Pernikahan

4.1K 435 33
                                    

Pagi yang cerah, Hisyam kembali keluar dari kamar hotel sudah dengan pakaian rapi. Menuju lobi dan meminta diambilkan mobilnya pada petugas. Dia merupakan tamu khusus yang menginap cukup lama di sana, dan semua sudah tahu jika dia calon suami dr. Aina.

Mobil yang menjadi tunggangannya tiba, dia masuk dalam hormat para petugas pintu hotel. Hisyam menarik napas dalam, mencoba mengamati dirinya saat ini.

"Wajar Hani ingin sekali kaya, yah ... karena kadang kekayaan ini bisa membuat orang begitu dihormati dan itu menyenangkan," gumamnya sambil terus memacu mobil mewahnya menuju rumah dr. Aina.

Tiba di rumah pun disambut hormat oleh sekuriti, lalu dibukakan pintu dan dia masuk mengucap salam ke dalam rumah.

"Ah ini dia calon mantu saya," ujar Abdullah Umair pada banyak orang.

Hisyam terkejut, di sana sudah banyak orang menunggu untuk berkenalan dengannya. Mereka semua ramah, memuji keberhasilannya menaklukkan Aina. Tak jarang, mereka juga bertanya soa; pekerjaan Hisyam, yang dia jawab hanya sebagai pedagang saja.

"Udah, yuk. Aku kesiangan entar, ada jadwal praktek," ujar dr. Aina mengaitkan tangannya ke lengan Hisyam.

"Dah lengket banget kamu, Bu Dokter, harus buru-buru ini mah," goda mereka.

Aina malah sengaja semakin menempelkan dirinya ke lengan Hisyam. Bahkan pria itu dapat merasakan sesuatu yang istimewa menekan lengannya, membuat dia gelisah tak karuan.

"Ayo," katanya sambil melepaskan rangkulan Aina dan memilih menggandeng tangannya. Membuka pintu mobil, lalu duduk di kursi kemudi.

"Pinter banget sih kamu bikin mereka bangga," kekeh Aina sambil menyandar, menatap wajah Hisyam yang sesungguhnya pucat karena gugup.

"Gugup," katanya singkat.

"Kenapa? Mereka serem?" ledek Aina seolah tak merasa bersalah. Padahal Hisyam gugup karena sesuatu milik pribadi sang wanita.

"Aku hari ini mau jaga Hafi di hotel, karena Hani ada pertemuan sama teman-temannya," ujar Hisyam mengalihkan pembicaraan.

"Terserah, yang penting jam pulang aku ... kamu dah siap jemput karena kita mau fitting baju pengantin untuk terakhir kali sebelum dipake nanti," balas Aina santai.

Hisyam mengangguk pasrah. Dia melajukan mobil semakin cepat, menerobos jalanan yang mulai ramai lancar.

Setelah mengantar Aina ke ruangannya, dia kembali ke dalam mobil. Segera menuju hotel karena Hani sudah menghubunginya berulang-ulang. Wanita itu sudah menunggu dirinya di lobi hotel bersama Hafi.

"Kangen," bisik Hisyam saat melihat Hani tengah menggendong Hafi.

Dia sangat cantik sekarang, membuat Hisyam tidak sabar ingin mengajaknya ke kamar. Bahkan mendaratkan ciuman di pipi wanita tercintanya.

"Eits, belum boleh. Nanti kalau kamu sudah sama Aina resmi nikah, baru boleh sentuh-sentuh aku," katanya dengan terkekeh manja.

"Lama banget, Sayang, sekarang aja. Sebentaaar saja," bisiknya penuh penekanan dan harapan.

"Nanti saja biar greget, siangnya kamu nikah sama Aina, malamnya bulan madu sama aku. Kangen-kangenan," kekeh Hani sambil menyerahkan Hafi.

"Masih empat hari lagi, dong."

"Sabar, sebentar itu." Hani menyerahkan tas milik Hafi.

"Aku jemput Aina jam dua, karena mau fitting baju pengantin."

"Ya udah, aku jam satu juga udah balik, kok. Bye," ujar Hani meninggalkan Hisyam yang menarik napas panjang. Namun semua teralihkan dengan celotehan Hafi yang juga merindukannya.

DUA HATI (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang