Siapa (dan) mengapa?

52 3 0
                                    





Bukannya aku tidak bersyukur, tapi rasanya ayahku lah yang terlalu memaksakan dirinya. Dia terlalu mengikat diri dengan uang, bahkan di saat seperti ini yang dipikirkannya hanya lah citranya.

Ayahku adalah manajer salah satu perusahaan yang selalu keluar kota dengan seribu urusan sibuknya itu, bahkan saat liburan dia hanya beberapa hari pulang, setelah itu pergi lagi. Tetapi, hari ini dia pulang. Membawa kabar buruk, berserta kepanikannya.

Ayahku diberhentikan sebagai manajer, tanpa tahu alasannya. Karena itu lah daritadi ayahku ribut sendiri, panik seperti dunia akan berakhir besok dan belum sempat bertaubat. Aku dan ibuku hanya diam saja mendengarkan.

Untuk sementara, aku meninggalkan apartemenku. Ibuku memintaku untuk menemaninya, lagipula sebentar lagi seharusnya aku membayar sewanya, namun karena keadaan begini, aku tidak bisa apa-apa.

Seperti kuduga, Rey datang ke apartemenku dan tidak menemukanku. Aku sudah bilang padanya bahwa aku akan tinggal di sini untuk sementara waktu. Rey memahaminya dan mengajakku untuk jalan malam ini.











Ayahku tidur lebih awal, mungkin karena stres memikirkannya, karena itu aku bisa menyelinap keluar untuk bertemu Rey.

Aku dan Rey pergi ke toserba yang cukup terkenal bagi anak muda yang ingin menghabiskan waktu di sana. Kami memesan kopi dan makanan. Rey pasti sadar, bahwa aku lagi-lagi terlihat seperti tidak mempunyai semangat hidup.

"Kamu kenapa lagi, sayang?" Tanya Rey.

"Gapapa kok, cuma pusing aja.." sahutku.

"Masih capek dari puncak ya?"

"Iya, kayaknya begitu.."

Rey lalu menggenggam tanganku, "Yaudah selesai makan, kita langsung pulang ya.., kamu istirahat.."

"Iya.." jawabku dengan tersenyum kecil.



Seperti kata Rey, setelah selesai makan, Rey mengantarkanku kembali ke rumah ibuku. Kami tidak banyak berbicara, aku hanya terdiam saja, tidak mampu untuk berkata-kata.

Ingin rasanya aku mengungkapkan semua hal yang kurasakan, tapi aku tidak mau merepotkan Rey. Sampai saat ini Rey sudah banyak direpotkan olehku. Namun karena itu aku hanya terdiam dan memendam semua ini sendirian.






Apa aku salah tidak jujur dengannya?







Kalau aku bilang, apa Rey akan mau membantuku?








Belum sempat berkata apapun, Rey sudah pergi dari hadapanku. Tinggal aku seorang di depan pagar rumah ibuku, aku segera memasuki kembali masalah yang menimpa keluargaku. Aku memang tidak bisa lari dari itu, tapi aku juga tidak bisa membantu apalagi menyelesaikan masalahnya.

Aku kembali ke kamar lamaku dan segera tidur untuk melupakan masalah ini sejenak. Ya, hanya sejenak. Karena saat bangun hari keesokkan harinya, beban itu makin menumpuk di kepalaku. Begitu juga dengan lusa dan lusa berikutnya, bagaikan keluargaku sedang berada di siklus terendahnya.























°°°°°
Setelah seminggu tidak keluar rumah, banyak pesan masuk yang bertanya-tanya keadaanku. Walaupun sebenarnya semua pesan itu berasal dari grup geng Novi, Amanda, Ayu, Febi dan aku. Aku memang tidak membalas pesan digrup, karena itu lah mereka mengirim banyak pesan kepadaku. Aku sedikit lega, mereka khawatir kepadaku.

Tiba-tiba ponselku berdering, siang hari bolong ini Rey menelfonku. Ya, wajar sih. Sudah seminggu aku tidak memberi kabar padanya.

"Halo?"

implicit : it's just you and meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang