Pilihan Sulit

5.3K 483 32
                                    

Dr. Aina memamerkan senyum indahnya. Giginya rapi, serta putih dan bibirnya tipis dengan dagu sedikit lancip. Lelaki mana yang sanggup menolak pesonanya. Selain cantik, dia juga kaya, pun sukses sebagai dokter dan pemilik rumah sakitnya.

"Bagaimana?" tanyanya santai sambil menatap Hisyam yang ekspresinya datar seperti tak terpengaruh.

"Maaf, ya, Dok. Meski saya miskin, saya gak sudi berbagi suami. Berbagi barang bareng, duh ... maaf. Gak sudi!" pekik Hani meninggi dengan napas naik turun.

Hisyam tersenyum mendengar jawaban Hani, tangannya spontan meraih pergelangan tangan istrinya dan menggenggamnya.

"Bu Dokter, jika memang ingin menolong, berilah saya pekerjaan yang masuk akal." Hisyam angkat suara. "Saya tidak tahu apa tujuan Anda bicara seperti ini. Saya yakin, Anda ingin memanfaatkan kemiskinan kami. Tapi maaf, kami tidak tertarik mempermainkan pernikahan. Karena saya tahu, Anda mengatakan ini bukan karena naksir saya."

Aina tersenyum dengan lebar, lalu menaikkan alisnya yang terbentuk rapi.

"Ini kartu nama saya, jika kalian berubah pikiran, hubungi saya," katanya tak peduli dengan coleteh Hisyam yang bicara cukup panjang.

Wanita cantik itu berdiri dan mengucapkan salam, meninggalkan rumah yang jauh dari layak untuk ditinggali baginya. Menoleh pada pojok rumah yang terdapat tanaman tak terawat, serta sekumpulan rongsokan yang dikumpulkan Hisyam untuk menambah penghasilan.

"Dasar gila," omel Hani dengan mengatur napasnya yang terasa sesak.

Sementara Hisyam tersenyum, menyadari istrinya tak gila harta. Tentu saja, mana ada istri yang mau dimadu? Justru, suami menikah lagi adalah ketakutan terbesar bagi kebanyakan perempuan.

"Kamu bikin aku makin cinta," ujar Hisyam mengalihkan obrolan.

"Hah? Apa sih, Mas?" Hani merona dengan senyum yang ia sembunyikan.

"Mas janji, akan membahagiakan kamu, Hani. Apapun permintaan kamu, akan mas penuhi selagi mas mampu," bisik Hisyam mendaratkan bibirnya di pipi sang istri yang merona.

Sudah lama keduanya tak merasakan getaran cinta itu, akibat terlalu lelah dalam pencarian rezeki berupa materi. Baru hari ini lagi, Hisyam dapat menyentuh dan menyalurkan segala rindu pada istri tercintanya.

Keduanya kembali menikmati hidup dengan uang satu juta dari sumbangan mesjid. Hisyam sendiri meminta sedikit untuk modal usaha.

***

Waktu berjalan dengan cepat, tetapi perubahan hidup tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Hari-hari mereka kembali dipenuhi kegundahan seputar materi. Hani merasa keberatan dengan suaminya yang ingin kembali berjualan dompet dan ikat pinggang murah. Karena baginya hasilnya tak seberapa. Dia berharap suaminya mencari usaha lain dengan uang sumbangan yang mereka terima.

Hani menatap manik mata suaminya yang sedikit sayu, serta jenggot tipisnya yang kian panjang, belum cambang juga mulai tumbuh lebih tebal. Padahal, dulu suaminya itu tampan dan sangat rapi, khas pekerja kantoran. Namun, sejak mengikuti jejak teman-temannya hijrah menjauhi riba, dia memilih jadi pedagang keliling, yang berakhir kehilangan pendapatan yang besar.

"Bisa nggak kamu kembali kerja di kantor yang lama?" tanya Hani pelan.

"Nggak bisa, Sayang. Aku tidak mau Allah membenciku karena dekat dengan riba."

"Kamu bilang akan memenuhi semua permintaanku, buktinya?"

"Iya, selagi tidak melanggar hukum-hukum Allah. Mas nggak berani menentang Allah, sudah terlalu banyak dosa masmu ini." Hisyam selalu yakin, kemiskinan yang ia alami adalah ujian ketakwaan baginya, karena itu dia tidak akan menyerah. Yakin bahwa kelak akan mendapatkan hasil yang sangat indah.

DUA HATI (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang