1.0

818 71 0
                                    

"Jika aku boleh meminta kepada Tuhan sebuah permintaan yang sedikit berada di luar akal sehat, mungkin aku akan meminta Tuhan melahirkanku lagi ke dunia. Tanpa disertai kemampuan ini, tentu saja."

Terus menggerutu sepanjang kegiatan berkemas barang hingga sesekali mendesah kasar karena terlalu lelah menghadapi peliknya kehidupan. Di sebuah rumah yang memiliki letak strategis di tengah hiruk pikuk kota, kehidupan seorang penyiar radio terkenal ternyata tidak seindah yang dikira. Seo Jisoo, wanita dengan rambut hitam yang telah kuyup karena keringat itu masih gigih berusaha mengemasi barang-barang. Hari ini merupakan hari kepindahannya menuju ke rumah yang baru saja ia beli beberapa minggu lalu.

Ketika satu tangannya hendak meraih tas besar di atas ranjang, ia lebih dulu harus mendengus kasar karena secara tiba-tiba tas itu berpindah tempat menuju ke atas lantai yang dipijaknya. Enggan membuang waktu lebih lama, ia pun dengan sabar meraih tas itu kemudian menentengnya dan segera beranjak dari sana.

Setelah memastikan tidak ada lagi barang yang tertinggal, ia pun menyuruh pengemudi taksi yang telah dipesan itu agar membantunya mengangkat barang bawaan. Tidak banyak yang ia bawa, hanya pakaian dan beberapa barang kecil saja. Sengaja tidak mengikutsertakan sofa serta perabot lain dalam perjalanan karena di rumah yang akan ia tempati nanti telah tersedia fasilitas yang lebih lengkap.

Menikmati perjalanan dengan menyumpal akses pendengarannya dengan alunan musik yang diatur melalui ponsel membuat Jisoo tak lagi harus merasa terganggu dengan suara-suara di sekitar.

Ia tersenyum ketika tahu bahwa musik tak lagi terdengar. Namun ia tetap bersikap abai dan tenang. Memutuskan untuk memejamkan mata lebih erat serta berpura-pura tidur.

Saat ini rambutnya yang menjadi sasaran. Ia bisa dengan jelas merasakan bagaimana helai-helai rambut keluar dari pita yang mengikatnya sejak tadi. Jika sudah berurusan dengan rambut, ia tidak bisa memberikan toleransi lagi. Masih dengan mata terpejam rapat, ia bergumam, "Berhenti menggangguku, atau aku akan mempercepat proses pertemuanmu dengan Tuhan."

Jisoo tersenyum simpul kala merasakan rambutnya perlahan-lahan kembali rapi. Ia membuka kelopak mata secara perlahan, melirik ke arah kanan dan kiri secara bergantian untuk memastikan.

"Kalau tahu dia langsung pergi, mungkin sudah sejak tadi aku mengancamnya begitu," gumam Jisoo yang kemudian mengalihkan pandangan ke arah luar kaca mobil.

Jalanan kota yang monoton. Arah kanan dan kiri menunjukkan pemandangan yang sama. Sama-sama sesak, sama-sama kotor dan berdebu, sama-sama riuh. Saling adu kecepatan, masing-masing merasa paling perlu didahulukan. Ciptakan suara nyaring ketika lampu lalu lintas berubah warna, ini bagaikan perlombaan. Saling mendahului, pun saling mendesak hingga tak jarang ciptakan kerusuhan. Namun, tanpa manusia sadari, di tengah hiruk pikuk kota yang begitu menyesakkan, eksistensi makhluk dari dimensi lain turut hadir sebagai pelengkap dari takdir alam. Mereka memang hidup dalam dimensi yang berbeda, tetapi tetap membangun interaksi secara tak kasat mata dengan manusia. Manusia dan makhluk lain hidup berdampingan. Lupakan sebuah fakta bahwa hantu merupakan makhluk paling menyeramkan di dunia, Jisoo mulai meragukan itu semua. Terlebih lagi ia telah berinteraksi dengan berbagai macam jenis dari golongan yang sama dalam waktu kurang lebih dua puluh tiga tahun lamanya.

Memiliki kemampuan untuk melihat makhluk tak kasat mata semenjak ia dilahirkan ke dunia tak lantas membuatnya merasa berbeda. Hingga saat ini, teman-teman dan rekan kerja yang berada di lingkup pergaulan seorang penyiar radio seperti Seo Jisoo atau yang lebih akrab dipanggil dengan nama Sooya masih tak mengetahui kemampuan wanita itu dalam melihat makhluk dari dimensi lain. Bagi Sooya, kemampuannya tak perlu disebarluaskan seperti gosip hangat para artis-artis yang sering disiarkan di berbagai stasiun televisi. Cukup Tuhan dan keluarga saja yang tahu.

"Kita sudah sampai, Nona," tegur pengemudi taksi karena Jisoo tak kunjung bangun dari lamunannya.

Jisoo tersentak kecil. Merapikan rambut serta pakaian sebelum turun dari taksi.

"Terima kasih," ucap Jisoo ketika sang pengemudi membantunya membawa tas besar ke depan pintu rumah.

Setelah kepergian sang pengemudi beserta taksinya dari halaman rumah barunya, tak lantas wanita itu segera bergegas memutar kunci pintu. Alih-alih menggerakkan ujung kunci, ia malah membiarkannya menggantung di tempat.

Ia hela napas panjang sejemang. Memasok oksigen hingga memenuhi dinding-dinding alveolusnya. "Kuharap penghuni rumah ini tidak terlalu menyebalkan seperti Nyonya Rubhy."

Nyonya Rubhy merupakan hantu tanpa tangan kiri yang selalu menganggu Jisoo selama tinggal di rumah lama. Ia tak pernah menggubris perlakuan jahil dari wanita tua yang telah lama meninggal itu karena ia tahu jikalau Rubhy hanyalah ingin bermain.

Dengan membulatkan tekad, ia pun memutar kunci. Melakukan hal yang sama pula pada kenop pintu hingga berhasil membuat sebagian ruang tamu rumah baru tersebut sedikit terekspos. Ia melongok, mengobservasi seluruh sudut-sudut ruangan yang masih bisa dijangkau netra secara teliti dan hati-hati. Dirasa aman, ia pun memberanikan diri untuk melangkah masuk dengan satu tangan menenteng tas besar.

Ia berkata, "Permisi, sekarang, aku pemilik rumah ini."

Menunggu beberapa saat masih dengan mata yang mengamati secara rinci ruangan tersebut, barangkali penghuni lama menjawab perkataannya tadi dengan sebuah tanda, bukan suara.

Ia mengernyit saat tak mendapati aktivitas ganjil yang biasa ia temui di rumah-rumah normal lain. "Ini aneh. Apakah pemilik rumah sebelumnya sering beribadah sampai-sampai hantu atau makhluk lain enggan menetap di sini? Tapi meski begitu, harusnya tidak sekosong ini. Paling tidak ada satu atau dua hantu yang menjaga tempat ini," gumam Jisoo sembari menelusuri ruang tamu.

Puas berlama-lama mengamati ruang tamu yang dinyatakan bebas dari keberadaan makhluk lain, ia pun memutuskan untuk segera mengistirahatkan diri sekaligus memastikan juga jika kamar yang akan ia tempati nanti turut terbebas dari eksistensi makhluk tak kasat mata.

Dengan sengaja ia berjingkat ketika hendak memasuki kamar utama dari rumah tersebut. Membuka pintu yang memiliki tampilan serat kayu alami hingga secara tidak sadar sedikit berhasil membuat atensinya teralih. Namun tak lama dari itu, ia segera tersadar dan berlalu menuju ke dalam.

"Di sini juga kosong," kata Jisoo setelah memindai seluruh penjuru kamar. Berlanjut dengan mengobservasi satu persatu laci dari lemari kecil yang terletak di sebelah ranjang. Lantas melipat kedua tangan di depan dada ketika benar-benar dibuat heran dengan keadaan kamar yang kosong tak berpenghuni. "Ini mustahil sekali. Semua tempat di dunia ini tentu memiliki penghuninya masing-masing. Lalu, seberapa suci tempat ini hingga makhluk dari dimensi lain tak ada yang berani tinggal di sini?"

***
Tbc.

[✓] Am TeorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang