DATANG
Hari yang ditunggu oleh Ariana pun tiba, Ridwan terlihat sangat pasrah dengan barang bawaan Ibunya yang sangat banyak. Bi Inah menyikut lengan Ridwan.
"Den..., kita cuma menginap beberapa hari atau memang mau pindah rumah?," bisiknya.
Ridwan hanya bisa menahan tawanya tanpa menjawab pertanyaan Bi Inah. Setelah semua beres, Ariana dan Bi Inah pun masuk ke dalam mobil, Ridwan juga segera menyalakan mesin mobilnya. Mereka berangkat pukul sembilan malam menuju ke rumah Adam dan Aisyah.
Menjelang Subuh, mereka akhirnya tiba di depan rumah Adam setelah berkomunikasi melalui ponsel. Aisyah menyambut kedatangan Ariana dengan sangat bahagia. Mereka berdua saling memeluk dengan erat ketika Ariana baru saja turun dari mobil. Rinjani pun ikut keluar dan memeluk Bibinya, meski dirinya masih mengantuk.
Adam membantu Ridwan mengeluarkan koper-koper yang dibawa Ariana dari rumah, Ia terdiam sesaat saat melihat tumpukan itu.
"Ini..., barang bawaanmu atau barang bawaan Ibumu?," tanya Adam.
Ridwan tersenyum malu.
"Mohon dimaklum ya Paman..., ini pertama kalinya Ibu mau menginap di tempat lain. Selama ini kan Ibu selalu berdiam diri saja di rumah," jawabnya.
Bi Inah di ajak masuk oleh Rinjani yang begitu antusias.
"Aku kangen sama Bi Inah...," ujarnya sambil memeluk Wanita paruh baya itu.
"Bibi juga kangen sama Non Rindu..., eh..., Rinjani maksud Bibi," balasnya.
"Susah ya punya dua nama..., terkadang suka salah panggil," protes Ariana.
"Nggak apa-apa kok Bi..., panggil aku Rinjani boleh..., panggil Rindu pun boleh...," Rinjani memaklumi.
Aisyah membawa baki berisi teh jahe untuk semua orang. Rinjani membantunya dengan membawa baki lain berisi bubur ayam yang ia buat.
"Duh..., tinggal sama kamu memang paling enak ya. Makan terus Bibi rasanya," puji Ariana.
Aisyah tertawa.
"Itu sih memang kamunya saja yang doyan makan Dek...," ujarnya.
"Beda Mbak Ai..., kalau di rumah aku nggak terlalu banyak makan kok...," sanggah Ariana, sambil menikmati bubur ayamnya.
"Karena yang masak bukan Rinjani...," sambung Ridwan.
Ariana mengacungkan ibu jarinya pada Ridwan.
"Anak Ibu memang pintar..., tahu saja alasan yang akan Ibu katakan."
Rinjani hanya bisa menahan rasa malunya dengan pergi bersembunyi di dapur. Adam masuk ke dalam rumah setelah memanaskan mobilnya.
"Ai..., Mas berangkat dulu ya," pamitnya.
"Ia Mas, hati-hati di jalan ya," pesan Aisyah, sambil mencium tangan Adam.
"Insya Allah..., Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Rinjani pun muncul dari belakang setelah memakai sepatunya.
"Aku juga pergi ya Bu..., ini hari terakhir ujian di Sekolah. Aku minta do'anya," ujar Rinjani, seraya mencium tangan Aisyah.
"Iya sayang..., pasti Ibu akan selalu mendo'akanmu. Hati-hati ya di jalan," pesan Aisyah.
"Iya Bu..., Insya Allah."
Setelah berpamitan dengan Ariana dan Ridwan, Rinjani pun mengayuh sepedanya menuju ke Sekolah. Ridwan pun segera berpamitan juga untuk berangkat ke kantornya sebelum terlambat. Pria itu berjanji pada Aisyah dan Ariana bahwa ia akan pulang lebih awal agar bisa menghadiri tahlilan yang akan digelar nanti malam.
Usai semua orang pergi, Aisyah membiarkan Ariana berbaring di kamar Rinjani. Dia menjadikan paha Aisyah sebagai bantal saat berbaring seperti saat mereka masih anak-anak dulu. Aisyah mengusap dengan lembut rambut Adik kesayangannya itu.
"Mbak Ai...," lirih Ariana.
"Iya Dek..., ada apa?," tanya Aisyah.
"Mbak Ai pernah nggak merasa marah padaku?."
Aisyah tersenyum sambil menatap Ariana yang terlihat begitu nyaman dalam buaiannya.
"Mbak nggak pernah marah sama kamu Dek, Insya Allah hal itu takkan pernah terjadi. Kamu itu Adik kesayangan Mbak satu-satunya, mana mungkin Mbak marah sama kamu dan memilih resiko kehilangan kamu."
Ariana berbalik dari posisinya lalu menatap Aisyah yang terlihat cantik meski wajahnya sekarang terbalut niqob seperti Rinjani.
"Aku pernah menyakiti Mbak Ai..., menyiksa batin Mbak Ai..., bahkan akulah orang yang membuat Mbak Ai harus hidup berjauhan dari Mas Adam dan Rinjani. Apa Mbak tidak pernah marah dengan semua itu?."
"Aria sayang..., dengarkan Mbak baik-baik ya. Marah adalah bara yang dilemparkan setan ke dalam hati manusia sehingga ia mudah emosi, hatinya membara, urat-urat sarafnya menegang, wajahnya memerah, dan terkadang ungkapan serta tindakannya tidak masuk akal. Marah banyak sekali menimbulkan perbuatan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala," jelas Aisyah.
Ariana mendengarkannya dengan baik.
"Di dalam Al-Qur'an pun disebutkan bahwasanya Allah 'marah'. Adapun marah yang dinisbatkan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala adalah marah dan murka kepada orang-orang kafir, musyrik, munafik, dan orang-orang yang melewati batas-Nya. Dalam Al-Qur'an pun Allah berfirman,Wa yu'adzdziibal-munaafiqiina wal-munaafiqaati wal-musyrikiina wal-musyrikaatizh-zhaaanniina billaahi zhannas-sauu', 'alaihim daaa'iratus-sauu', wa ghadhiballaahu 'alaihim wa la'anahum wa a'adda lahum jahannam, wa saaa'at mashiiraa* ."
"Artinya?," tanya Ariana.
"Dan Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan juga orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran adzab yang buruk, dan Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka, serta menyediakan neraka Jahannam bagi mereka. Dan neraka Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali," jawab Aisyah.
"Jadi Mbak Ai tidak marah kepadaku karena berdasarkan apa yang Mbak jelaskan tadi?," Ariana benar-benar ingin meyakinkan diri.
Aisyah mencium kedua pipi Adiknya dengan penuh rasa sayang. Sejak dulu, ia selalu melakukan hal yang sama untuk meyakinkan Ariana tentang apa yang ia katakan.
"Iya Dek..., ditambah satu hal lagi. Mbak sayang sama kamu, dan Mbak akan selalu melindungi kamu. Meskipun usia kita tidak muda lagi, kamu akan tetap menjadi Adik kesayangan Mbak. Mbak nggak mau kehilangan kamu," jawab Aisyah.
Ariana pun memeluknya dengan erat. Betapa ia menyesal karena terlambat menyadari bahwa Aisyah begitu menyayanginya sepenuh hati. Ia berharap, bahwa dirinya bisa memperbaiki segala ikatan yang telah ia rusak selama ini.
'Aku ingin memulai dari awal, maukah kamu tetap ada bersamaku dan menggenggam tanganku?.'
* * *
*Q.S. Al Fath : 6.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ai
Spiritual[COMPLETED] Allah akan menjagamu, sejauh apapun dirimu dari keramaian. Allah akan melindungimu, meskipun dirimu berada di tengah marabahaya. Allah akan menjagamu, kau hanya perlu yakin akan Kebesaran-Nya. Insya Allah, kau tetap akan berada dalam Rah...