s i e b e n

329 53 4
                                    

Untuk memperingati hari raya Tahun Baru Imlek dan Hari Kasih Sayang alias Valentine, sekolah pun akan mengadakan perayaan kecil-kecilan. Dan tentu saja yang paling sibuk untuk mempersiapkan itu adalah para anggota OSIS. Yujin, yang baru beberapa bulan dilantik sebagai sekretaris 2 pun ikut dilanda berbagai kesibukan yang mau tidak mau membuat dia jarang kelihatan bersama Wonyoung.

Seperti saat ini, Wonyoung terpaksa makan bekalnya sendirian di kelas karena Yujin masih harus mengurus berbagai hal. Tenang, bukannya dia anti sosial atau semacamnya. Hanya saja, dia merasa keramaian tidak terlalu cocok untuknya.

Sambil melamun, dia mulai memakan roti isi coklat kesukaannya.

"Lo gak keluar?"

Wonyoung menoleh. Dohyon yang duduk di pojok kelas menatapnya dengan ekspresi tak terbaca.

"Keluar?"

"Iya, ke kantin? Atau ke kelasnya gebetan lo?" tanya Dohyon tanpa berniat menurunkan pandangannya.

Wonyoung menggeleng. "Yujin lagi ada urusan, jadi gue disini aja."

"Gak punya temen selain Yujin?"

Dohyon merasa pertanyaannya tepat sasaran. Karena rona wajah Wonyoung mulai berubah. Agak kurang nyaman dengan pertanyaan yang diajukan padanya.

"Temen aku banyak kok, Do. Tapi yang benar-benar menganggap aku teman juga cuma beberapa aja." Sangat jelas terdengar nada getir di suaranya.

Kini, gadis itu menatap balik Dohyon. "Kamu sendiri gimana? Keliatannya cuek dan apatis, tapi ternyata kamu bisa cepat akrab sama orang lain?"

"Apatis?"

Wonyoung langsung merasa bersalah, apa kata-katanya terlalu kasar ya?

"Uhm maksud akuㅡ"

"Santai. Udah biasa kok orang lain pada ngira gue begitu. But they only know my name, that's all."

"Maksudnya?" tanya Wonyoung tak mengerti.

Dohyon tersenyum pahit. "Hanya karena mereka tahu nama dan sedikit kisah hidup gue, mereka bersikap seolah-olah mereka yang paling tahu siapa gue. Lomba-lomba nge-judge gue tanpa peduli faktanya."

Wonyoung dalam hati membenarkan perkataan Dohyon. Tentu saja banyak yang mau menjadi teman Wonyoung, hanya saja pasti dibalik itu, mereka punya kepentingan sendiri. Sama sekali tidak tulus. Tak jarang, mereka menjatuhkan Wonyoung di belakang padahal gadis itu rasa dia tak pernah bersikap buruk pada mereka.

"Jang Wonyoung," panggil Dohyon dengan suara beratnya.

Gadis itu menoleh dan menatap Dohyon bingung. "Kenapa, do?"

"Makasih."

"Untuk?"

Dohyon menggeleng kecil. Lalu, melenggang pergi keluar kelas entah kemana. Wonyoung yang ditinggal sendirian hanya menatap punggung Dohyon yang kian memudar seiring semakin jauhnya jarak pemuda itu dengannya kini.

Dohyon memelankan sepeda motornya begitu pemandangan rumah bercat coklat terang itu terlihat oleh netranya. Seperti biasa, keadaan rumahnya sepi bagai tak berpenghuni. Dengan langkah berat, dia turun dari motornya sambil membawa kantung plastik berisi makanan kesukaan mamanya, sate ayam.

"Dohyon pulang!" teriaknya sambil melepas sepatu yang ia kenakan.

Tidak ada balasan, ataupun tanda-tanda kehadiran siapapun. Meski begitu, Dohyon tetap mengecek semua sudut rumahnya berharap mamanya ada di sana. Nihil, mamanya tak terlihat di mana pun.

DoppelGängerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang