Chapter 16

1.5K 180 30
                                    

"Jelaskan padaku sejauh mana rencanamu berjalan!" pinta Hermione dengan tegas.

Dirinya dan Draco sedang berdiri berdua di tengah gerbong Prefek yang kosong. Ia menatap Draco dengan marah sembari berkacak pinggang. Pandangannya galak dan bossy seperti biasa saat menuntut paksa sebuah jawaban.

Semalam, seusai Draco berbincang dengan Snape, ia memutuskan untuk tidak kembali ke Pesta Slughorn. Pun dengan Hermione, yang langsung berlari menuju kamarnya di Menara Gryffindor sebelum Snape berhasil menarik tuas pintu dan mendapati kehadirannya sedang mencuri dengar perbincangan rahasia. Entah mengapa ia merasa marah dengan Draco setelah itu. Tentu ia tidak berharap Draco berhenti melakukan misinya, jelas tidak mungkin. Tetapi kenyataan bahwa Draco diam-diam telah menyusun rencana membuat hatinya sakit dan menolak untuk menerima keadaan Draco saat ini.

Sebenarnya bukan itu yang membuat Hermione khawatir, tetapi lebih karena pada saat itu Hermione mendapati bukan hanya dirinya yang mencuri dengar, melainkan Harry juga. Harry memutuskan kabur dari pesta untuk mengikuti Draco dan Snape sama seperti yang Hermione lakukan. Pemuda itu tak tahu tentang keberadaan Hermione, karena pada saat itu ia sedang bersembunyi dengan cerdik di balik baju zirah. Tetapi Hermione menyadari kehadirannya ketika bagian bawah jubah Harry tersingkap dan menunjukkan sepasang kaki tanpa tubuh yang familiar mengendap-endap tanpa takut ketahuan.

"Aku sama sekali tak tahu apa maksudmu, Granger." Draco menghela napas panjang. "Aku tahu kau marah kepadaku karena telah meninggalkanmu sendirian di pesta semalam. Jadi aku minta maaf, oke? Aku janji akan menebusnya lain kali dengan sesuatu yang lebih menarik dibanding pesta bodoh itu."

"Bukan itu yang sebenarnya kupermasalahkan, Malfoy," kata Hermione, masih memandang galak Draco. "Aku tahu kemana kau semalam, dan aku mendengar hampir seluruh perbincanganmu dengan Snape. Demi Godric! Kini aku mulai paham dengan semua ini. Sumpah-Tak-Terlanggar—aku tahu apa maksudnya itu. Dan Snape menggunakannya untuk bersumpah melindungimu—ini pertanda buruk."

"Kau—mencuri dengar? Itu bukanlah sikap terpuji, Granger, dan manusia cerdas sepertimu tahu itu," dentum Draco. Suaranya menggelegar memenuhi gerbong, membuat Hermione terpaksa merapalkan mantra Muffliato ke arah pintu.

"Baiklah, sekarang aku yang minta maaf. Tetapi jujurlah kepadaku, Malfoy, sebenarnya sejauh mana kau telah melangkah?" kata Hermione berusaha setenang mungkin. Ia mulai sadar, api tidak akan padam jika dilawan dengan sesama api.

"Kenapa kau terkejut?" tanya Draco, menghindari pertanyaan Hermione yang sedari tadi mendesak. "Sudah dari awal kau tahu tentang diriku, tentang misiku, Granger. Apa yang kau harapkan? Apa kau berharap aku akan berhenti begitu saja? Tentu tidak."

"Aku tahu," kata Hermione dengan nada meninggi. "Tetapi entah mengapa mengetahui kau tengah melanjutkan misi membuat hatiku sakit."

Draco mengusap lembut ujung kepala Hermione secara naluriah. "Kalau begitu sebaiknya kau tak usah tahu dan jangan pernah mencari tahu, oke? Anggap saja tidak ada misi apa pun yang kulakukan. Kita hanya perlu hidup normal, sebagai remaja biasa."

Hermione memandang pemuda di hadapannya dengan perasaan campur aduk. Ia muak, tetapi ia juga tak ingin menjauh. Perasaan tersebut sungguh menyiksa hati kecilnya. Di satu sisi tak mungkin ia mendukung penuh rencana Draco yang hendak membunuh Profesor Dumbledore, tetapi di sisi lain pun ia tak mungkin meninggalkan Draco begitu saja terjerumus semakin dalam oleh siasat Voldemort. Penyihir bak ular itu telah menghancurkan hidup orang-orang terkasihnya—termasuk Draco.

"Kau yakin hendak meneruskan ini semua?" tanya Hermione. Maniknya terus menghujam milik Draco dengan tajam, berusaha menggali bukan melalui Legilimency, melainkan dengan bahasa non-verbal.

Draco Malfoy: The Boy Who Has No ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang