Teman (atau) Rival?

59 4 0
                                    






"Tapi, kenapa pak?" Tanyaku.

"Dia bukanlah orang yang bisa kamu percaya" sahutnya.

Apakah iya? Tapi mana mungkin sampai seserius itu?


Sebelumnya, setelah aku mengabarkan bahwa Laptop dan Kameranya sudah ditemukan ke grup panitia, setelahnya Ketua OSIS memberitahukan kepadaku bahwa pagi ini Kepala Sekolah ingin menemuiku.

Karena itu sekarang aku sedang di ruang kepala sekolah, setelah menjelaskan bagaimana kronologi aku mendapatkan kembali barangnya, namun dia malah berkata padaku.

"Faris itu hanya berpura-pura di depanmu. Semua itu hanya rekayasanya"

Secara logika, mungkin saja.

Tapi tangan Faris sampai berdarah begitu, dan dia benar-benar memukul orang dengan sangat keras.

Kalau begitu ceritanya, rekayasanya terlalu berlebihan. Lagipula dia bukan aktor.


"Aku tidak mempercayaimu, pak.." jawabku.

"Ya terserah jika kamu gak percaya. Pada waktunya kamu akan tau."

"Apa bapak ada buktinya?"

"Ya. Kamu bisa lihat riwayat hidupku, aku pernah mengajar di SMP yang sama dengannya.."

"Tapi..."

"Cukup. Silahkan tinggalkan ruangan saya.."







Sekarang hari ke-3 dari Petisi, tidak ada yang spesial. Tapi pagi hariku sudah dimulai dengan kurang baik, seseorang yang baru saja aku kagumi, dibilang hanya berpura-pura.



Apa seleraku yang terlalu rendah?


Atau memang aku yang mudah ditipu?






Hari itu berjalan lancar saja, melupakan fakta bahwa kemarin kita semua panik karena lengah, yang menyebabkan barang berharga dicuri. Yang masalah bukan barangnya, tapi perilaku kleptomania itu lah yang bahaya.

Seharian ini aku terus memperhatikan Faris, aku penasaran apakah benar kata kepala sekolah. Dia terlihat sangat mahir bermain bulu tangkis, terlihat sangat bersemangat, terlihat seperti orang baik-baik.

Saat aku sedang melamun memikirkan Faris, tiba-tiba seseorang mencolek pundakku dari belakang.

"Rey?"

Ya, dia adalah Hana.

"Ada apa?" Tanyaku.

"Kamu nanti engga sibuk kan?" Balasnya.

"Ah, engga. Kenapa?"

"Nanti pulang bareng yuk.." pintanya dengan terlihat malu-malu.

Aku lalu tersenyum, "iya nanti kita pulang bareng.."

"Yes! Kalau begitu nanti kita makan burger yuk! Aku lagi pengen.."


Benar juga, kemarin aku tidak pulang bersamanya. Pastinya dia merasa kesepian, karena aku mengurus barang yang hilang itu.

Dasar, pacarku yang manja.


Hari mulai semakin berubah menjadi jingga, aku lalu membereskan alat-alat dokumentasi dan memastikan semua barangnya aman hingga ditaruh ketempat semula.

Setelah mengunci ruangan yang menyimpan alat, aku langsung pergi menuju gerbang sekolah di mana Hana menungguku. Kami lalu berjalan untuk mengunjungi restoran cepat saji yang terkenal akan burgernya yang enak.

implicit : it's just you and meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang