"Ahelah, pak boy pake nyuruh ngegambar segala lagi, dah tau gue cuma bisa ngegambar manusia lidi."
Chaeyoung ngakak pas ngeliat gambar dahyun yang begitu indah kan.
"Mau gue gambarin ga?" Tawar chaeyoung.
"Sekalian ajarin gue dong, biar ilmu ngegambar lo ga lumutan di otak lo doang."
"Gue mau, tapi lo tau kan 2020 ini ga ada yang gratis?"
Dahyun ngehela napasnya berat sambil masang muka kecut.
"Keanya makin kesini, titisan mail makin banyak ya? Heran gue."
"Gimana? Mau ga?"
"Yaudah yaudah, mau. Berapa perbulan? Jan mahal mahal, ruang guru aja seribu perhari, jadi paling lo gue bayar gope perminggu, gimana?"
"Kemurahan anjrid! Ilmu itu mahal! Gope ga cukup! Gocap perhari lah, gimana?"
"Kemahalan begok!" Dahyun ngejitak pala Chaeyoung kenceng.
"Yaudah, ceban gimana ceban? Deal?"
Dahyun nempelin jarinya ke dagu, matanya natap langit langit kelas, tanda dia lagi mikir.
"Oke, deal!"
Chaeyoung ama dahyun berjabat tangan ala ala pembisnis.
"Hyun, gue boleh nginep di rumah lo selama sebulan ga?"
"Lah? Ngapa tiba-tiba? Lo diusir dari rumah apa gimana?"
"Nggak, ortu gue ke luar kota, daripada sendirian dirumah, mending gue ke rumah lo, ya ga?"
Awalnya dahyun diem, tapi setelah dipikir pikir, adanya chaeyoung di rumahnya itu banyak manfaatnya juga.
Bukan mau dijadiin babu, tapi biar kalo nonton drakor atau film ada temennya, tidur juga ga sendirian, trus makan juga ga sendirian.
"Yaudah, ayo aja, lagian gue ga ada temen di rumah."
"Jinjja? Yeayy!!" Chaeyoung loncat kesenengan.
Entahlah, menurut dahyun, cuma chaeyoung yang ga berubah sejauh ini.
Chaeyoung masih chaeyoung yang ceria, kekanakan, dan punya humor yang rendah. Dia masih sama.
Makanya dahyun bersyukur chaeyoung datang lagi. Dahyun yakin, setelah ini, semua yang dah rusak perlahan mulai membaik.
***
Dahyun pov"Nih, caranya kea gini, bikin buletan dulu, baru deh"