EPILOG

106 8 0
                                    

Indonesia, 28 April 2026

“Selamat ya!”

Ruangan bernuansa putih dan dipenuhi oleh hiasan bunga-bunga berbagai warna nampak dipenuhi oleh tamu-tamu undangan. Pernikahan yang dilaksanakan dengan cukup megah itu dipenuhi suasana haru dan penuh suka cita. Pengantin pria nampak sibuk menjabat tangan tamu yang datang secara bergantian, kecuali tamu wanita pastinya.

“Suaminya orang Korea ternyata, ya!” kata seorang ibuk-ibuk yang datang sebagai undangan. “Sudah tampan, dokter, muslim pula.”

“Terima kasih,” kata Dr. Chan dalam Bahasa Indonesia.

“Oh, sudah pandai pakai bahasa sini, ya?” tanya seorang tamu lainnya.

Dr. Chan tersenyum dan mengangguk. “Masih sedikit,” katanya lagi.

Sementara itu, Naila nampak berdiri dan di samping kiri Dr. Chan sambil tersenyum dan ikut menyambut tamu yang datang. Gadis itu terlihat cantik dalam balutan gaun merah muda yang longgar dan dibalut dengan jilbab yang berwarna senada. Wajahnya terlihat anggun dengan polesan make up yang tipis dan natural.

“Dr. Chan, apa ini masih lama?”

“Kenapa Anda masih memanggil saya dengan panggilan itu?”

“Anda sendiri juga masih memanggil saya seperti itu,” kata Naila. Kemudian mereka berdua tertawa bersama.

Pintu ruangan terbuka dan memperlihatkan sosok pria Korea tampan lainnya. Ia mengenakan setelan jas abu-abu sehingga membuatnya nampak berwibawa. Postur wajah tampannya semakin terpancar dengan tatanan rambut yang dipotong pendek dan terkesan rapi. Pria itu berjalan ke ujung ruangan, dimana Naila dan Dr. Chan sedang berdiri.

Sepanjang langkahnya, orang-orang sekitar nampak berbisik kagum dan mengenalinya. Anggota BST yang sempat menjadi orang tertampan di dunia itu melangkah dengan keraguan di dalam hatinya. Matanya fokus menatap Naila yang sedang tersenyum manis di samping Dr. Chan. Pria ini adalah Vero.

Perlahan jaraknya dengan Naila semakin terkikis dan menipis. Sebenarnya saat Vero baru saja memasuki ruangan, Naila sudah menyadari kehadiran pria tersebut. Kini ia tersenyum dan membalas tatapan Vero kepadanya. Kemudian pria itu sampai di hadapannya dan menyalami Dr. Chan terlebih dulu. Lalu setelahnya baru berdiri di hadapannya.

Bibir Naila berusaha tersenyum dan menyapa Vero. Tetapi suaranya seakan menghilang dan ia hanya bisa menatap mata sipit di hadapannya.

“Selamat atas kebahagiaanmu,” kata Vero tulus. Ia melipat kedua tangan di depan dadanya sebagai pengganti salaman. Melihat hal itu, Naila sempat terkejut dan merasa aneh.

“Terima kasih, Vero-ssi,” balas Naila. Ia kembali tersenyum dan menatap Vero, “Apa Anda sudah menemukan kebahagiaan?”

Vero pun tersenyum getir. “Bagaimana aku bisa bahagia jika bukan aku yang berdiri di sampingmu sekarang?”

Semua tamu yang awalnya memperhatikan Vero dan Naila, lalu bertepuk tangan dengan meriah. Naila langsung tersenyum manis dan mengalihkan pandangannya ke arah belakang Vero. Sedangkan Vero pun ikut membalikkan badannya dan langsung terkejut karena pemandangan di depannya.

Sosok Rani Putri, teman dekat Naila, berjalan mendekat sambil menggandeng tangan ayahnya. Gadis itu mengenakan gaun kembang berwarna putih susu dan mengenakan jilbab yang rapi membalut kepalanya. Dandanannya terlihat cantik dan bibirnya tidak henti-henti menebarkan senyum ke seluruh penjuru ruangan. Langkahnya semakin mendekat menuju ke arah Vero, Naila, dan Dr. Chan.

“Kok lama banget sih, Ran!? Aku sampai dikira pengantin wanita sama tamu-tamu,” ujar Naila mengungkapkan kekesalan dengan nada bercanda.

“Maaf, Nai. Abisnya mbak make up-nya lama banget,” kata Rani sambil tertawa. “Eh, ini Vero BST? Datang ke pernikahan aku?”

WERODITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang