Piano

897 49 3
                                    

Harry POV:

Aku baru saja bangun dan duduk di dapurku. Hari ini aku tidak ada kegiatan apapun dan sedang malas pergi kemana-mana. Tapi sore nanti aku sudah punya janji makan malam bersama Val. Tiba-tiba aku mendengar suara bel berdering. Siapa yang datang ke flatku pagi-pagi ini? Jangan bilang ini Roxy. Tapi mungkin saja bukan Roxy mengingat gadis itu pasti akan langsung menyelonong masuk ke flatku karena dia sudah hapal passwordku. Aku selalu lupa mengganti passwordku.

Aku membuka pintu dan kaget begitu melihat Roxy berteriak "boooo!" tepat di depan mukaku. Roxy tertawa melihat ekspresi kagetku.

"Tumben kau tahu aturan sopan santun dalam bertamu. Biasanya kau kan langsung masuk saja ke flatku."

"Tadinya aku ingin seperti itu. Tapi kau pasti tidak suka." Roxy tersenyum lebar padaku.

"Oke, baiklah. Sekarang kau mau apa?"

"Aku sedang bosan. Hari ini kan weekend dan kita berdua sama-sama tidak ada kerjaan. Jadi aku ingin main-main saja di sini."

Tanpa aku persilakan Roxy sudah masuk duluan ke flatku. Lihat gadis ini, baru saja bisa bersikap sopan memencet bel dulu sebelum masuk dan sekarang dia sudah lupa tata aturan bertamu.

"Kau tidak kemana-mana hari ini?" Roxy bertanya padaku.

Aku mengangkat bahu. "Tidak. Hanya saja nanti sore aku ada janji dengan seseorang."

Roxy langsung membalikkan tubuhnya menghadapku. "Seseorang? Siapa? Jangan bilang seorang gadis."

Aku menatap Roxy dan diam sejenak sebelum menjawab pertanyaanya. "Well, sebenarnya seorang gadis. Tapi kami hanya berteman." Aku agak heran dengan diriku sendiri, mengapa aku harus menambahkan embel-embel "kami hanya berteman" pada Roxy? Bukankah lebih baik jika gadis ini tahu bahwa aku akan mengajak seorang gadis yang bernama Val yang sudah lama aku kejar-kejar. Siapa tahu jika Roxy mengetahui hal ini dia akan berhenti merecoki dan mengejarku setiap saat. Tapi aku tidak suka dengan ide itu. Entah mengapa aku ingin Roxy tahu bahwa Val hanya temanku. Oh Tuhan, semoga ide ini datang bukan karena aku mulai menyukai Roxy. Itu tidak mungkin. Aku hanya mencintai Val sejak dulu dan gadis itu sepertinya pelan-pelan mulai menyukaiku juga. Apalagi Val setuju saat aku mengajaknya merayakan malam natal bersama keluargaku di Holmes Chapel.

Roxy hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Tiba-tibanya Roxy berjalan mendekati pianoku yang terdapat di sudut flatku. Gadis itu menekan tuts-tuts piano dengan jemarinya. Nada yang keluar terdengar teratur dan tidak asal-asalan. Aku menatap Roxy tidak percaya, apakah dia bisa bermain piano? Aku tidak menemukan kecocokan antara kepribadian Roxy yang menyebalkan dengan keahlian bermain piano.

"Harry, kau bisa bermain piano, huh?"

Aku menggelengkan kepala. "Tidak bisa."

Roxy menatapku heran. "Kalau tidak bisa, kenapa punya?"

Aku mengangkat bahu. "Sempat ingin belajar. Tapi sepertinya aku tidak akan pernah mahir. Piano sama sekali bukan bidangku." Sejujurnya aku ingin belajar bermain piano agar bisa membuat Val terkesan. Val menguasai berbagai jenis alat musik, salah satunya piano. Tapi aku selalu gagal dan akhirnya menyerah setelah mencoba belajar selama satu bulan. Sekarang piano ini hanya menjadi pajangan saja di flatku.

Roxy menyunggingkan senyumnya. "Piano itu mudah kok."

"Memangnya kau bisa?"

Roxy duduk di depan pianoku, jemarinya terampil memainkan nada-nada yang terdengar sangat indah di telingaku.

"Well, mom dulunya adalah seorang pianis yang hebat. Aku masih ingat samar-samar saat aku masih kecil, mom selalu memainkan lullaby untukku dengan piano kami. Aku belajar bermain piano agar aku bisa sehebat mom. Selain itu aku juga ingin menghibur serta mengobati rasa rindu dad kepada mom. Tapi setelah mahir, aku tidak terlalu sering lagi bermain piano, kecuali pada saat-saat istimewa, pada hari ulang tahunku, ulang tahun dad, ulang tahun mom untuk mengenang beliau, atau saat natal." Roxy bercerita panjang lebar.

Fate & Love (h.s) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang