BAB 31

70 5 0
                                    

Indonesia, 4 April 2026

Suasana rumah sakit masih terlihat sibuk walaupun langit sudah gelap. Langkah-langkah orang berkain putih meninggalkan jejak di dinginnya lantai keramik di malam hari. Namun semangat mereka harus tetap seperti bangun di pagi hari.

“Naila, akan ada seseorang yang ingin bertemu denganmu malam ini,” kata salah seorang staf di rumah sakit tempat Naila bekerja.

“Malam ini?”

“Ya, sepertinya ia sudah berada di ruanganmu sekarang,” kata staf itu lagi.

Naila baru saja berencana pulang setelah menyelesaikan urusannya bersama salah seorang dokter bedah. Sudah hampir genap dua tahun Naila bekerja sebagai psikolog di salah satu rumah sakit di kotanya. Ia berhasil wisuda di awal tahun 2024 dan mencoba melamar pekerjaan ke luar negeri. Namun semuanya ditolak dan akhirnya setengah tahun kemudian ia berhasil di terima di rumah sakit yang sekarang.

Kaki Naila melangkah dengan yakin menuju ruangannya. Pekerjaannya sebagai seorang psikolog terasa menyenangkan walaupun terkadang terasa sulit. Ia sadar semua pekerjaan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Akan tetapi ia selalu bahagia ketika berinteraksi langsung dan berhasil menyelesaikan keluhan pasien. Untuk itulah, ia masih bersedia bekerja sampai malam seperti hari ini dan nyaris hampir setiap harinya.

Langkah Naila berhenti di ruangan yang bertuliskan ‘Minaila Harmoni, S.Psi.’ di bagian atas pintunya. Ia sempat tersenyum sebelum membuka pintu dan menyapa langsung pasiennya. Akan tetapi bukannya mengeluarkan kata-kata, mata Naila malah langsung membesar karena terkejut melihat sosok yang duduk di depannya.

“A- anda…”

“Selamat malam, Naila-ssi. Saya Seo Jin,” katanya sambil tersenyum. “Mungkin Anda lupa. Saya adalah manajer BST.”

“Ada apa… Anda datang ke sini dan menemui saya?”

“Saya datang mewakili agensi untuk meminta Anda secara pribadi untuk bekerja sebagai psikolog BST.”

“Saya? Tapi… kenapa bisa?”

“Dr. Chan yang menyampaikan secara langsung kepada saya,” kata Seo Jin.

Naila menunduk dan menutup matanya dengan erat. “Maafkan saya, Seo Jin-ssi. Saya tidak bisa lagi kembali ke sana.”

“Kenapa? Saya tau kalau dua tahun yang lalu Anda datang kembali ke Korea walaupun tidak berkunjung ke kantor ataupun apartemen mereka,” kata Seo Jin.

Setelah menamatkan kuliahnya dan ditolak atas lamaran kerja keluar negeri, Naila memang pernah kembali ke Korea untuk menyelesaikan kasus Harvian. Pria itu mendapatkan persidangan ulang. Naila pun diminta hadir sebagai saksi dan keluarga.

Sesampainya di sana, Naila dapat melihat wajah Harvian untuk pertama kalinya sejak kejadian yang sudah menimpanya dulu. Naila memang tidak pernah menemui Harvian bahkan setelah sehat dari amnesianya. Ia terlalu takut saat mengingat kejadian yang membuatnya trauma pergi ke toilet sendirian. Akan tetapi, Harvian tetaplah adik papanya dan sejujurnya, Naila pun tidak membencinya.

Kemudian Naila meminta untuk mengurangi hukuman Harvian sehingga hukumannya akan berakhir dalam dua tahun. Lalu Naila berniat untuk langsung pulang karena sudah pergi dan kembali meninggalkan ibunya sendirian. Tetapi Harvian memohon untuk bisa bertemu dengannya. Ia pun setuju dan menemui pamannya itu untuk pertama kali dan berbincang dengannya.

“Naila, terima kasih,” kata Harvian lemah.

“Saya tau ini semua bukan hanya kesalahan Anda. Anda melakukannya demi adik tiri saya,” kata Naila. “Saya juga tidak membenci Anda.”

WERODITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang