Kata-kata ayah mertua Hisyam seperti menggoda kesabaran pria yang kini sering memperhatikan Aina diam-diam. Tanpa ia sadar, tanpa ia niatkan, matanya selalu tertuju pada istri keduanya itu dengan penuh rasa penasaran.
Seperti malam ini, keduanya pergi menghadiri pesta pernikahan teman Aina. Sejak pertama, Hisyam sudah risih dengan penampilan istri pertamanya tersebut. Belahan dada yang terekspos sedikit, membuatnya cemburu.
Bagaimana bisa lelaki lain begitu leluasa menatap lekuk tubuh istrinya itu, bahkan area yang sangat rahasia terbuka begitu saja. Parahnya, Aina merasa biasa saja. Hisyam berusaha melindungi istrinya itu dari tatapan mata para jelalatan.
Tidak hanya Aina yang tampil demikian, tapi mata-mata itu seolah tertuju pada Aina seorang. Sejak dulu, ia memang primadona di antara teman-temannya. Wajar, jika kemudian mereka begitu memuja kecantikan dan kemolekan wanita yang sudah dinikahi Hisyam tersebut.
"Kamu gak risih cowok-cowok lihatin kamu gitu? Apalagi mata mereka kaya mau keluar lihat belahan kebaya kamu," ujar Hisyam ketika menikmati hidangan pernikahan.
"Kamu gak lagi cemburu, kan?" goda Aina.
"Aku cemburu," jawab Hisyam membuat Aina menghentikan suapan dan menoleh padanya, "aku suamimu. Kelak akan dimintai pertanggung jawaban membiarkan istrinya mempertontonkan auratnya."
"Duh, kirain karena kamu merasa memiliki," kekeh Aina.
"Kamu itu memang milikku, Aina." Lagi, kata-kata Hisyam membuat Aina menghentikan suapannya. "Di mata Allah, kamu itu milikku."
Aina tertegun, kata-kata itu seperti menyihirnya untuk menyadari banyak hal. Bahwa ia telah menikah, bahwa ia milik lelaki yang kini menjadi suaminya, bahwa Hisyam wajar cemburu.
Matanya kini tertuju ke gaunnya, indah dan cantik. Namun, menampakkan bagian tubuh yang memang dalam agama dianggap aurat wanita. Ia menaruh tangannya di dada, lalu menoleh pada Hisyam yang sibuk menikmati makanannya.
"Buka jas kamu," ujar Aina.
Pria itu menghentikan tangannya menyendok makanan, ia tersenyum, berdiri dan melepas jas yang ia kenakan. Semua orang penasaran kenapa Hisyam berdiri ketika semua orang makan. Mereka tercengang saat melihat pria itu memakaikan jasnya ke tubuh istrinya dan menutupnya rapat.
Aina menatap Hisyam yang tengah merapikan jas bagian depan di tubuh Aina. Rona merah jambu datang begitu saja. Terutama saat Hisyam juga menoleh padanya yang tengah menatap dalam diam.
Mata keduanya bertemu dalam jarak yang sangat dekat. Aina bisa menghirup aroma Hisyam yang sangat menenangkan, pun dapat merasakan tangannya yang sedikit menyentuh kulit leher dan pipinya saat memasangkan jas.
"Tetap cantik, sesuatu yang sudah cantik akan tetap indah tanpa dilihat banyak orang. Ia akan tetap cantik dan indah tanpa orang mengatakannya." Hisyam tersenyum dan kembali menyantap hidangan.
"Kadang wanita butuh pujian untuk merasa dirinya lebih cantik dan indah." Aina tak mau kalah.
"Untuk wanita yang sudah menikah, berhias hanya untuk suaminya. Itu ketentuan, ada dalilnya, tak bisa dibantah dengan alasan pribadi." Hisyam mengusap bibirnya dengan tisu.
"Kamu gak pernah muji aku," protes Aina pada akhirnya.
"Aku selalu memujimu, meski dalam hati saja," balas Hisyam sambil memalingkan wajah melihat ke arah lain. Sementara Aina menatap pria itu dengan seksama.
Ada desiran yang datang begitu saja. Menyelusup ke dalam hati dan mempermainkan perasaan. Menggerakkan tangan sang wanita untuk menyentuh jari jemari suaminya. Menggenggamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA HATI (Selesai)
Roman d'amourJuara Umum Parade Nulis Penerbit LovRinz batch 1 th 2020 🍁🍁🍁 Hani bosan dengan kehidupan rumah tangga kekurangan harta bersama Hisyam. Dia selalu meminta suaminya untuk melakukan apa saja asal mendapatkan uang. Hingga, dia merelakan sang suami me...