Chapter 1

9K 501 13
                                    

Saat itu menjelang tengah malam, ketika seekor burung hantu cokelat gagah mengetuk lembut kaca jendela kamar milik seorang gadis bernama Hermione Granger yang tengah tidur lelap dengan seluruh badan tertutup selimut. Di kaki burung hantu tersebut terikat sebuah gulungan perkamen rapih dengan pita hitam licin membebatnya.

Menyadari bahwa ada bunyi ketukan, gadis yang sedari tadi mendengkur lembut segera bangun dan buru-buru mengerjap. Ia terlalu waspada semenjak kepulangannya dari Hogwarts untuk liburan musim panas. Tangannya hendak meraih tongkat sihir yang ia sembunyikan di bawah bantal, namun sepersekian detik kemudian mengurungkan niatnya setelah tahu sumber bunyi berasal.

Selain dari Harry dan Ron, belum pernah ada orang lain yang mengirimkan surat untuknya selama ini. Dapat disimpulkan dari burung hantu yang tengah terbang dan ber-uhu lembut di luar jendela. Ia tidak mengenali burung hantu itu. Hedwig berwarna seputih salju dan Pidwidgeon ukurannya lebih kecil. Gadis itu sedikit ragu, namun pada akhirnya membiarkan burung hantu tersebut masuk dan bertengger anggun di atas tumpukan buku.

Hermione masih memandangi burung hantu tersebut dengan pandangan curiga. Segera saja ia melepaskan surat dari kaki si burung yang langsung terbang kembali dan menghilang dengan sekejap seolah ditelan kegelapan malam. Itu berarti sang pengirim surat tidak mengharapkan balasan dari Hermione.

Setelah melepas pita hitam bagus yang membebat gulungan tersebut segera saja Hermione dihadapkan dengan tulisan panjang kurus rapih yang tidak ia kenal. Jelas ini bukan dari Ron maupun Harry.

Dear Hermione Granger

Kuharap kehadiranmu di Little Burghe pada Kamis malam.

Salam,

DM

Kamis malam, artinya besok. Hermione membolak-balik perkamen kecil tersebut dan membacanya berulang kali. Siapa penyihir yang ingin bertemu dengannya di lingkungan muggle, meskipun kini dunia muggle sama gentingnya dengan dunia sihir.

Semenjak berita kemunculan kembali Voldemort di Kementerian Sihir tersebar luas, para Pelahap Maut kini terang-terangan merekrut anggota secara paksa maupun suka rela. Selain itu mereka juga mulai melakukan pembunuhan dan penculikan kepada para Muggle tak berdosa dan penyihir yang dianggap berpihak kepada selain Voldemort. Kekacauan di dunia sihir melebar hingga seolah tak ada batas pembeda antara dunia muggle dan dunia sihir.

Huru-hara tersebut sangat meresahkan Hermione. Mengingat orang tuanya adalah Muggle yang mengetahui seluk-beluk dunia sihir. Apabila terjadi sesuatu kepada keluarganya, Hermione belum mampu melakukan sihir apapun di luar lingkungan Hogwarts karena ia masih berusia 16 tahun, meskipun kini Kementerian mengendurkan peraturan tersebut apabila ada keadaan genting terjadi.

Kembali kepada permasalahan surat yang entah dari siapa. Banyak sekali pertanyaan di benaknya kali ini. Yang ia ketahui hanya satu fakta, yakni si pengirim surat adalah penyihir. Itu saja. Tetapi siapa dan apa maunya. Rasanya ingin sekali ia menceritakan hal ini kepada Ron dan Harry.

DM. Inisial sang pengirim yang tertulis di akhir surat sempat ia acuhkan. Mata Hermione terpejam rapat berusaha mengingat siapa saja orang yang dikenalnya yang memiliki inisial DM.

"DM? Mungkinkah... Draco Malfoy?" bisik Hermione. Namun otaknya seolah terbagi dua setelah nama tersebut muncul. Jika iya apa yang ia inginkan, dan jika tidak lalu siapakah DM?

Hermione dan Draco adalah musuh bebuyutan sejak tahun pertama di Sekolah Sihir Hogwarts. Draco dengan koloni Slytherin-nya sangat membenci Harry Potter dan teman-temannya, termasuk Ron Weasley dan Hermione Granger. Draco bahkan pernah mengatai Hermione dengan sebutan Mudblood atau Darah-Lumpur karena kelahirannya sebagai seorang Muggle yang memiliki kemampuan sihir. Bagi Hermione, Draco Malfoy maupun anak-anak Slytherin lainnya adalah mimpi buruk yang ingin ia hindari.

Draco Malfoy: The Boy Who Has No ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang