5

3.3K 278 11
                                    

Api yang berkobar memantul di kedua bola mata Maia. Wanita itu tersenyum puas melihat tenda pasukan Romawi dilahap oleh kobaran api yang semakin tinggi. Panah-panah api terus menghujani perkemahan mereka. Sambil duduk di atas kudanya, Maia menyaksikan para prajurit yang malang itu berlarian berusaha menyelamatkan diri dari kebakaran.

"Mereka tidak akan diam setelah kita melakukan perbuatan curang semacam ini, mereka pasti akan membalas" ucap Dreyden.

Maia mendengus, "Hanya jika mereka dapat bertahan dalam jumlah yang cukup, tentu saja mereka akan membalas"

"Untuk sekarang kita tidak perlu takut karena kecil kemungkinannya bagi mereka dapat selamat dalam jumlah yang banyak, tapi jika mereka mengirimkan sejumlah pasukan lagi agar perang tetap berlanjut maka kita harus bersiap-siap" sahut Kaan.

Mata Maia masih memandang lurus api yang berkobar. Dia tahu perang tetap akan terjadi, bangsa Romawi akan mengirimkan sejumlah pasukan lagi ke medan perang, tapi setidaknya jumlah pasukan mereka sepadan dengan jumlah pasukan yang Maia punya. Maia tidak ingin mengambil resiko akan kalah, dia akan melakukan segala cara demi mempertahankan kerajaannya.

Puas menyaksikan rencana mereka yang berjalan dengan sempurna, Maia, Kaan, dan yang lain memutuskan untuk kembali ke istana dengan kuda mereka masing-masing. Maia menunggangi kuda kesayangannya, Zoro, kuda Arab berwarna hitam yang ia dapatkan sebagai hadiah. Kuda itu Maia serahkan kepada salah satu pengawalnya begitu ia tiba di istana.

Maia sedang membuka jubahnya ketika Kaan dan para pria yang lain yang berada di belakangnya baru saja tiba. Kaan melompat turun dari kudanya dan menitipkan kuda itu kepada seorang pengawal agar ditaruh di istal. Ia menghampiri Maia yang terlihat sedang menunggunya sambil bersandar pada salah satu pilar, kecantikan wanita itu tak berkurang meski sekarang ia dalam balutan pakaian berkudanya.

"Kau bersenang-senang?" tanya Kaan, tahu Maia merasa sangat puas setelah melihat perkemahan pasukan Romawi berubah menjadi lautan api.

"Sangat" jawabnya, "Ini adalah malam terindah yang aku rasakan setelah sekian lama"

"Benarkah?" Kaan meletakkan satu tangannya pada pilar yang disandari oleh Maia, ia membawa tubuhnya mendekat pada sang ratu kemudian berkata, "Aku harap suatu saat nanti aku dapat menjadi bagian dari malam terindah yang pernah kau rasakan"

Sudut bibir Maia terangkat naik mendengar rayuan itu. Meletakkan kedua telapak tangannya di atas dada Kaan yang bidang, Maia meremas lembut pakaian yang lelaki itu kenakan dan menarik Kaan untuk menghimpit tubuhnya, "Kenapa menunggu nanti ketika kau dapat melakukannya sekarang?"

Sepasang alis Kaan bertaut, menerka-nerka apa maksud dari kalimat yang Maia bisikkan di permukaan bibirnya, "Maia, apa itu artinya..."

"Ya, Kaan aku ingin malam ini menjadi malam yang tak terlupakan"

Oh.

Tanpa menunggu lebih lama Kaan menggenggam erat tangan Maia dan membawa gadis itu menuju ke kamarnya. Maia tertawa melihat Kaan yang menariknya dengan tergesa-gesa, tapi tak dapat dia pungkiri gairah berdenyut kencang bersama nadinya. Sama seperti Kaan, Maia juga tidak sabar menghabiskan malam panas penuh gairah bersama sang pangeran mahkota Alynthi. Karena sejak Maia bertemu dengannya, dia tidak bisa memikirkan pria lain selain Kaan Malik. Setiap malamnya Maia selalu dibayangi oleh wajah tampan Kaan sementara dirinya merasa putus asa karena kesepian di atas peraduannya.

In The Queen's Bed (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang