Pertempuran melawan Pelahap Maut menjadi semakin sengit. Banyak anak-anak sudah mulai keluar dari asrama masing-masing demi mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Suasana menjadi semakin tegang dan riuh. Para Auror dari luar sudah mulai berdatangan. Meskipun jumlah Pelahap Maut kalah banyak, namun kemampuan sihir hitam mereka cukup untuk menangkis penyerangan.
Beberapa anggota Orde Phoenix juga turut hadir segera. Diantaranya: Nymphadora Tonks, Remus Lupin, Bill dan Kembar Weasley—yang tadi sudah bertemu dengan Ron dan Hermione di pintu masuk. Mereka bergabung dengan para profesor dan staf yang getol mencegah Pelahap Maut untuk menerobos masuk kastil lebih dalam.
Setelah diberitahu Neville tentang Draco, Hermione tak lagi peduli dengan perang yang semakin bergejolak di sekelilingnya. Saat ia berlari, beberapa kali mantra dan kutukan berdesing melewati telinganya. Namun semua hal itu tidak berpengaruh. Yang ada dipikirannya saat ini hanya Draco seorang. Draco-lah orang pertama yang harus ia selamatkan malam ini.
Hermione berlari hingga membelok ke koridor lantai tujuh dekat Kamar Kebutuhan berada. Tanpa ia sadari, Luna telah bergabung bersamanya karena melihat ia berlarian sendirian tanpa alas kaki. Luna merasa khawatir kepadanya.
Dan benar saja. Kata hati Hermione tidak salah. Draco betulan ada di dekat ruangan itu bersama Bellatrix. Tampak tidak bermaksud untuk masuk ke dalamnya atau melakukan suatu hal. Mereka hanya lewat, dengan Draco memegang sebuah benda yang tidak asing bagi Hermione. Sebuah tangan berkeriut aneh yang sempat ia lihat di toko Borgin and Burkes.
"Draco!" Hermione memanggil menggunakan nama depan pemuda itu.
Yang dipanggil pun menoleh dengan terkejut. Bellatrix turut berbalik sambil menyeringai lapar. Hermione disusul Luna berlari mencoba mendekat. Namun dengan jarak yang sudah cukup dekat, tanpa peringatan apa pun, Draco melempar sebuah gumpalan hitam ke arah mereka yang menyebabkan mereka tidak bisa melihat sama sekali, terselubung dalam kegelapan yang pekat. Hermione dapat mendengar Luna berucap "Lumos", tetapi tidak ada yang terjadi. Ia pun mencoba, dan hasilnya nihil. Mereka seperti berada dalam ruangan paling gelap di bumi, yang bahkan cahaya apa pun takkan mampu bisa menembusnya.
Hermione diam mematung, tidak berani lari atau berteriak. Kegelapan seperti ini cukup membantunya menyembunyikan diri dari Pelahap Maut, akan tetapi dengan risiko yang cukup besar. Ia tak tahu dimana Draco dan sudah pergi kemanakah ia.
Saat Hermione mencoba meraba dinding terdekat di sebelahnya, tiba-tiba ada sebuah tangan ringkih yang menggenggam lengannya. Ia mengira bahwa tangan itu adalah milik Luna, tetapi sebelum ia mengatakan apa pun, suara berat Draco menggelitik telinganya.
"Granger, pergilah!"
Hanya dua kata. Setelah itu ia merasa keningnya dikecup lembut oleh seseorang yang pasti adalah Draco. Kecupan itu sangat singkat dan pemuda itu langsung lenyap begitu saja. Genggaman tangannya sudah tak lagi terasa. Hermione merasa ingin menangis.
"Hermione!" Luna memanggil. "Apa yang terjadi?"
"Kita harus lari, tak peduli jalan ini akan membawa kita ke mana," ajak Hermione. "Ayo! Ikuti suaraku, Luna!"
Dan Hermione berlari melawan kegelapan. Benar-benar gelap hingga ia merasa buta. Tidak ada petunjuk apa pun, entah mengenai benda yang ada di hadapannya atau dinding batu yang mungkin akan menghadangnya.
Butuh waktu cukup lama bagi Hermione dan Luna untuk berhasil lolos dari koridor tersebut, melewati kegelapan yang masih terlihat membumbung menyelimuti. Mereka bersandar di dekat sebuah patung sembari mengatur napas.
"Apa itu?" tanya Luna, masih memandang koridor tadi yang kini menjadi gelap gulita.
"Bubuk Kegelapan Instan dari Peru," kata Hermione. "Barang dagangan Fred dan George. Malfoy menggunakan itu untuk membuat kita terhambat dan kehilangan jejaknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Draco Malfoy: The Boy Who Has No Choice
Fanfic[COMPLETED] "Aku ingin kau membantuku," ucap Draco pada akhirnya. Draco menyingkap lengan kemeja sebelah kiri. Betapa terkejutnya Hermione mendapati tanda berbentuk tengkorak dengan ular yang terjulur keluar dari mulutnya terukir jelas di lengan pem...