2. I'm Different

14 6 6
                                    

Satu minggu setelah hari pelepasan sekolah, Sarah merasa canggung setiap keluarganya tengah berkumpul. Ingin sekali dia berkata namun entah mengapa menjadi sangat sulit.

Saat ini, gadis itu sedang berjalan mondar mandir di kamarnya sembari menggigit kuku-kuku jari tangannya. Memikirkan waktu yang tepat untuk membicarakan keinginannya kepada kedua orang tuanya. Ya. Gadis itu memutuskan untuk mencoba saran Rena. Menyampaikan satu keinginan kecil yang membuat masa depannya menjadi menyenangkan.

Seketika ponselnya yang disimpan di atas nakas pun bergetar tanda ada panggilan masuk. Itu dari Anggi. Dengan malas Sarah menggeser tombol berwarna hijau di layar ponselnya dan menempelkan benda persegi panjang itu di telinga kirinya.

"Ra?" Panggil Anggi dari seberang sana.

"Iya."

"Jam lima sore kamu gak ada kegiatan kan?"

"Engga. Kenapa Ma?"

"Kita dinner yuk. Mama udah booking tempatnya. Nanti alamat restonya mama share. Pake baju yang menurut kamu nyaman aja tapi yang rapih ya."

"Iya. Yaudah aku mau mandi dulu."

"Kamu belum mandi? Astaga anak gadis sore-sore masih belum mandi. Gimana ini? Jorok ih!"

"Ehehe.. Mager tadi aku."

"Mandinya cepet ya. Mama tau kamu dandannya lama."

"Iyaa Mamaa."

Sarah mendengkus kasar. Rencana apalagi yang dibuat Ibu tirinya itu? Biasanya kalau Anggi menelepon, pasti ada hal penting yang mau kedua orang tuanya bicarakan. Apa ini waktu yang tepat? Mungkin saja. Semoga suasana hati Anggi dan Anton sedang baik hari ini jadi Sarah bisa menyampaikannya dengan tenang.

Gadis itu berjalan menuju kamar mandi yang masih berada di kawasan kamarnya. Berendam di bathup sambil bernyanyi dengan rintikkan air yang jatuh dari shower yang membuat tubuhnya sedikit rileks.

Memang tidak boleh bernyanyi di kamar mandi dan Sarah tau itu. Hanya saja dia ingin sedikit menenangkan diri sebelum perdebatan panjang akan terjadi. Mungkin.

Lima belas menit di kamar mandi, akhirnya gadis itu keluar dengan balutan handuk kimono dan rambut yang basah. Masih sambil bersenandung ria, Sarah memilih gaun dari dalam lemari lalu memakainya.

Setelahnya gadis itu mengoleskan skincare pada wajahnya, salah satu tahap yang tidak boleh dan tidak pernah Sarah lupakan setelah mandi dan beraktifitas. Sama seperti perempuan lainnya.

Satu jam berlalu, gadis itu telah selesai berdandan dan berpakaian. Rambutnya juga kini sudah rapih dengan bandana cantik yang bertengger di kepalanya. Perfect.

Sarah tipe gadis yang tidak menyukai high heels, jadi dia memakai sepatu kets. Meski high heels memang cocok dipadukan dengan gaun selutut yang tengah gadis itu pakai.

Dirasa siap, Sarah pun memesan ojek online. Tenang. Dia tidak memesan dengan kendaraan bermotor, melainkan mobil.

Sepanjang perjalan, gadis itu memusatkan seluruh pikirannya kepada Yang Maha Kuasa. Mulutnya terus komat-kamit untuk berdoa. Untuk pertama kalinya gadis itu akan menjadi keras kepala di depan kedua orang tuanya sendiri.

Melawan ucapan orang tua memang durhaka tapi ini sudah kelewat batas. Sarah tidak mau hidupnya seperti terpenjara lagi. Dia juga ingin keluar dari penjara yang dibuat orang tuanya itu. Seperti burung yang keluar dari sangkar dan terbang bebas di langit. Meski banyak pemburu yang mengarahkan senapannya pada burung tersebut, tapi burung itu tidak takut karena dia yakin bisa melewatinya. Begitu juga dengan seorang Sarah Ardinatha.

My Polar Bear [Choi Beom Gyu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang