BAB 2

138 11 2
                                    

Indonesia, 5 Juni 2019

“Suatu saat nanti, Ila pengen ke Korea. Sekali seumur hidup pun gapapa,” kata Naila.

Siang itu, ia dan tiga temannya yang lain sedang membahas keinginan serta rencana masa depan. Mereka berempat akan memasuki kelas terakhir di masa putih abu-abu dan setelahnya akan segera menempuh masa perkuliahan. Ada pula beberapa yang sudah berencana untuk langsung bekerja tanpa kuliah. Naila sangat ingin kuliah demi mewujudkan impiannya. Akan tetapi ia juga ingin memenuhi impian terbesarnya yaitu pergi keluar negeri, Korea Selatan.

“Kenapa harus Korea?” imbuh salah seorang teman Naila.

“Iya, kenapa gak ke Mekah aja? Atau Turki?” tambah seorang lainnya.

“Pergi ke Mekah, tentu saja Ila pengen. Tapi ini adalah keinginan yang lain selain ke tanah suci. Negara yang jadi negeri impian gitu,” kata Naila.

“Bukan cuma karena Ila suka k-pop, tapi hati Ila benar-benar ingin sampai di Korea Selatan.”

“Kalau gitu, kita nanti pergi ke Korea-nya sama-sama, yuk? Biar kita sekalian liburan bersama, iya kan? Kapan lagi kita pergi jauh bareng-bareng?” usul Rani yang sedari tadi mendengarkan dengan seksama.

“Beneran nih? Janji loh, ya? Ila bakalan ingat ini,” kata Naila semangat.

“Oke, janji!!!” ucap mereka berempat serentak.

Sepulang sekolah, Naila segera mencari ibunya di setiap sisi rumah. Namun Ibu tidak ditemuinya dimana pun di dalam rumah. Ia pun segera melangkah ke kebun belakang rumah mereka yang menjadi tempat biasa Ibu memanen hasil kebun atau sekedar memberi pupuk tanaman.

“Ibu…!!!” sorak Naila dari kejauhan. Ia dapat melihat Ibu sedang membungkuk dan memperhatikan tanaman sayur di hadapannya.

“Ibu sedang sibuk?”

“Ila sudah pulang, Nak? Ini, Ibu sedang mengecek sayur kita, takut ada hamanya. Kenapa tergesa-gesa begitu, Nak?”

Naila tersenyum dan segera menyalami tangan ibunya. “Tidak ada, Bu. Tapi ada yang mau Ila bicarakan.”

“Kalau begitu, ayo kita masuk dulu ke dalam rumah, ya,” kata Ibu.

Naila pun mengangguk. Ia dan Ibu melangkah berdampingan menuju rumah sederhana mereka. Kemudian Naila segera mengambil segelas air untuk Ibu. Ia tau, Ibu pasti kelelahan setelah sibuk mengurus kebun. Ditambah pula cuaca yang sedang terik. Walaupun kota tempat tinggalnya terkenal sejuk, tapi cuaca memang sedang panas daripada biasanya.

“Ibu capek banget, ya? Mungkin Ila bicaranya lain kali aja,” ujar Naila.

“Sekarang saja, Nak. Ibu tidak apa-apa,” kata Ibu.

Setelah mendapat persetujuan dari Ibu, Ila segera duduk di hadapan wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya itu. Ia menatap wajah Ibu yang sudah mulai ada kerutan dan nampak lelah tapi masih memancarkan kecantikan. Ibunya memang wanita yang luar biasa.

“Bu, tadi di sekolah, Ila membahas tentang rencana masa depan. Ila sudah memutuskan mau ambil jurusan apa saat kuliah.”

“Oh ya? Jurusan apa itu, Nak?”

“Psikologi, Bu. Ila sangat tertarik dengan teori-teori dan ilmu kejiwaan, Bu.”

WERODITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang