Laki-Laki Penabrak Gerobak

628 100 287
                                    

“Cinta itu termasuk ke dalam Gharizah atau naluri yang tak harus dipenuhi. Tapi, ya gitu, suka bikin galau,” Teh Nadirah dan beberapa anak binaannya tertawa kecil, “Makanya, kalo gak mau galau, perasaan kayak gini, jangan dirangsang. Liatin dia, kepo, stalking, nonton film Korea, ngomongin cinta-cintaan, jodoh-jodohin orang. Kuncinya, inget Allah.”

Aira melirik Evhie di sebelahnya, kemudian menyenggol pundak gadis berkerudung merah muda itu perlahan, “Tuh, Vhie, jangan jodoh-jodohin orang!”.

Evhie menyengir hingga membuat kedua matanya menyipit. Mulutnya membisikkan sesuatu ke telinga Aira, “Abisnya kamu cocok sih sama si Kakak itu, hehe”.

“Syuut, ih Evhie!” Aira mulai sebal pada sahabatnya itu. Namun, cengiran Evhie justru melebar hingga seakan sudut bibirnya nyaris menyentuh kedua telinganya.

***

Gamis panjang milik dua gadis berkhimar lebar seolah menyapu trotoar. Dedaunan yang telah berguguran, memenuhi jalanan, sedangkan langit menggelap. Sudah dua hari cuaca berlangsung mendung, namun tak kunjung hujan turun. Aira menghirup udara sore di Kota Pandeglang, tepat setelah ia menghentikan langkahnya di salah satu sisi jalan dekat gang menuju sekolahnya.

Evhie mendongak, dan seketika merengut. “Dari kemaren teh, cuaca begini aja! Mendung tapi gak hujan-hujan. Mau main ke Kampung Domba aja jadi ga kesampean, gara-gara takut kehujanan. Ck, ih! Ini mah alamat liburan di rumah dah”.

“Astaghfirullah, Evhie. Gak boleh gitu ah! Kita harus bersyukur diberi cuaca sejuk kayak gini. Coba kalo panas, bisa jadi kamu males ikut halqoh kan? Hayooh!!” ujar Aira mengingatkan Evhie.

“Hehe, astaghfirullah akuuu. Tapi kan, Ai, aku jadi liburan di rumah dong, boseeen!”.

“Sebaik-baiknya perempuan, adalah perempuan yang betah di rumah”.

Evhie menggaruk kepalanya yang dibalut kain merah muda lembut, “Iya yah”.

“Iya. Udah ah, tuh angkotnya! Nyebrang yuk!”.

Aira melangkah mendekati sebuah angkot warna abu-abu tua, lalu memasukinya bersama Evhie. Mereka mengambil posisi bersebelahan. Angkot mulai jalan, begitu juga Evhie. Ia mulai menanyakan sesuatu pada Aira.

“Ai, liburan masih panjang ya? Kamu jadi mau ke Gontor ngemudif si Aa kamu?”.

Aira mengangguk, “Insyaallah, Vhie. Kalo kamu mau ikut, boleh kok”.

Evhie tersenyum kecil. Ia kemudian menunduk sembari memainkan kuku-kukunya, “Pengen sih. Tapi, aku takut, Ai,” kepalanya yang menunduk seketika terangkat kembali lalu menatap Aira.

Kening Aira mengernyit, “Takut? Takut apa?”.

“Aku takut sakit jantung. Soalnya kalo aku ke sana kan ya, pasti aku ketemu Aa kamu”.

Kernyitan di kening Aira semakin dalam, “Teruss??”.

“Kalo aku ketemu si Aa, jantung aku suka dugem-dugem kayak sound system hajatan”.

Aira menatap Evhie malas, “Apa sih, Evhie? Kamu suka sama a Rois? Hmm?”.

“Engga! Bukan gitu! A-aku, aku…,” Evhie gelagapan dan tak berani menatap Aira. Membuat Aira justru tersenyum menggoda.

“Bohong itu dosa loh, Vhie!”.

Evhie mendengus kasar dan menatap Aira lekat, “Emangnya kamu mau aku jadi kakak ipar kamu? Engga kan?! Huu!!”.

Aira terkekeh, “Ya Allah, Vhie. Kalo emang kamu jodohnya a Rois, ya aku setuju-setuju aja. Karena emang aku gak bakal bisa apa-apa, kalo nama kamu yang udah tertulis di lauhul mahfudz sebagai kakak iparku. Udah deh, jangan baper”.

[ON GOING] Goresan Larik Cinta Dalam Do'aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang