"Aku menanti cukup panjang. Menahan kerinduan yang mendalam. Sampai akhirnya aku benar-benar pulang."
☘☘☘
Anel menyeret kopernya ogah-ogahan. Dirinya baru saja tiba di bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sudah terbiasa berterbangan, Anel sama sekali tidak merasa jetlag. Meski perjalanan Paris-Jakarta cukup jauh dan bagi orang-orang baru sangat melelahkan, Anel tidak merasa begitu. Anel lelah berjalan, mengambil ponselnya di saku baju. Tidak menelpon ke nomor salah satu temannya, Anel malah menelpon salah satu restoran terkenal di Jakarta. Tidak lama telepon terhubung.
"Halo, dengan Fastco Company Restaurant disini. Kami menyediakan semua jenis makanan. Jadi--"
"Alah bacot lo Sya. Jemput gue di bandara tolong!" Anel sedikit bernada tinggi di telepon.
"Eh siapa lo?" Tasya mengerutkan kening di tempatnya.
"Mentang-mentang udah gue tinggal lama, lupa lo sama gue."
"Anel ya, ya ampun udah lama ya. Gue juga hampir lupa lo sahabat gue."
"Bacot, udah cepat jemput." Sambungan telpon diputus sepihak oleh Anel.
Mood Anel seketika jelek akibat ucapan Tasya. Padahal asal Anel tahu Tasya hanya bercanda. Seharusnya Anel juga tahu itu. Mungkin benar sudah lama dengan kehidupan asing, Anel lupa beberapa dari karakter sahabatnya sendiri. Tetapi tetap perasaan yang saling terhubung dengan sahabat itu tidak akan hilang. Karena kemana pun kita pergi sahabat mungkin menjadi salah satu hal yang sering kita rindukan. Melihat banyak kenangan yang kita lakukan bersamanya.
Anel lelah terus menunggu dengan berdiri. Kakinya sudah seperti jelly yang begitu lemas. Jadi Anel memilih duduk di salah satu bangku yang ada di luar dekat dengan bandara. Sesekali Anel memegangi lehernya yang telah kering. Dan Anel mengutuk kakinya yang tak sanggup lagi untuk digerakkan.
Anel mulai tidak tahan oleh godaan angin sepoi-sepoi. Dirinya sudah setengah sadar dengan tetap mempertahankan posisi duduk. Bayangkan ada beberapa pasang mata yang melihat ke arah Anel dengan tatapan sedikit ilfeel melihat Anel yang terkantuk sampai kepalanya lama lama menunduk ke bawah. Saat itu pula tanpa Anel sadari seseorang pria yang mengenakan masker hitam serta topi hitam mendekati sosok Anel yang tertidur.
"Gak berubah lo Nel, masih gemes aja pengen nabok."
Pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah seorang Ajril Fadli. Ciri umumnya ialah dia salah satu pengusaha muda yang sedang naik daun dan banyak digandrungi banyak wanita saat itu. Ajril duduk di tepi bangku sebelah kiri. Memperhatikan wajah Anel yang tertidur dengan pulasnya. Padahal tidak biasa sekali melihat Anel tertidur di tempat umum seperti ini. Kecuali karena wanita itu bosan. Baru saja Ajril ingin membangunkan, Anel sudah terbangun dan langsung mengucek matanya. Dan ya, Anel terkejut dengan sosok pria di sampingnya.
"Siapa lo?" Anel refleks duduk menjauh.
Di balik maskernya Ajril tersenyum. Tanpa mengatakan apa-apa Ajril langsung membuka maskernya. Tentu saja dengan senyum lebar yang ia tujukan pada Anel.
"Ajril," Anel menyerukan nama pria di sampingnya. "Ngapain sih lo pake masker sama topi gituan. Kayak artis aja."
"Memang gue artis kok. Lo aja yang gak update."
"Bodo amat, mau lo artis atau enggak tetapkan gue gak akan balik sama lo." Meski Anel bercanda, ternyata bagi Ajril itu cukup menggores hatinya.
"Siapa juga yang berharap lo balik ke gue." Ajril segera menggeret koper Anel, sementara Anel berjalan di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fragment (Golden Tree The Series Two)
ChickLitGolden Tree The Series 2 Apakah kita bisa percaya cinta seseorang akan tetap sama dari waktu ke waktu? Aku rasa tidak akan ada yang begitu. Ini tentang karir, cinta, mengikhlaskan dan takdir.