Nicole langsung masuk ke kelasku tak lama setelah bel istirahat berbunyi. Tanpa mendengar protesku, cewek itu langsung menyambar tasku dan membawanya. Aula sangat ramai, banyak murid yang berebut ingin segera istirahat, entah menuju kantin atau tempat lainnya. Aku kira Nicole akan membawaku ke kantin, tapi ia malah menuntunku masuk ke kamar mandi cewek.
Sebelum sempat aku bertanya kenapa kami di sini, Nicole berbicara duluan. "Bibi Marley memintaku untuk mengingatkanmu," katanya. Nicole mencari-cari sesuatu di dalam tasnya, saat ia menemukannya aku langsung tahu itu apa.
"Tentu," kataku mendengus. Ibuku memang orang yang sangat perhatian. Saat aku sakit, ibuku adalah yang paling ingat kapan aku harus minum obat, aku sendiri saja bisa lupa saat aku harus minum obat.
Nicole terkesiap ketika aku mengangkat kaosku ke atas, menunjukkan luka memar dengan warnanya yang menjijikkan. Aku bersumpah, warnanya semakin hari semakin jelek dan aku tidak suka itu. Mata Nicole membeo dengan mulutnya yang terbuka. Waktu Nicole menjengukku, ia belum sempat melihat bagaimana lukaku, tidak heran kalau ia bereaksi seperti ini.
"Sialan, Zoey," Nicole mengumpat pelan, aku melotot tajam padanya. Aku tidak suka mendengar orang-orang di dekatku mengumpat kata-kata kotor. "Itu sangat buruk. Tidak heran kalau Paman dan Bibi khawatir setengah mampus," sambungnya.
"Bahasamu itu, Nicole." Aku mengomelinya sambil menggeleng tidak suka. Nicole memberiku senyum malu-malu sebelum mengucapkan maaf.
Nicole menyuruhku untuk duduk di wastafel sementara ia mengunci pintu kamar mandi, jaga-jaga supaya tidak ada yang masuk. Aku sudah duduk manis saat Nicole menghampiriku, ia membuka tempat kecil yang kuyakini adalah vervain yang sudah disiapkan Nana untukku.
Sesekali aku meringis sakit ketika jari Nicole mengolesi luka memarku dengan herbal pemberian Nana. Memang rasanya sudah tidak sesakit kemarin, tapi tetap saja sakit. Nicole sangat hati-hati mengolesinya, takut menyakitiku.
Nicole terlalu serius mengolesi luka memarku, ia membungkuk dan matanya hanya fokus pada lukaku. Sementara aku hanya fokus pada rasa sakitnya, berusaha agar tidak meringis setiap kali jari Nicole menyentuh lukanya. Kami berdua terlalu fokus dengan apa yang kami lakukan sampai kami berdua tidak mendengar suara toilet yang disiram.
Hingga terkesiap terdengar tak jauh dari aku dan Nicole.
Aku dan Nicole membeku seketika. Tangan Nicole yang digunakan untuk mengoles berhenti di udara, tubuhnya kaku. Aku menunduk tidak ingin tahu siapa yang ada di kamar mandi selain kami berdua. Aku tidak mau menjelaskan pada orang lain tentang luka memarku.
"Apa yang terjadi padamu, Zoey?" aku langsung mendongak mendengar suaranya. Sebelum melihat siapa aku sudah tahu dari suaranya. Kimmy berdiri tak jauh dari kami, mulutnya terbuka tidak percaya. Matanya menunjukkan padaku kalau ia peduli dan penasaran apa yang terjadi padaku.
Aku langsung menurunkan kaosku cepat, menutupi luka memarku dari pandangan Kimmy. Aku tidak ingin ia melihatnya lagi. Nicole dengan canggungnya menutup tempat yang berisi vervain lalu memasukannya ke dalam tasnya kembali.
Kami bertiga dilanda keheningan. Tidak ada satu dari kami yang berbicara, hanya deru napas yang terdengar. Ketukan kaki Nicole di lantai juga tidak membantu, itu malah menambah semuanya jadi lebih canggung.
"Bukankah ini canggung?" Nicole berniat untuk menggumam, tapi aku dan Kimmy mendengarnya, kami berdua menatap Nicole aneh. Merasa ditatap, Nicole melirikku dan Kimmy lalu ia membuang muka, rona merah di pipinya tidak terlewatkan olehku begitu saja.
"Bukan apa-apa," kataku menjawab pertanyaan Kimmy tadi. Mataku menatap kemana saja kecuali Kimmy, dan cewek itu tahu kalau aku berbohong padanya. Kimmy mendekatiku, aku melihat keraguan di matanya. Cewek itu takut padaku, tapi ia berusaha untuk mengesampingkan rasa takutnya. Aku tidak tahu apa yang membuatnya takut padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Claimed by the Vampire King
VampirBerawal dari menemukan mayat misterius, hidup Zoey tidak bisa dibilang normal lagi. Satu per satu rahasia mulai muncul ke permukaan. Makhluk yang dikiranya hanya ada pada mitos, mulai datang menemui dirinya.