Mengejar Cinta

4.3K 454 34
                                    

Langkah pria itu menapaki lorong hotel yang megah. Senyumnya mengembang, mengingat-ingat nomor kamar yang ia hadiahkan pada putri dan menantunya. Semakin dekat, bahkan akhirnya tiba di depan pintu tersebut.

Sementara itu, Hisyam begitu merindu pada wanita yang begitu ia cinta. Tangannya terus menahan Hani agar tak pernah menjauh darinya lagi. Membiakan dia merasakan bara yang sejak lama menyiksa, dan rindu yang begitu menggunung menjadi satu.

"Kamu makin cantik," bisik Hisyam, memuja wanita tercintanya.

"Cantik itu memang butuh biaya," balas Hani menatap mata suaminya yang selalu memuja.

"Iya, maaf jika aku selama ini tidak mampu memberikannya buat kamu," bisik Hisyam lagi, seolah tak pernah bosan mengakui kesalahannya.

"Berjanjilah, meski kamu suami Aina tapi kamu nggak akan menghianati aku dengan mencintai dia nantinya," balas Hani dengan menahan kedua pipi Hisyam.

"Tidak akan, kecuali atas izinmu," goda Hisyam sambil menyatukan hidung mereka.

Tersipu, rona merah jambu tergambar jelas di wajah Hani. Ia meyakini suaminya tak akan berpaling darinya, apalagi kini dia sangatlah cantik nan paripurna. Tak kalah dengan dr. Aina yang jadi madunya.

"Hati Aina milik Nathan, meski dia istriku. Jadi aku nggak pernah berpikir untuk memilikinya, selagi kamu tetap menjadi milik aku, Han ...."

Hani mengangguk, memeluk dengan penuh rasa bahagia. Sementara di luar, Abdullah Umair menatap nomor kamar hotel dan mulai menekan bell-nya.

Hisyam dan Hani terkejut, mengecek waktu yang disediakan Aina. Memang sudah lebih dari tiga puluh menit. Keduanya langsung saling memberi jarak, mengambil pakaian mereka dan masuk ke kamar mandi. Hafi malah tertidur di sofa karena bosan main ponsel.

Hani membersihkan diri, sedangkan Hisyam berjalan ke arah pintu. Membukanya.

"Ayah?" Hisyam terkejut bukan main, melihat sang mertua datang berkunjung di waktu yang tak diduganya.

"Iya, kenapa? Terkejut? Sengaja mau menggoda kalian berdua," kekeh Abdullah Umair.

"Oh, Aina ... Aina ... sedang pergi ke restoran mau memilih makanan sendiri," ujar Hisyam mulai kalang kabut.

"Ya sudah, ayah tunggu di dalam. Ada yang ingin dibicarakan."

"Tapi--"

Belum usai Hisyam menahan, pria itu sudah masuk lebih dulu. Bahkan ia terkejut melihat bocah lelaki terlelap di sofa.

"Siapa, Mas?" tanya Hani keluar dari kamar mandi dengan handuk kimono. Ia terkejut dan segera masuk kembali.

"Dia ...."

"Istri saya," jawab Hisyam.

Abdullah Umair tertegun. "Aku lupa, kalau kau dan Aina memang berniat mempermainkan pernikahan. Kupikir kau tidak berbohong pada keluargaku soal perceraian dengan istri pertamamu."

"Mmm, begini ... saya mengatakan sudah berpisah, bukan telah bercerai. Berpisah dalam artian, tidak bersama untuk beberapa waktu," jawab Hisyam pelan.

"Pintar," balas ayahnya mertuanya. "Sampai kapan kalian akan menutupi ini dari semua orang?" tanyanya dengan serius.

"Sampai ...."

"Sampai Aina menemukan cintanya yang pergi," jawab Hani keluar lagi setelah mengenakan pakaian lengkap.

Tatapan Abdullah Umair kini beralih pada Hani. Dia menatap wanita itu dengan saksama.

"Maksdunya?"

DUA HATI (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang