ryan - 10

64 7 2
                                    

"Aku ingin menambahkan Mak Teja ke daftar," ujar Vania tiba-tiba.

Semua mata langsung terkejut menatapnya. Sebagian dari diriku sendiri sudah menduga itu, tapi sebagiannya lagi masih bertanya-tanya mengapa Vania bisa seyakin itu.

"Kau ingin dia jadi orang pertama dalam daftar, Van?" tanya Sekala tidak percaya. "Ai, wanita itu tak pernah bicara pada Mekar. Ya mungkin, kecuali saat Mekar didaftarkan. Gadis itu ikut di hari pendaftaran."

"Itu dia. Bisa jadi sesuatu terjadi atau ia mengetahui sesuatu pada saat Mekar didaftarkan. Kemungkinan terbesarnya begitu. Sekolah Tanjung Senja dijalankan dengan sistemnya. Menerima siswa seperti Mekar tiba-tiba terdengar janggal," jawab Vania.

"Bukankah kau juga diterima begitu saja?" tanya Ijah.

Nadanya polos dan tidak bermaksud jahat, tapi Vania menoleh dengan raut kasar. Tampaknya gadis itu tersinggung.

"Aku yakin maksud Vania adalah setidaknya, kami masuk dengan berkas yang jelas," aku menjawab kebingungan Ijah sambil merangkul Vania, berusaha menenangkan gadis itu.

Vania tiba-tiba saja menggebu-gebu. "Dan nilai yang sangat jelas."

Pemandangan itu, Vania yang begitu yakin dan menggebu-gebu... Vania yang dulu. Vania Shaula—gadis jenius yang tidak benar-benar mengenal keluarganya. Vania adalah gadis yang kesepian. Keluarganya yang ambisius dan menuntut Vania untuk menjadi nomor satu, tapi sepenuhnya menutup mata ketika Vania mendapat pencapaian besar. Keluarganya yang dingin dan keras lah yang membentuk Vania—si anak tunggal keluarga Shaula yang keras kepala dan menggebu-gebu.

"Mm, yah, itu masuk akal," tanggap Sekala, kelihatan heran dengan reaksi Vania yang tiba-tiba ketus.

"Itu sangat masuk akal. Gelagat wanita itu mencurigakan. Dia pasti tahu sesuatu. Sesuatu yang cukup berguna untuk menemukan siapa pembunuh Mekar atau alasan gadis itu dibunuh."

"Hei, hei, tenang," ucapku setengah berbisik di telinga Vania. "Sekarang, belum ada yang pasti, Van."

"Nggak, nggak. Kamu harus lihat dia ketakutan saat aku bergerak. Apapun alasannya, aku adalah ancaman baginya." Vania menjawabku setengah berbisik juga, tapi nadanya terdengar kasar dan tidak sabar.

Aku meletakkan kedua tangan di bahunya dan berkata, "Sekarang ini bagi semua orang kita pembunuh, kamu ingat? Itulah kenapa dia kelihatan takut."

"Tapi dia nggak menatapmu sama sekali!"

"Mungkin dia nggak sadar aku ada di sana juga?"

"Kamu nggak percaya padaku sekarang?"

"Bukan begitu," Aku merasakan kesabaranku mulai di tekan. Tapi ini Vania. Vania yang ku hadapi. Aku tidak menyalahkannya karena bersikap panik dan bereaksi agresif. "Kita akan menambahkannya ke daftar orang untuk dicurigai, oke? Tapi jangan yakin atas semua hal. Kamu tahu betul itu adalah aturan penting dalam penelusuran."

Vania menghela napas berat. Kemudian rautnya kembali terlihat tenang. "Oke. Maaf, maaf. Reaksiku berlebihan. Tapi jujur saja, melihatnya ketakutan membuatku sedikit..."

Vania mencoba mencari kata yang tepat. Namun, Sekala berhasil menemukannya, "Takut?"

Vania mengalihkan tatapannya, menatap ke kejauhan. "Begitulah."

"Kami mengerti kau takut, Van. Perasaan itu, perasaan yang tak satupun dari kami rasakan," ujar Sekala menenangkan. "Tak apa. Kita 'kan tim. Kita bereskan ini sama-sama, ya?"

Vania mengangguk. Kemudian, kami memulai diskusi yang lebih melibatkan opini semua orang.

Aku memberi opini pertamaku, "Satu-satunya orang terdekat Mekar adalah Dak Jo. Memasukan pria itu ke daftar tersangka adalah hal penting. Benar, Jah, Dak Jo memang yang meminta kami menyelidiki. Tapi bukannya nggak mungkin pria itu menjadi pembunuhnya. Hubungannya dengan Mekar sangat misterius dan nggak masuk akal. Kita juga harus mencari tahu latar belakang keduanya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Deadly DuoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang