menarik diri dari kungkungan tangannya. Menjauhkan dari jangkauan tangan kotor itu. "Sadar diri, Farah! Kamu bukan orang yang bisa segalanya! Terima saja dirimu berada di bawah Nazila Aisyah. Yang kamu sebut ranking dua dari bawah!"

Aku membalas tak kalah keras. Mengingatkan tentang perkataannya yang mampu membangkitkan emosiku dulu.

Aku berbalik. Sepertinya tanganku sudah terlalu bersih untuk bersentuhan dengannya.

"Oh iya? Aku tidak percaya. Ayo kita pergi ke dhalem untuk membuktikan omonganmu. Kamu pasti berbohong, Kan?"

"Maaf -maaf saja. Aku terlalu sibuk untuk hanya menuruti kemahuanmu. Terserah kamu mau percaya atau tidak. Yang jelas, nanti di atas panggung haflah, akulah yang akan menjadi pembaca kitabnya!"

Aku hendak melanjutkan langkah. Namun tangan Farah sigap menarik bajuku dari belakang. Apa sih maunya? Kenapa selalu memantik emosiku?

Aku berbalik. Menghadapinya dengan amarah yang menggelegak. "Kamu takut?! Aku tidak akan percaya. Sama sekali tak akan percaya! Aku perlu bukti!" sentaknya.

Apa-apan sih orang ini?! Jangan mentang-mentang ini masih pagi dan dia dengan seenak jidatnya membuatku kesal. Dia berani mengotori baju sekaligus meremehkanku!

"Nyatanya iya. Nazilalah yang terpilih menjadi pembaca kitab. Abah sudah menginformasikan pada saya."

Suara lain mendatangi. Aku mengenalinya. Teramat sangat. Itu suara Mbak Laila. Ketua pondok pesantren putri. Pemilik wewenang di atas pengurus lainnya dan juga perantara terdekat antara santri dengan dhalem. Dia juga perempuan yang paling dihormati para santri setelah ibu nyai serta ning-ning.

Aku menegakkan tubuh. Melihat perempuan yang lebih tua lima tahun dariku berdiri di depan sana. Dia diam. Namun matanya sama sekali tidak. Bola hitam itu seakan hampir menelanjangi diriku. Tetapi sesekali berpindah rotasi kepada Nyi Lampir di samping.

"Nazila," panggilnya. Aku menelan ludah kasar. Aduh bagaimana ini? Aku pasti tidak akan aman. Apa aku akan kembali di hukum? Ya Allah ... bahkan hukumanku beberapa waktu yang lalu saja belum berakhir.

Love You, Gus! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang