Setelah susah payah berjalan dari minimarket ke rumahnya, akhirnya Wonyoung berhasil manapaki teras rumahnya yang entah kenapa terasa kosong. Dengan berat hati, dia melangkah masuk. Pokoknya, dia harus segera minta maaf pada Dohyon soal kejadian tadi.
Begitu masuk, dia langsung disambut oleh tatapan menyelidik Yujin. "Lo darimana nyo?"
"I-itu, mampir ke minimarket, sebentar doang kok." Tunggu, kenapa Wonyoung jadi gugup begini?
Yujin menghela nafasnya frustasi. Dia memilih duduk kembali di meja makan, menenangkan diri. Walau, tadi rencananya adalah memarahi Wonyoung. Tapi, mana tega?
Wonyoung buru-buru menyusul Yujin dan duduk di sebelahnya. "Jin, ada apa sih?"
"Lo abis ketemu Haruto kan?" tanya Yujin.
Wonyoung agak terkejut, harusnya tadi dia meminta Dohyon untuk merahasiakan pertemuannya dengan Haruto. Omong-omong dimana Dohyon?
"Iya." Sebelum kalimatnya dipotong Yujin, Wonyoung buru-buru menambahkan. "Tadi gak sengaja ketemu, cuma ngobrol sebentar kok."
"Nyo, bisa gak sih sehari aja hapus Haruto dari otak lo?" Nada suara Yujin mulai meninggi.
"Kenapa?"
"Dia gak peduli sama lo. Dia cuma butuh lo buat tujuan tertentu. Dia gak tulus. Bahkan dia menolak buat jadi temen lo kan? Apa coba tujuannya tiba-tiba jadi sebaik itu lagi sama lo? Dia itu gak pantes buat lo!"
Kali ini, Yujin benar-benar marah. Bahkan, Minhee yang biasanya bisa meredakan amarah Yujin pun enggan mengganggu percakapan kedua sahabat itu. Meski tetap berjaga, siapa tau Yujin meledak dan lepas kontrol.
Wonyoung diam. Matanya mulai berair. Dia ingin membela diri, tapi bahkan untuk mengangkat kepalanya saja dia tidak mampu.
"Lo pikir gue gak tau apa yang udah dia lakuin ke lo? Lo pikir gue sebodoh itu?" Tak jauh berbeda dengan Wonyoung, air mata sudah membasahi wajah Yujin. "Kenapa sih lo masih aja terobsesi sama seseorang yang udah hampir bikin loㅡ"
Yujin tidak menyelesaikan perkataannya, dan mulai terisak. Dia benci, dia benci ketidaktahuannya tentang peristiwa buruk yang pernah menimpa sahabatnya. Dia benci kenyataan dia tidak bisa melindungi Wonyoung waktu itu. Dia benci pernah menganggap Haruto orang yang tepat untuk Wonyoung.
Tubuhnya terasa tak bertenaga dan hampir saja tersungkur di lantai kalau Minhee tidak sigap memeganginya. Sementara itu Donghyun mendekati Wonyoung dan menuntunnya ke kamar.
"Nyo, jangan dimasukin ke hati. Yujin cuma lagi emosi," kata Donghyun sambil mengusap-usap punggung gadis itu berusaha menenangkan.
"Enggak, ini emang salah gue," balas Wonyoung sambil mengusap air matanya.
"Lo di sini dulu. Tunggu sampai Yujin tenang, baru kita ngobrol di bawah." Donghyun hendak melangkah keluar ketika bajunya ditarik Wonyoung, membuatnya menoleh.
"Dodo mana?" Suaranya serak, mengingatkan Wonyoung pada suara Dohyon sebelum dia pergi tadi.
"Nanti kita ngobrol di bawah. Gue turun dulu ya. Mandi sana, lo acak-acakan banget."
Perlahan Donghyun melepas pegangan tangan Wonyoung dari bajunya dan bergegas keluar membantu Minhee yang sedang menenangkan Yujin.
Wonyoung hanya bisa melamun di kasurnya. Semuanya. Semuanya adalah salah Wonyoung. Pikirannya melayang pada kejadian yang baru terjadi selang beberapa menit yang lalu, bersama Haruto.
ㅡ
"Kamu mau main gak ke rumah aku? Kamu belum pernah kan main ke rumahku setelah pindah? Aku kangen sama kamu."
Haruto tersenyum manis. Setelah sekian lama, Wonyoung akhirnya menyaksikan senyum itu lagi.
"Uhm, tapi emang gak apa-apa?" tanya gadis itu ragu-ragu.
"Gak apa-apa dong, aku kan tinggal sendiri. Gak akan ada yang terganggu."
Jawaban pemuda itu membawa kembali memori menakutkan yang selalu menghantui Wonyoung. Saat dia hampir kehilangan dunianya, saat dia tak mampu untuk melawan.
Namun, segelap apapun memori itu, Wonyoung tidak bisa menolak Haruto. Dia terlalu menyayangi pemuda itu. Obsesi? Iya, Wonyoung memang terobsesi pada Haruto.
"A-aku izin sama Yujin dulu ya." Wonyoung mengeluarkan ponselnya berniat menelepon sahabatnya itu.
"Jangan. Jangan bilang Yujin." Entah angin dari mana, Haruto langsung merebut ponsel Wonyoung dan menatapnya tajam. "Ngapain izin sama Yujin? Emang dia siapa? Mama kamu?"
"Dia kan udah kayak kakak aku, Haru." Gadis itu kembali memanggil pemuda berdarah Jepang satu ini dengan nama panggilannya bertahun-tahun lalu.
"Jadi, kamu gak mau temenan sama aku lagi?" Kalimat yang Haruto lontarkan untuk beberapa alasan lebih terdengar seperti ancaman daripada sebuah pertanyaan.
"Bukan gitu.." Wonyoung berusaha meraih tangan Haruto. "Aku mau ke rumah kamu, tapi jangan sekarang oke?"
"Alah, gak usah! Lo emang sama aja dari dulu. Gak guna!" Haruto bangkit berdiri dan meninggalkan Wonyoung begitu saja.
Wonyoung berusaha mengejar, tapi yang dia dapat hanya runtutan kata-kata makian. Semudah itukah menyumpahi seorang gadis yang sudah memberikan hati, uang bahkan hampir tubuhnya untuk Haruto? Kenapa dia selalu membuat Wonyoung merasa tak berharga?
Akhirnya, Wonyoung menyerah. Dia memilih duduk di trotoar dan menangis. Mengeluarkan semua rasa sesak yang memenuhi dadanya.
ㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
DoppelGänger
RandomI see myself in you, you see yourself in me. ©wondroous, Jan 2020.