Fifteen: Panicky

18 7 3
                                    

Bermacam alat medis penopang hidup terpasang di tubuhnya. Ia benar-benar sendiri saat ini, tak ada satupun yang memberitahu bahwa ia sakit kepada anggota keluarganya.
Satu-satunya pengunjung adalah orang yang tidak di sangka akan datang. Ia Shawn yang datang menjenguknya setiap hari, entah itu pagi, siang maupun malam hari.

Ini sudah hari kedua, Jason tak kunjung sadarkan diri. Detak arloji menambah rasa tak karuan, Shawn merasa gelisah berada di ruangan itu sendirian. Ia seperti menunggu antara hidup atau mati seseorang.
Namun, tiba-tiba ia teringat sesuatu. Sesuatu untuk melancarkan rencananya malam ini. Malam ini kedua aliansi akan berkumpul di hotel Vacate, yang turut dihadiri dua aktris dan sutradara ternama.
Saat ia berbalik ingin pergi, suara lemah Jason menghentikannya.

"Adi ... he did it ... he ... try to kill me...." Suara lemah Jason begitu menyayat hati, matanya masih tertutup. Namun, mulutnya terus meracau mengucapkan kebenaran. Shawn tak mengenal dekat siapa Jason, mereka hanya saling mengetahui nama tidak lebih. Tetapi itu tak penting saat ini.

"I will do it for us."

Tarissa dan Hana duduk di balkon, keduanya siap turun ke lobi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tarissa dan Hana duduk di balkon, keduanya siap turun ke lobi. Hanya saja mereka merasa malas melakukannya.

"Eonnie, apa kamu pernah membayangkan mereka membalas dendam?" tanya Tarissa membuka obrolan.

Hana menatap wanita yang lebih muda enam bulan darinya itu. "Aku harap mereka tidak melampaui batas, tapi ... semua itu memungkinkan."

Rasanya mereka tak tahu caranya menghadapi itu. Apa harus mencegah, marah atau mendukung. Keduanya bahkan tidak bertatap muka selama hampir sepuluh tahun.
Tetapi tanpa mereka sadari, pertemuan dari masa lalu dan masa kini akan bertabrakan. Entah membawa luka lama atau baru.
Apakah mereka akan menggunakan topeng untuk menutupi luka itu?
Sanggupkah mereka saling bertatap muka dengan dua korban dari masa lalu nan keji?

Ini bukanlah salah mereka, ini hanyalah masalah takdir yang membawa pribadi lain. Merasuk menghilangkan sifat utama, entah itu kebaikan atau rasa peduli. Rasa sakit yang begitu membutakan, terkadang membuat keduanya sulit untuk berpikir secara logis.

Lalu mereka yang bersatu menjadi sebuah aliansi keji, sadarkan waktu untuk mereka menipis?
Sempatkah mereka bertobat atau sekedar meminta maaf dengan tulus?
Harta semakin menarik kedalam ranah keserakahan. Waktu yang diberi sang Tuhan tak dihiraukan.

Mereka tersenyum menyapa orang-orang kaya-raya yang memadati lobi, balutan pakaian mewah menjadi pertanda siapa yang berkuasa di sini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka tersenyum menyapa orang-orang kaya-raya yang memadati lobi, balutan pakaian mewah menjadi pertanda siapa yang berkuasa di sini. Ah, sungguh pemandangan yang memuakkan. Wanita muda itu terjebak di antara para penjilat, terus berkata manis untuk menarik perhatiannya.

"Menjauh atau aku tak segan menampar wajah busukmu," ancam Seruni kepada seorang pria yang terus menggodanya.

Ia berjalan sambil menahan kekesalan di hati. Seharusnya ia tak terjebak di tempat ini, ia sungguh sangat kesulitan bersosialisasi. Negative thingking, terus saja membuntuti. Walau ia yakin semua orang tak semenjijikan pria itu.

"Come on, let me in." Shawn memutar bola mata malas, meladeni para pria yang bertugas menjaga pintu masuk. Ia dilarang masuk karena tak mengenakan pakaian sesuai dress code, apa pedulinya warna hitam adalah bagian dari dalam dirinya. Ya, ia menyatakan telah masuk kedalam aliansi hitam. Balas dendam itu akan terjadi. Tak ada lagi abu atau putih, yang ada hanyalah kegelapan di hati. Melihat Jason tak berdaya, sisi gelapnya mendominasi. Ia tak peduli apa akan berakhir di balik jeruji atau mati. Penghinaan itu harus berakhir.

Suara shutter kamera dan silaunya flash mengalihkan perhatian kedua pria itu. Shawn menyusup masuk sambil membawa sebuah biola berwarna kecokelatan di genggaman tangan kiri. Malam ini adalah malam yang spesial, tentu saja ia akan mengagetkan semua orang. Sebuah penampilan khusus akan ia persembahkan. Ia berputar mengitari lobi mencari sosok Seruni, berharap ia bisa mengatakan sesuatu sebelum kepanikan terjadi. Sayangnya, Seruni tak kunjung ia temui. Sebagai gantinya Bianca menyadari keberadaannya.

Shawn berlari, menerobos gerombolan pria pembisnis.
Lalu, tak sengaja menabrak seorang pria di dekat stage. "Sorry, my bad."

Pria itu tersenyum. "It's okay."

Shawn menatap pria itu dengan heran, ia merasa tak asing dengan suara dan wajah itu. Ia tahu, pria yang ia maksud adalah James Andreas. Tetapi bukan itu yang mengusiknya.

"Apa kita pernah bertemu?" ucap mereka nyaris bersamaan.
Saat Shawn hendak bertanya lebih banyak lagi, keributan terjadi tak jauh dari posisinya berdiri.

Tepatnya kepada Seruni dan Tasya yang saling melontarkan sindiran tajam. Tasya menarik paksa Seruni ke suatu tempat

"Ternyata kamu punya sisi munafik," ucap Tasya.

Seruni tersenyum miring. "Apa kamu ke sini hanya untuk ini?"

Shawn bersembunyi di balik pilar, mereka hanya bertiga. Tepat di depan sana lima kolam renang indoor membentang.

"Kamu kira aku tidak tahu-menahu? Berita itu menyebar lebih cepat dari yang kusangka."

Shawn menggeram kesal, Cantika tidak menghiraukan ancamannya sama sekali. Waktu menunjukan pukul sembilan, alunan musik klasik telah terdengar. Pertanda acara telah dimulai. Terlambat sudah, kesempatan berlalu begitu saja.

Seruni tertawa remeh. "Bodohnya ... persis seperti sang ibu."

Tasya tersulut emosi, ia dorong Seruni hingga terjatuh ke kolam sedalam tiga meter.

"Keadaan berbali---"

Shawn melemparkan jas dan biolanya kesembarang arah. Tanpa pikir panjang ia melompat ke dalam kolam.

"Krisan!" teriak Tasya.

Seruni tidak ingin berharap, tetapi harapan selalu datang saat kegentingan mendominasi. Samar-samar ia melihat raut wajah Shawn yang tengah panik.

Tasya menatap keduanya tak mengerti. "Jadi kalian ... itu benar-benar terjadi?"

"Ya, kami sudah bertunangan," jawabnya tanpa mengalingkan pandangannya dari wajah Seruni yang tak sadarkan diri.

Tasya tertawa sinis, merasa tak percaya. "Apa buktinya?"

"Like this!"

Mau tak mau Shawn melakukannya, Seruni tak kunjung sadarkan diri. Ia terpaksa melalukan pertolongan pertama dengan cara membuat nafas buatan. Ya, itu artinya secara tidak langsung mereka berciuman.

Tasya menatap keduanya nyaris tak berkedip, ia merasa terhina. Shawn yang ia kenal dengan nama Krisan itu ternyata sangat licik. Lelaki itu telah memanfaatkanya untuk mendapatkan informasi bisnis keluarganya yang tengah kritis atau diambang kehancuran.

Seruni terbatuk, Shawn mengangkat tubuh lemah itu. Lalu, menatap Tasya tajam. "It's over, babe."

Singkat, tetapi mampu membuat Tasya emosi. Namun, ia juga merasa panik, ia takut. Tatapan mata itu, tatapan mata yang sama persis sepuluh tahun silam. Lirikan dingin mengintimidasi.

Ia terduduk lemas, kakinya tak lagi mampu menyanggah tubuhnya.
Ketakutan menjalar hingga ke ujung kaki, serasa menusuk hingga ke tulang.




Bersambung

04-02-20

ILY SERUN! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang