MBIAG #23

5.8K 438 69
                                    

Alina pov.

Sudah beberapa hari ini aku tak melihat nya, entah seperti ada sesuatu yang hilang dari diriku saat mengetahui sosok itu tak menampakan batang hidungnya lagi. Aku tidak tau perasaan apa yang sekarang sedang menyerang ku. tapi jujur, aku merindukannya.

Pagi ini Gita, Mita dan Indah membuat lelucon yang tentunya tak membuat efek apapun terhadapku. Seluruh fikiranku akhir-akhiri ini kacau. Perasaan ku pun ikut campur aduk.

Pagi ini kami berempat berada di dalam kelas ku, mungkin masih sekitar 20 menit lagi menjelang pelajaran di mulai. Dan kami memanfaatkan waktu ini untuk mengosip ria, tapi tidak denganku tentunya. Karena jujur fikiranku tak berada di sini.

Efek dari hal tersebut, aku menjadi gampang emosi dan sering melamun. Mita bahkan sempat terkena getahnya. Aku heran kenapa aku menjadi sosok yang meledak-meledak seperti ini. This is not me!

Aku berharap aku punya jawaban atas apa yang terjadi pada diriku. Aku harap seseorang datang memberitahuku mengenai apa yang terjadi dengan tubuh dan emosiku saat ini. Lama kelamaan, aku bisa menjadi stress dan depresi di buatnya. Aku bahkan sulit berkonsentrasi di kelas dan sering kena tegur guru.

"Linnn! Alinaaa!!" Gita mengguncang tubuhku kuat-kuat seolah aku berhala terbuat dari batu yang harus dihancurkan olehnya.

"Ckkk.. Apaa??" Aku menoleh kearahnya dengan wajah kesal. Salah satu tanganku masih sibuk bertopang dagu dan tangan lainnya iseng membuat coret-coretan tidak jelas di buku tulis milikku.

Sebagai gantinya, Gita balik menatapku dengan ekspresi masam. "Elo kenapa sih? Udah beberapa hari ini lo aneh banget. Gue, Mita bahkan Indah manggilin lo dari tadi. Tapi lo terus ngelamun sendirian seolah kita gak ada."

"Gue gak apa-apa." Aku memalingkan wajahku dari ketiga sahabatku dan kembali meneruskan coretan-coretan tidak jelas yang aku buat sejak tadi.

"Bohong! Gue tahu lo lagi ada masalah. Ada sesuatu yang ganggu lo? Lo gak pernah kaya gini sebelumnya Lin." Ucap Indah menambahi.

"Gue baik-baik aja." Sergahku cepat

"Indah bener. Lo sama sekali gak baik." Mita yang sejak tadi berdiam diri kini juga ikut menimpali. "Lo sakit? Kita bisa anterin lo pulang kalau lo mau."

Pulang? Rumah adalah satu-satunya tempat yang paling tidak ingin aku datangi saat ini. Jika berada disana, akan lebih sering bagiku mengingat moment moment masa dulu tentang aku dan dia. Jujur aku takut akan perasaan ini, semakin hari perasaan ini semakin membuat ku gila. Aku benci hati ini yang hanya berdetak untuknya, aku benci.

Kenapa aku sejengkel ini? Kenapa aku mendadak jadi begitu emosi seperti ini? Aku tidak pernah kesal dan marah pada seseorang sebesar yang kurasakan saat ini.

"Gua baik-baik aja, gua cuma kepikiran sama tugas yang di beri pak Aldo tempo lalu?" dustaku memberi sedikit senyum kearah Mita, Indah dan Gita.

"Lo yakin? Gua rasa gak kalo cuma masalah tugas dari Pak Aldo. Ada yang lo sembunyiin kan dari kita? Lo bisa cerita sama kita klo lo mau?" Mita langsung memberondongiku dengan pertanyaan-pertanyaan yang enggan untuk aku jawab.

"Gua gak papa guys, serius deh" ucapku.

"Uh.. Oke. Tapi kalau lo punya masalah, lo bisa cerita sama Kita, Lin. Kita siap dengerin masalah lo. Kalau kita bisa, kita juga akan bantu cariin solusinya. Bukannya itu gunanya sahabat?" Aku bisa merasakan tatapan Mita menatap tajam padaku.

"Bertahun-tahun gue, Indah dan Gita kenal sama lo, kita gak pernah ngeliat lo se-aneh ini. Bahkan saat lo putus dengan Marvel dan mantan-mantan lo yang lain.

MY BOYFRIEND IS A GIRL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang