11

2.2K 235 7
                                    


Maia berdiri di halaman istana menyambut pulangnya pasukan dari medan perang. Kepulangan mereka hanya untuk sementara, setelah berhasil menghabisi cukup banyak prajurit Romawi yang berpikir kalau Kallistar dapat berada di dalam genggaman tangan mereka. Sayangnya, kekeliruan itu harus mereka terima sebab begitu Pasukan Daba tiba di medan perang kekuatan Kallistar yang sebenarnya baru terlihat jelas di mata mereka.

Di barisan pertama ada Pangeran Emir dan Pangeran Demir, keponakan Maia. Mereka masih mengenakan baju perangnya dengan penuh rasa bangga karena ini merupakan peperangan pertama bagi mereka. Maia menyambut dua Pangeran kembar dari Albagard itu dengan pelukan yang hangat. Meskipun mereka tidak terlalu akrab, tapi melihat anak dari saudarinya tumbuh sebagai Ksatria yang gagah dan hebat memberikan kebanggaan tersendiri bagi Maia.

Selanjutnya panglima Dreyden dari Irae menyusul, dia adalah salah satu orang yang menjadi alasan di balik kemenangan mereka hari ini. Maia menugaskan Panglima Dreyden untuk menjadi Panglima Empire of Mediterranean. Maia percaya kepadanya karena keberanian sang panglima dan kehebatannya dalam mengatur strategi tidak perlu diragukan.

Ucapan terima kasih Maia sampaikan dari lubuk hatinya yang paling dalam kepada panglima Dreyden, sebagai bentuk rasa terima kasihnya ia juga memberikan hadiah kepada sang panglima, yaitu sebuah pedang yang ditempah khusus dan dikerjakan oleh pengrajin besi terbaik.

Dan sekarang tibalah saat yang Maia tunggu-tunggu. Ia tidak sabar untuk menyambut Pangeran Mahkota Kaan Malik beserta prajuritnya. Sepasang manik emerald Maia berbinar ketika sosok tegap tinggi itu muncul. Lega rasanya melihat Kaan telah sembuh dan baik-baik saja.

Namun, mendadak mata Maia meredup saat ia melihat sosok lain di belakang Kaan. Sosok pria dengan manik sebiru langit dan surai yang sewarna dengannya. Dia adalah pemimpin Pasukan Daba, Merikh, yang mengimbangi langkah Kaan dan berjalan di sisinya. Terakhir kali mereka bertemu sudah sangat lama tapi tidak ada yang berubah dari wajah itu, hanya ada satu bekas luka memanjang pada tulang pipinya, itu terihat seperti bekas goresan pedang yang tajam.

Sesuatu mencekik tenggorokan Maia, luka itu masih ada dan begitu nyata. Maia masih belum siap berhadapan dengan satu-satunya orang dari masa lalunya yang tidak dapat ia habisi. Ia masih mematung ketika Kaan dan Merikh telah berdiri di hadapannya, Pangeran Kaan dengan tatapan lembutnya dan Panglima Merikh dengan tatapan dingin yang tak terbaca. Maia menarik nafas dan berusaha mengontrol emosi yang bercampur aduk agar ia terlihat baik-baik saja.

"Selamat datang kembali untukmu Pangeran Kaan, dan juga untukmu Tuan Merikh" ucap Maia, menyambut keduanya tanpa kehangatan. Tapi Pangeran Kaan tampak tidak memedulikan sikap Maia yang kaku itu, tanpa merasa segan ia merengkuh tubuh sang ratu dan mendekapnya erat, "Aku sangat merindukanmu"

Oh.

Ratusan pasang mata sontak melebar melihat keakraban mereka, terutama  Merikh yang tak percaya ratunya membiarkan seorang pangeran yang baru saja dia kenal memeluknya. Melirik Merikh, Maia yang melihat luka di balik kedua bola matanya lantas membalas dekapan Kaan dan berkata, "Aku juga sangat merindukanmu"

Kaan terkejut. Ia mengurai pelukan mereka lalu menatap Maia, sungguh dia tidak salah dengar bukan? Maia yang memiliki gengsi yang tinggi membalas kata-kata rindunya di depan banyak orang. Tentu saja Kaan merasa bahagia, itu bagaikan lampu hijau baginya untuk memiliki hati Maia. Tapi kemudian Kaan menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres di balik kata-kata rindu itu, karena berulang kali ia mendapati sang Ratu melirik pemimpin Pasukan Daba yang diam membeku di sisinya. Di dalam benaknya Kaan bertanya-tanya, apakah Maia sengaja membalas kata-kata rindunya untuk membuat pria itu cemburu? Tapi mengapa? Mungkinkah Merikh merupakan salah satu pria yang pernah menghangatkan ranjang Maia?

Sambutan selanjutnya Maia berikan di dalam istana berupa jamuan makan. Tapi, anehnya sang ratu menolak untuk menghadiri jamuan maka itu dengan alasan sedang tidak enak badan. Kaan yang juga tidak tertarik dengan jamuan makan memilih untuk bersama Maia.

"Bagaimana kabarmu, Yang Mulia?" tanya Kaan, mengimbangi langkah Maia yang terkesan terburu-buru.

"Aku baik, Pangeran Kaan"

"Bisakah kita memiliki waktu berdua saja? Ada banyak hal yang ingin kubicarakan denganmu"

Langkah Maia terhenti di depan pintu kamarny, ia menatap lurus ke dalam mata Kaan tanpa sedikit pun kasih sayang atau kehangatan, "Noor" seorang pelayan yang senantiasa berada di dekat Maia datang begitu Maia memanggilnya, "Ya, Yang Mulia"

"Antar Pangeran Kaan ke kamarnya dan pastikan dia mendapatkan istirahat yang cukup" ucap Maia.

Dahi Kaan menekuk, "Sedetik yang lalu kau begitu hangat kepadaku, tapi sekarang kau menjadi sangat dingin dan jauh, apa yang membuatmu berubah?"

Maia yang pura-pura tidak mengerti pertanyaan itu balik bertanya, "Aku tidak mengerti maksudmu Pangeran Kaan, sebaiknya kau kembali ke kamarmu dan beristirahat, tampaknya kau cukup kelelahan dan kondisimu juga belum cukup pulih bukan?"

Kaan terdiam, sementara penjaga kamar membuka pintu kamar Maia. Ketika sang ratu melangkah masuk ke dalam kamarnya, Kaan tanpa berpikir panjang masuk tanpa izin ke dalam kamar Ratu Kallistar itu, "Apakah kau berubah karena dia? "

Maia berbalik, tahu betul apa yang Kaan maksud tapi dia berpura-pura bodoh, "Keluar dari kamarku Pangeran Kaan, aku sama sekali tidak mengerti siapa yang sedang kau bicarakan"

Para pengawal Maia hendak mengusir Kaan dari kamarnya, tapi begitu Kaan hendak diseret keluar Maia justru berkata, "Jangan sentuh dia" Maia menatap lurus Kaan yang berdiri beberapa langkah di hadapannya, "Tinggalkan kami" titahnya kepada para pengawalnya.

Di dalam kamar pribadi sang ratu yang tertutup rapat, mereka ditinggalkan berdua. Maia menghampiri Kaan yang tampak kesal dan kecewa, dia tidak tahu bagaimana Kaan bisa mencium sesuatu di antara dirinya dan Merikh, mungkin pria itu mendengar gosip yang membuat gempar seisi istana atau hanya menduga-duga.

"Aku membicarakan Tuan Merikh, pemimpin Pasukan Daba. Apakah dia adalah pria itu? Pria yang tidak mampu untuk setia kepadamu?"

Langkah Maia terhenti tepat di depan Kaan. Dalam jarak yang begitu dekat Maia dapat melihat lelaki itu berusaha mengendalikan amarah dan kecemburuannya.

Lelah berbohong, Maia akhirnya berkata, "Ya"

Nafas Kaan berhembus berat, kedua tangannya terkepal di sisi tubuh. Tanpa mengatakan apa-apa Kaan pergi meninggalkan kamar Maia dan juga sang ratu yang menatap nanar punggungnya. Apakah sudah berakhir? Pikir Maia. Cinta dan kesabaran Kaan Malik untuknya telah habis tak bersisa? Oh, semoga saja sebab walaupun Maia menginginkannya dia tidak dapat menjanjikan lelaki itu apa-apa. Terutama setelah seorang pria yang menjadi mimpi buruknya kembali ke istananya.

— TBC —

Hai guys, dapatkan potongan harga  pada setiap pembelian semua karyaku di KaryaKarsa dengan menggunakan kode voucher : MEIDISKON
jumlah voucher terbatas jadi buruan klaim sebelum kehabisan!!

Jangan lupa untuk vote dan comment, perhatian dan dukungan sekecil apa pun dari pembaca sangat berarti untuk penulis dalam berkarya!

In The Queen's Bed (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang