Jatuh cinta bagi Seo Jisoo merupakan hal yang percuma. Membuang waktu saja. Begitu tak memiliki nilai guna yang istimewa. Kira-kira seperti itu pemikiran yang selalu berkumandang tiap tak sengaja melirik pria tampan berlalu-lalang di pusat perbelanjaan. Banyak pria tampan, tapi kenapa dari sekian banyak, ia harus jatuh cinta pada Namjoon si hantu menawan? Bukankah itu menjerumuskan? Lebih-lebih lagi di luar pendirian. Namun, yang ia tahu sepanjang mencintai Namjoon adalah; cinta tak butuh sebuah alasan. Klise, tapi itu adalah kenyataan.
"Sudah bangun?"
Jisoo menggeliat kecil di samping tubuh kekar Namjoon. Ia masih enggan membuka mata. Semakin mendekatkan diri pada tubuh kekasihnya meski masih tak dapat ia rasa. Meringkuk seperti bayi di sana. Ia menjawab lirih, "Sudah, tapi aku malas. Bolehkah aku tidur lagi?"
Terdengar suara tawa kecil yang keluar dari celah bibir Namjoon. Pria itu mengangkat satu tangan ke udara, kemudian menyentuh puncak kepala Jisoo, mengusap penuh kasih sayang helai-helai rambut yang ada di sana. Dia lantas menjawab kuriositas Jisoo dengan lembut, "Tentu saja boleh, Sayang."
Tolong jangan bertanya bagaimana kondisi wajah Jisoo saat ini. Tak ada jawaban selain merona gila seperti tomat yang sudah busuk saja. Astaga, Namjoon bahkan mengucapkan itu dengan santai dan biasa, kenapa ia bisa sebegininya?
Ia menggigit pipi bagian dalam, susah payah berusaha tak tersenyum karena merasa senang dipanggil begitu oleh Namjoon. Setelah dirasa dapat mengendalikan diri, ia pun merespons singkat, "Aku masih mengantuk. Kalau Sunny tiba-tiba membombardir ponselku dengan pesan, cukup biarkan. Tolong, abaikan."
"Iya, Sayang."
Ia tertidur pulas di pelukan Namjoon yang terasa begitu hangat. Tak terasa suara dengkuran halus terdengar menyentuh telinga. Ya, itu suaranya. Ia menyulam mimpi dengan telaten. Merangkai benang menjadi sebuah urutan adegan yang begitu ia idamkan. Pelukan Namjoon masih terasa, tangan hantu menawan masih bertengger ringan di sana. Ia semakin meringkuk kala merasa Namjoon mulai terbawa suasana.
Andai saja ia bisa seperti deskripsi tadi. Andai saja kejadian yang terjadi memang seperti apa yang dijabarkan dalam deskripsi. Iya, tadi ia hanya berandai saja. Namjoon memang memeluknya, tapi itu tak terasa. Hambar. Namun tak usah dipermasalahkan, ia cukup bahagia meski masih belum merasa.
Tak dapat menahan lebih lama, ia pun membuka mata. "Joonie," panggilnya dengan suara parau.
Namjoon menunduk. "Ya, Sayang?"
Ia menelan saliva, basahi kerongkongan yang terasa mulai gersang. Ia jerat sepasang netra Namjoon dalam tatapan. Lantas berkata, "Bisakah kita saling merasakan? Jangan dijawab dulu, aku tahu kalau kau akan menjawab 'tidak'. Aku ingin menyentuhmu, Joonie. Aku ingin lebih dari sekadar berhalusinasi."
Namjoon mengedip beberapa kali. Ingin memungkas, tapi tak enak hati. Kenapa dia harus bertemu dengan Jisoo dalam keadaan begini? Dia nyaris depresi karena terlalu sering memikirkan berbagai macam konklusi. Dia pun menyahut sembari bubuhkan afeksi, "Sayang, maafkan aku yang sudah mati ini. Tidak bisa menyentuhmu seperti yang selalu kaubayangkan akan terjadi. Tidak bisa mencium bibirmu seperti yang selalu kauingini. Maafkan aku yang tak bisa merangkulmu dan memberi afeksi murni. Maafkan aku, Sayang."
Jangan salahkan Jisoo saat sepasang pelupuknya produksi likuid-likuid bening yang mulai menumpuk menjadi anak sungai di pipi. Salahkan saja Namjoon serta rentetan tutur manisnya, salahkan mereka yang berhasil menusuk ulu hati yang tak bersalah ini. Namjoon teramat penyayang, lantas mengapa ia masih kerap merasa kurang? Padahal ia tahu, Namjoon mencintainya lebih dari apa pun.
Ia menyeka tangis. Menyukupkan pilu sampai titik akhir. Tidak lagi perlu menangis, Namjoon pasti akan semakin sedih. Maka yang ia lakukan selanjutnya adalah menyambut pelukan Namjoon sambil berbisik, "Aku mencintaimu, Joonie. Sangat-sangat mencintaimu. Ulur saja waktumu agar kau bisa lebih lama tidur di sini, agar kau tidak segera pindah ke lain dimensi. Aku masih ingin kautemani. Aku masih ingin kaupeluk tiap hari."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Am Teoranta
FanfictionSeo Jisoo dan Kim Namjoon punya sebuah hubungan yang mustahil untuk diakui oleh semesta dan seluruh isinya. Ketika cinta yang tulus saja tak cukup untuk menjalani sebuah ikatan romansa, Jisoo tetap kukuh mempertahankan Namjoon kendati tak bisa salin...