1. Shawn & Seruni

165 26 38
                                    

Di saat orang masih terlelap dan mungkin masih bersiap-siap pergi ke tempat kerja. Seorang lelaki berambut pirang telah menyelesaikan pekerjaannya.

Tak satu pun karyawan-karyawati yang terlihat, kantor benar-benar sepi. Gesekan roda troli berisikan seperangkat alat kebersihan menjadi temannya setiap pukul lima pagi, mengabaikan rumor tentang sosok hantu berjubah putih di koridor yang tengah ia pijak.

"Setan!" teriak Riki saat melihat lelaki itu berdiri di dekat pintu yang hendak ia masuki. Riki merapalkan doa, mencoba mengusir sosok yang ia kira makhluk astral tersebut.

Lelaki berambut pirang itu berdehem, lalu berkata, "Itu tak ada gunanya."

Pria tiga puluh tahun itu menghela nafas lega. "Sialan," kesalnya.

Umurnya memang kepala tiga, tetapi jika berhubung dengan hantu, nyalinya ciut seketika. Hantu lebih mengerikan dari ketahuan chatting dengan tetangganya yang seorang janda oleh sang istri.

 Hantu lebih mengerikan dari ketahuan chatting dengan tetangganya yang seorang janda oleh sang istri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kata orang sesama perempuan saling terkoneksi, tetapi sepertinya tidak untuk sosok Seruni Bae. Wanita duapuluh tiga tahun berwajah khas negeri gingseng itu memiliki sifat terlampau dingin, tak pernah terlihat bersosialisasi. Ia benar-benar menarik diri dari khalayak, menjadi sosok individualis.

"Eh, Greek! Tundukan kepalamu," kesal Riki.

"Shut up," balasnya dingin. Tak ada rasa takut, Shawn juga tidak menundukkan kepala bahkan saat sang direktur menatapnya sekilas.

Siapa yang tidak mengenal Shawn, ia satu-satunya orang eropa di kantor pusat Bae Magazine di Indonesia, perusahaan majalah fashion ternama. Ditambah penampilannya sangat mencolok, kulit putih khas orang eropa, rambut pirang dan tubuh tinggi menjulang. Ia sering dikira sebagai salah satu model asing, padahal kenyataannya Shawn hanyalah seorang pekerja part time.

"Kalau ada sesuatu terjadi, jangan membawa-bawaku, tanggung sendiri akibatnya," ucap Riki memperingati.

Riki menarik rambut pirang Shawn yang mulai memanjang, rasanya ia ingin menjambaki rambut lelaki itu hingga tak tersisa. Mengingat ia masih di lingkungan kerja, Riki pun mengurungkan niatnya. Ia tak ingin menghancurkan reputasinya sebagai manajer marketing yang terkenal tegas dan tidak segan melontarkan kata-kata pedas. Sayangnya, ketegasannya tidak berlaku pada Shawn. Malah Rikilah yang merasa kesal.

"Greek, kamu dipanggil Bu Seruni," ucap Cantika, staf editor. Sekaligus, salah satu jajaran wanita yang jatuh ke dalam pesona lelaki berdarah Yunani itu.

Greek, sapaan akrab Shawn di lingkungan tempatnya bekerja, itu berdasarkan dirinya yang memang berkebangsaan Yunani. Ia datang ke Indonesia untuk menghindari seseorang, ah---lebih tepatnya tengah bersembunyi.

Riki melipat tangannya di depan dada. "Apa kubilang, masalah nendantangimu!"

Shawn menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Apa ada kenaikan upah?" ucapnya dengan wajah nyaris tanpa ekspresi.

Riki menghela nafas sambil menatap jengah lelaki itu. "Koneksi otakmu sangat lancar mengenai uang, huh?"

"Hmm...."

Riki mengelus dadanya pelan, beristighfar dalam hati. Meruntuki, entah bagaimana bisa lelaki yang lebih muda darinya itu tak mempunyai urat malu dan rasa takut. Ditambah sopan santunnya yang terkadang membuat ia sebagai sesama lelaki merasa malu sendiri.

"Bu Seruni bukan tipe orang yang suka memanggil siapapun ke ke ruangannya, jadi...," ujar Cantika ragu-ragu.

Shawn menganggukkan kepala, mengerti. "Kita tidak akan pernah tahu tanpa mencari tahu."

Ia memutar knop pintu perlahan, sedangkan Cantika menunggu di luar. Sekali lagi, tak sedikit pun rasanya takut dan khawatir atau pun sekedar mencemaskan tentang kemungkinan ia akan di pecat.

"I dont care." Kalimat itu mengiringi langkahnya menuju meja kerja Seruni Bae, atasan barunya. Shawn tak menampik, ada berbagai pertanyaan yang membayanginya. Apa wanita muda itu benar-benar menarik diri dari khayalak?
Sangat dingin hingga tidak ingin terlibat di lingkungan sekedar bersosialisasi?

Ia tak ingin berspekulasi, apalagi ikut mengurusi hal-hal tidak penting. Namun, sosok Seruni yang misterius langsung menarik perhatiannya.
Wanita itu bukanlah orang asing, bukan pula seorang teman. Keduanya bertemu beberapa kali secara tak sengaja, tentunya tanpa tegur sapa. Apalagi berbasa-basi. Seruni selalu pergi tergesa-gesa, layaknya menghindari.

"Jadi ada apa, Bu?" Shawn melipat kedua tangannya sebatas dada, tatapannya selalu tajam seperti biasanya.

Seruni memutar kursi kebesarannya. Netra mereka bertemu sesaat, lalu salah satu dari mereka membuang pandang.

"Entahlah," jawab Seruni atas pertanyaan Shawn barusan.

Shawn mengernyit heran. Lalu keheningan terjadi di antara keduanya. Tak satu pun dari mereka yang terlihat ingin membuka obrolan.

Seruni nampak kembali menatap layar laptopnya. Shawn berdehem, tetapi Seruni tak bergeming.

"Alright!" Sebelum kakinya melangkah keluar, sebuah kata singkat terucap. Kata yang tak pernah ia ucapkan kesembarang orang secara tulus. "Maaf."

Tak lupa menundukkan punggungnya seperti sikap orang Korea memberikan hormat kepada atasan mereka. Lalu pergi sambil memikirkan dirinya yang begitu aneh hari ini.





Bersambung
27-1-2020

ILY SERUN! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang