2.0

279 55 0
                                    

Di bawah sinar mentari pada pagi hari yang cerah, beralaskan rumput, beratapkan langit berarak jauh di atas, Jisoo bersenandung kecil. Mengisi waktu kosong di akhir pekan dengan bersantai menikmati udara sejuk yang dihasilkan oleh beberapa pohon di halaman belakang rumah barunya. Kicau burung sesekali sayup ditangkap dengar oleh telinga. Ia memejamkan mata untuk beberapa saat. Hirup udara dengan kuat sampai paru-paru nyaris terasa meledak.

Ia melirik ke arah presensi tak kasat mata yang sejak beberapa jam lalu masih berada di posisi yang sama. Menyandarkan bahu kokoh di pilar serta duduk tegak di undakan tangga dengan dua tangan memegang buku tebal. Sepasang alis yang dipahat indah oleh Tuhan di wajahnya sesekali bertemu, menaut karena bingung. Selama dua hari mengenal Namjoon, yang ia ketahui dari hantu menawan itu adalah hobinya. Tentu bisa ditebak. Membaca buku. Namjoon rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk mencumbu eksemplar-eksemplar buku tua di perpustakaan khusus rumah tersebut.

Ia mendengkus kala manik mata Namjoon mengerling jahil. Oh, satu lagi, hantu menawan itu ternyata tak kalah usilnya dengan Nyonya Rubhy. Hanya saja, ia merasa senang jika Namjoon bertingkah begitu.

Bisa dirasakan olehnya getaran ponsel yang kian bertambah ketika semakin lama ia campakkan di atas meja berukuran kecil yang tak jauh dari jangkauan. Ia menghela napas sebelum menyerah dan mengangkat panggilan tersebut. Tidak perlu repot menebak siapa orang yang meneleponnya di pagi hari seperti ini. Sunny, siapa lagi kalau bukan dia.

Jisoo mendekatkan ponsel pada telinganya. Ia tersenyum kecil ketika menangkap basah Namjoon tengah memberinya atensi lebih.

"Selamat pagi, Sunny. Ada apa?"

Sunny terkekeh di seberang sana. "Uh, hai, Nona Seo! Selamat pagi juga. Tumben sekali kau bertanya begitu, biasanya kau akan membiarkanku mengumpat atau mendongeng dulu."

Kini giliran Jisoo yang terkekeh. "Kautahu bagaimana aku, Nona Oh. Hey, sungguh, aku sedang bertanya. Ada apa?"

"Kau ini pelupa sekali, Sooya." Sunny mendengkus lirih sebelum melanjutkan, "Aku akan berkunjung ke rumahmu sebentar lagi. Jangan lupa siapkan makanan, ya! Sampai jumpa!"

Sambungan terputus bersamaan dengan raut wajah Jisoo yang mendadak berubah. Ia bahkan melupakan janjinya dengan Sunny di akhir pekan.

Ia bangkit dari rumput yang sejak tadi ia duduki. Menepuk-nepuk bagian belakang tubuhnya sebelum berlalu dari sana dengan wajah panik.

Pergerakan Jisoo tak pernah luput dari perhatian Namjoon sejak tadi. Ketika melihat Jisoo tergesa-gesa memasuki rumah, dia pun memutuskan untuk menutup buku dan segera menyusul kepergian wanita bersurai arang tersebut.

"Sooya," panggilnya ketika tak kunjung mendapat atensi si pemilik nama.

Jisoo menghentikan gerakan memotong daging. Ia memutar tubuh hingga berhadapan dengan Namjoon. Ia bertanya lembut, "Ya? Ada apa?"

Namjoon menggeleng. Dia melangkahkan kaki sedikit mendekat sehingga saat ini posisinya sejajar dengan Jisoo. Mengambil alih pisau dari tangan wanita itu, kemudian mengarahkan mata pisau tersebut pada potongan daging yang masih belum tercincang rapi.

Jisoo memutuskan untuk membiarkan Namjoon membantunya. Ia melimpahkan tugas memotong daging serta beberapa sayuran pada Namjoon.

Mengoyak hening, ia bersua, "Sunny akan berkunjung kemari. Dia temanku."

"Apakah aku harus bersembunyi?" sahut Namjoon di sela-sela kegiatan.

Jisoo tertawa diikuti dengan gerakan menggeleng. "Tidak. Tidak perlu. Dia tidak akan bisa melihatmu. Sunny itu manusia biasa." Ia memberi jeda sejenak. "Tapi, kumohon jangan sentuh apa pun. Jangan ciptakan suara. Apalagi memotong daging seperti ini," ucapnya sembari menunjuk gerakan pisau Namjoon. "Dia bisa berteriak histeris jika melihat pisau dapur yang bisa mencincang daging dengan sendirinya." Kemudian Jisoo terkekeh.

[✓] Am TeorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang