Ujian Cinta

4.5K 466 25
                                    

"Dok?" Hisyam menatap wanita cantik yang berjalan lebih dulu darinya.

Dr. Aina berhenti, menoleh dan menatap Hisyam. Kemudian mendekat dan jarak mereka sangat dekat. Hisyam mundur, tapi dr. Aina juga tetap maju. Hingga jarak tak dapat terkikis di antara mereka.

"Apa saya jelek? Tidak menarik?" tanya dr. Aina menatap manik mata Hisyam yang enggan bertatapan langsung.

"Kamu cantik, sangat menarik, bahkan kaya raya, karena itu aneh jika ingin jadi istri ke dua," jawab Hisyam dengan serius. Kali ini dia tak memanggil Anda sebagai tanda hormat.

"Cerdas, aku suka itu." Dr. Aina tersenyum. "Kamu benar, aku memeng tidak sedang memujamu, aku butuh bantuanmu," katanya dengan serius.

Hisyam mulai menoleh dan menatap wajah dr. Aina, setelah tahu bahwa sang dokter bukan memujanya. Hanya ingin bekerja sama dengannya.

"Apapun itu, pernikahan bukan mainan, Dok," balasnya pelan.

"Aku tahu, karena itu aku nekat menikah juga bukan dengan orang sembarangan. Kamu bukan lelaki bajingan, jadi itu salah satu alasan aku mau dinikahi kamu." Dia memberi jarak dari Hisyam dan menarik napas panjang. Kemudian mengambil ponsel dan menghubungi direktur rumah sakit.

"Siapa nama anakmu?" tanyanya menoleh dengan sangat anggun.

"Hafi," jawab Hisyam spontan.

Dr. Aina langsung meminta fasilitas terbaik untuk Hafi dan juga pembiayaan

"Saya belum sepakat." Hisyam terkejut mendengar obrolan dr. Aina dan bagian manajemen.

"Kamu gak punya pilihan jika ingin anakmu itu selamat, Syam. Ayolah aku tidak akan menggigit," kekeh dokter cantik itu.

Hisyam menarik napas dalam, lalu memejamkan mata dan berusaha mencari jawaban dari kekacauan yang ada.

"Aku mencintai seorang pria, tapi tidak direstui. Kupikir, daripada tidak bersama pria itu, aku ingin memenuhi keinginan keluarga dengan tetap menikah, tapi tak tersentuh sedikit pun." Dr. Aina mulai bicara, membuat Hisyam menoleh dan terkejut. "Kau tak harus menjalankan kewajiban nafkah lahir dan batin, aku tidak butuh. Aku hanya butuh status."

Hisyam menatap dengan saksama, mencari jawaban sesungguhnya di mata wanita itu. Terlihat jelas, dr. Aina memang tak mengaguminya karena cinta, melainkan memang hanya ingin bekerja sama.

"Kamu nggak malu-maluin, muka lumayan, badan juga oke, jadi cocok lah jadi suami aku meski sekedar pelengkap saja."

"Saya sudah bilang, pernikahan bukan untuk mainan." Hisyam memotong cepat. Dia menunjukkan ketegasan dalam hal aturan agama, tidak serta merta memenuhi hawa nafsu untuk berharta dan beristri dua, tapi dengan cara yang salah.

Aina menatap dengan tajam, dia mendekat lagi.

"Aku yakin Hani setuju," katanya penuh penekanan.

"Bagaimana jika salah satu dari kita jatuh cinta nantinya? Itu akan menyakiti kita bertiga," tekan Hisyam serius.

Dr. Aina tertawa sambil menutup bibir merahnya, lalu kembali menormalkan sikapnya.

"Percayalah, semua akan baik-baik saja. Ini mungkin berakhir cepat, jika ayahku berubah pikiran."

"Aku tidak yakin, aku laki-laki, bisa saja keinginanku untuk memilikimu itu hadir, karena saat itu kau halal untukku." Hisyam sengaja mengatakan itu karena mulai menyadari tujuan dr. Aina menikahinya. Menakut-nakuti agar dia berpikir ulang untuk bermain-main dengan pernikahan.

"Well, itu akan kita bicarakan nanti."

"Tidak bisa, harus deal sekarang," balas Hisyam.

Dr. Aina menarik napas dengan berat, tapi dia menganggku pasti.

DUA HATI (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang