BAB 4

98 7 0
                                    

Langit Kota Seoul beranjak gelap ditinggalkan oleh sang surya. Suasana terasa sunyi tanpa ada penerangan dari bintang maupun bulan. Walaupun begitu, penduduk Seoul tetap menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Ada yang baru saja pulang sekolah, selesai bekerja, sedang bersenang-senang di bar, ada pula yang masih bekerja, atau beberapa sudah terlelap bersama mimpi.

“Kau berhasil?”

Sementara itu, seorang pria berperawakan tinggi, bertubuh tegap, berwajah khas Asia Tenggara, berjalan mendekati seorang gadis yang nampak sudah menunggunya sedari tadi. Usianya terlihat memasuki awal kepala empat. Sedangkan gadis yang berada di hadapannya terlihat masih berusia belasan tahun. Wajah gadis itu sangat memperlihatkan ciri khas penduduk Korea Selatan, kecuali matanya yang tidak terlalu sipit.

“Jawab aku! Kau berhasil, bukan?” tanyanya tidak sabaran.

Pria tadi menatap tajam si gadis, “Bersikap sopanlah kepadaku, Ain! Walaupun aku masih muda, aku tetap saja pamanmu!”

Arasseo,* jadi bagaimana?” (Baiklah)
Dasar gadis tidak sopan, “Ya, aku berhasil melakukannya,” kata pria tadi kesal.

Assa!!! Aku tau kau memang bisa diandalkan, Harvian samchon!*” soraknya penuh semangat. “Setelah ini, aku akan langsung balik ke Indonesia.” (Paman)

“Ingat! Jangan lupa janjimu, Ain. Kau harus tetap menyampaikan masalah ini pada ibunya,” ujar Harvian memperingatkan keponakannya yang dipanggil Ain itu.

Maafkan aku, Haris. Aku harus mengorbankan keponakan yang satu demi menyelamatkan yang lainnya, batinnya menyesal.

***

Kaki Niko melangkah hati-hati dengan penuh perasaan was-was. Sedangkan Vero yang terlihat sedang menggendong seseorang, mengikutinya dari belakang. Sepanjang perjalanan, mereka berdua tidak bertemu satu pun dari staf mereka. Hal itu dikarenakan para staf disibukkan oleh wartawan yang masih saja gigih ingin menerobos masuk dan mewawancarai BST.

Suara bising akibat keributan di pintu keluar bagian depan terdengar sampai ke belakang. Vero mempercepat langkah mengikuti Niko menuju daerah parkir. Sementara member lain sudah duluan berangkat menuju apartemen mereka. Tidak lama kemudian, mobil milik Niko membelah jalanan Seoul dengan kecepatan di atas rata-rata.

“Berhati-hatilah, Hyung. Jangan sampai korban malam ini bertambah menjadi tiga orang,” kata Vero memperingatkan Niko saat di jalan.

Begitu mobil Niko merapat ke parkiran apartemen mereka, Vero langsung menerobos turun sambil menggendong orang tadi. Ia berjalan terburu-buru melewati lorong apartemen tanpa sempat memperhatikan keadaan sekitar. Akan tetapi, beruntung suasana apartemen malam itu sedang sepi. Niko segera menyusul Vero dengan membawa sehelai kain yang terlihat seperti syal. Ia menggunakan kain itu untuk menutupi wajah gadis yang sedang ada dalam gendongan Vero.

“Tutupi wajahnya. CCTV di lift dapat melihatnya,” kata Niko.

Vero pun mengangguk dan langsung menutupi wajah gadis yang digendongnya.

“Kau sudah bisa menghubungi manajer kita, Hyung?”

Niko menggeleng lemah, “Belum. Aku rasa ia masih disibukkan oleh wartawan-wartawan itu. Tapi aku sudah menghubungi Dr. Chan.”

WERODITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang