Seperti menjemput bidadari. Itu sensasi yang Aldam rasakan. Jantung berpacu cepat, napas memburu, rasanya khas sekali. Ini namanya cinta. Sebentar lagi, janjinya beberapa tahun lalu akan ditepati. Sejak pertemuannya dengan Aira di Kampung Damai, bayangan gadis manis itu tak henti-hentinya menghantui. Cintanya pada Aira tak terkikis oleh waktu, tak habis ditelan zaman. Dengan modal yang ia miliki saat ini, membangkitkan kepercayaan diri. Saingannya, Muhammad Zelda entah bagaimana kabarnya. Yang jelas, Aira Putri Molydina akan menjadi pendamping dunia akhiratnya.
Ingatan Aldam mundur, kembali ke malam hari. Saat di mana ayah Aira tiba-tiba meneleponnya, menanyakan kesiapan. Mendengar berita bahwa Aira yang sempat keberatan dan nyaris menolak seketika berubah pikiran, membuat senyumannya mengembang lebar sekali. Tanpa pikir panjang, Aldam sudah tentu menyanggupi. Bayangan wajah Aira sudah di depan mata. Saat itu juga, ia langsung mencari tiket pesawat tujuan Malaysia-Indonesia, dan Allah Maha Penyayang, Aldam dapat.
Memohon do’a restu pada ibu dan abah tidak pernah terlupakan. Tetapi, Aldam melupakan keselamatan. Konsentrasinya terbagi-bagi, ia tak bisa fokus pada jalan raya. Sebuah mobil kontainer melesat cepat, menyalipnya. Aldam terkejut, mobil besar yang sudah berada jauh di depannya terlihat kehilangan kendali. Oleng ke sana ke mari. Pupil mata Aldam melebar. Apa yang selanjutnya terjadi?
Aldam tidak tahu. Yang ia lihat adalah mobil besar itu kini berbalik arah, melaju secepat kilat menuju ke arahnya. Aldam membanting stir. Tetapi sudah terlambat.
“Allahuakbar!!!”.
Dentuman terdengar nyaring disusul oleh sirine-sirine memekakkan telinga. Sekejap saja jalan raya telah disesaki oleh banyak mobil polisi dan beberapa ambulance. Lalu lintas terganggu, macet merapat merajalela. Orang-orang mulai mendekati, menyebabkan hiruk- pikuk. Polisi panik, darah mengalir membasahi ujung sepatu kulit salah seorang dari mereka.
“Ada korban jiwa, evakuasi-evakuasi!!”.
***
“Astaghfirullah!” Aira terjerengkat. Tergugah mendadak dari tidur lelapnya dengan keadaan badan penuh peluh bercucuran. Menatap ke sekitar, Aira menelan saliva, berusaha menetralkan kembali napasnya yang sempat memburu tidak menentu dengan urat leher yang menonjol tegang. Dunia masih gelap pekat, malam masih melekat. Aira menatap jam dinding bundar, pukul 02.00 dini hari. Menarik napas dalam, Aira berusaha bangkit turun dari ranjangnya.
Terbangun karena mimpi buruk, membuat kepalanya sedikit terasa nyeri. Untuk melangkah pun Aira mesti perlahan-lahan. Pandangannya mengabur, sekitarnya bergelombang. Aira menyentuh kepalanya, berusaha bersandar di tembok kamar. Beberapa kali mulutnya meramalkan istighfar, khawatir dirinya diganggu mahluk-mahluk tak kasat mata. Setelah merasa sedikit membaik, ia melangkah keluar kamar, menuju dapur, menenggak dua gelas air mineral.
Terduduk di atas sebuah kursi, di sudut dekat jajaran piring beling, Aira terdiam. Merenung, hening terasa mencuat. Benar-benar tidak ada suara yang terdengar oleh Aira kala itu selain suara detak jantungnya sendiri yang masih berusaha untuk kembali normal. Seketika perasaan tidak enak menyergap, Aira seakan tengah mencemaskan sesuatu, tetapi tidak tahu apa itu. Bangkit dari bangku, Aira menuju kamar mandi, mengambil wudhu.
***
Seorang pemuda tampan tergolek lemah di atas brankar rumah sakit. Terisolasi dalam sebuah ruangan penuh bermacam-macam alat kedokteran. Beberapa orang berbaju hijau, bermasker warna senada mengelilinginya yang disorot sebuah lampu bercahaya putih terang menyilaukan mata. Mata bulat dengan manik indah yang sering memikat hati para wanita kini terkatup. Setiap detik diisi oleh suara dari sebuah alat pendeteksi detak jantung. Sesekali salah seorang yang berada di dekatnya menatap alat tersebut, sebelum akhirnya kembali fokus pada pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[ON GOING] Goresan Larik Cinta Dalam Do'a
Teen FictionIslam itu kaffah. Sempurna dalam mengatur segala tatanan kehidupan. Bukan sebatas bagaimana caranya sholat-menyolati. Tapi juga, menceritakan seperti apa itu mencintai. Tentu cinta dalam kacamata yang sebenarnya. Bukan semata-mata nafsu yang menjelm...