Chapter 32 || Klan Valentine ||

2.1K 131 9
                                    

Henrietta memutuskan untuk tidak langsung pulang sehabis dari rumah Andrew. Cewek itu memaksaku untuk segera pulang ke rumahku. Alasannya sederhana. Henrietta ingin berbicara denganku. Hanya berdua, katanya.

Rumah Henrietta mungkin berada dalam lingkungan tetangga yang aman, tapi rumah itu ditulis atas namanya, membuat rumah itu menjadi area abu-abu bagi vampire. Mereka bisa masuk tanpa diundang, dan Henrietta tidak ingin mengambil resiko itu.

Menurut yang dikatakan Henrietta. Binatang buas alias vampire yang menyerang Paman Keith sudah dekat ke dalam wilayah Rosenfeld, yang artinya membuat kota kecil ini tidak aman lagi. Apalagi untukku, keluargaku atau teman-temanku.

Tidak lupa juga, Henrietta menghubungi Elijah dalam perjalanan pulang dari rumah Andrew. Bukannya aku tidak ingin Elijah datang, tapi melihat reaksi Henrietta mengetahui kalau vampire liar itu sudah mendekati wilayah Rosenfeld, reaksi Elijah pasti akan lebih buruk dari apa yang ditunjukkan Henrietta.

Beruntung orangtuaku sedang tidak ada di rumah saat ini. Ibuku masih ada di rumah Andrew, mencoba menenangkan Bibi Alice yang sedang membutuhkan ibuku. Ayahku berada di kantor polisi, mengadakan rapat bagaimana cara mereka menangkap binatang buas yang sedang berkeliaran memangsa warga setempat.

Aku ingin sekali mengatakan pada ayahku kalau apa yang ia dan rekannya lakukan tidak akan membuahkan hasil. Seberapa banyak mereka menangkap binatang buas, serangan akan terus terjadi. Tidak sampai binatang buas yang sebenarnya tertangkap.

Seberapa besar ingin aku memberitahu ayahku, aku tidak bisa. Seperti manusia, vampire memiliki hukumnya sendiri. Vampire tidak boleh mengatakan identitas mereka pada manusia atau manusia itu akan mendapatkan konsekuensinya. Manusia itu akan dibunuh atau dirubah menjadi seperti mereka.

"Kau ingin teh, kopi atau air putih?" aku bertanya pada Henrietta sambil mengambil gelas dari rak di lemari perabot. Aku menengok menatap Henrietta yang tidak menjawabku. Keningnya mengernyit seperti dirinya banyak memikirkan sesuatu di kepalanya. "Henrietta?" panggilku sekali lagi, kali ini lebih kencang dari sebelumnya.

Henrietta tersentak, ia menatapku seperti rusa yang tertangkap lampu kendaraan yang melintas. Sepertinya pikirannya tidak sedang bersamaku tadi. "Teh tidak apa," katanya sebelum kembali pada dunianya lagi.

Aku mengernyit tapi tetap melakukan apa yang dimintanya. Aku mengganti gelas dengan cangkir. Aku mengambil teh khusus yang diberikan Nana untukku, memasukkannya satu sendok sebelum menyeduhnya dengan air panas. Aku membawa dua cangkir teh ke meja makan dimana Henrietta duduk menungguku. Setelah meletakkannya di atas meja, aku kembali ke meja dapur untuk mengambil gula pasir. Aku tidak tahu seberapa kadar rasa manis yang disukai Henrietta pada tehnya.

"Henrietta?" panggilku pelan. Aku melambaikan tanganku tepat di depan wajah Henrietta untuk mendapatkan perhatiannya, tapi sepertinya ia memang sedang berada dalam dunianya sendiri. "Kau tidak apa?"

Henrietta kembali tersentak kaget begitu aku memegang bahunya. "Ada apa?" ia menatapku bingung, membuatku balik mengernyit menatapnya. "Oh, tehnya sudah jadi. Terima kasih, Zoey," ucapnya. Henrietta menambahkan dua sendok gula ke dalam cangkir tehnya.

Sambil mengaduk tehnya, pikiran Henrietta kembali berkabut, aku bisa melihatnya melalui matanya. Henrietta adalah orang yang tidak gampang menunjukkan emosinya, sama seperti Elijah.

"Di sini sudah tidak aman lagi, kau tahu itu 'kan?" Henrietta menatapku dengan tatapan bertanya, ekspresinya keras menungguku untuk menjawab pertanyaannya dengan jujur. Aku mengangguk. "Secepat mungkin kau harus tinggal bersama Elijah," ucapnya dengan kalem.

"Lagipula, cepat atau lambat kau pasti akan memimpin klan Valentine bersama Elijah," sambungnya. Namun, secepat perkataan itu keluar, penyesalan terlihat jelas di wajahnya, seperti itu adalah rahasia yang tidak boleh dikatakan. Setidaknya untuk saat ini.

Claimed by the Vampire KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang