"Hermione..."
Suara Parvati berhasil membuat mata Hermione terbuka. Rasa pusing masih kerasan menetap di kepalanya.
"Ini sudah hampir waktu makan malam. Sebaiknya kau mandi dan bersiap untuk pergi ke Aula Besar," kata Parvati dengan lembut. "Kau mau kutunggu atau—"
"Tidak! Terima kasih, Parvati. Aku akan mencari Harry dan Ron terlebih dahulu. Kau boleh pergi bersama yang lain," ujar Hermione dengan suara serak. Tulang-tulang dalam tubuhnya terasa luluh lantak tanpa sebab, seperti baru dihantam oleh benda seberat ratusan kilogram.
Parvati menatap Hermione dengan khawatir. "Apa kau oke? Kau tampak pucat, Hermione."
Mungkin pengaruh dari beban pikirannya, duga Hermione. Bagaimana tidak, sebelum ia tertidur, ia masih sempat menangisi Draco Malfoy. Tidak heran jika ia terbangun dengan kondisi sakit seluruh badan.
"Aku baik-baik saja," Hermione berusaha meyakinkan Parvati, walaupun nada suaranya mengatakan hal yang sebaliknya, "jangan mengkhawatirkanku! Sungguh, aku baik-baik saja."
Parvati menghela napas panjang. "Baiklah. Kalau begitu, sampai nanti!"
Hermione tersenyum menanggapi. Parvati telah menghilang di balik pintu kamar yang kembali menutup, meninggalkan Hermione seorang diri. Teman-temannya yang lain sudah berangkat lebih awal. Ia merasa agak malas untuk membersihkan diri, pun pergi ke Aula Besar untuk makan malam.
Namun, Hermione kembali teringat dengan hal yang ingin ia bicarakan dengan Harry. Mau tak mau ia harus turun dari tempat tidurnya dan mencari pemuda berkacamata itu dengan segera. Jika bisa, ia akan memberitahu Harry sebelum makan malam dimulai. Pemuda itu harus segera tahu. Karena, jika memang semua yang Draco Malfoy bicarakan benar, ini akan menjadi bencana besar. Hogwarts tak lagi aman, dan cepat atau lambat perang akan meletus di tempat ini.
Seusai membersihkan diri dan berganti pakaian, Hermione turun. Sesampainya di Ruang Rekreasi, ia mengedarkan pandangannya, mencari pemuda berkacamata dengan rambut hitam legam dan bekas luka yang khas. Namun, nihil. Ia tidak melihat sosok itu di sudut mana pun Ruang Rekreasi.
"Hermione!" sapa suara yang sangat familier.
Ron Weasley baru saja turun dari Kamar Anak Laki-laki. Ia turut mengerling sekeliling, mengikuti apa yang tadi Hermione lakukan.
"Kau mencari siapa?" tanyanya.
"Harry. Kalian berdua—sebenarnya. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus kalian tahu. Di mana ia?"
"Oh," Ron menggaruk rahangnya tanpa alasan. "Ia pergi sejak tadi. Kami sebenarnya ingin mengajakmu dalam rencana ini. Harry baru memikirkannya setelah keluar dari Kantor McGonagall tadi, dan kupikir ini adalah rencana paling brilian untuk mendapatkan kenangan Slughorn. Tapi, yeah, Parvati bilang kau sedang tidur dan tampak sakit. Jadi kami memutuskan untuk melaksanakan rencana ini tanpamu."
Ron mengajak Hermione duduk di sofa favorit mereka dekat perapian. Kemudian ia menceritakan dengan rinci, tentang awal mula ide yang berasal dari Harry. Pemuda itu tiba-tiba kepikiran ingin menggunakan Felix Felicis untuk mendapatkan kenangan Slughorn.
"Tapi aku tak mengerti," kata Ron. "Setelah minum ramuan itu, ia berkata akan pergi ke Pondok Hagrid, alih-alih menemui Slughorn."
"Apa?" Dahi Hermione mengkerut.
"Aneh, kan? Aku curiga jika yang ia minum bukan Felix Felicis, melainkan Sari Kegilaan."
Hermione tampak cemas mendengar cerita Ron. Terlebih lagi peraturan semakin diperketat pada malam hari. Siswa-siswi Hogwarts tidak diperbolehkan pergi ke area luar kastil tepat sebelum waktu makan malam. Hermione pun tak tahu kapan Harry akan kembali. Khawatir jika pemuda itu akan melewati jam malam dan terhitung melanggar peraturan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Draco Malfoy: The Boy Who Has No Choice
Fanfic[COMPLETED] "Aku ingin kau membantuku," ucap Draco pada akhirnya. Draco menyingkap lengan kemeja sebelah kiri. Betapa terkejutnya Hermione mendapati tanda berbentuk tengkorak dengan ular yang terjulur keluar dari mulutnya terukir jelas di lengan pem...