Curahan Hati Seorang Ayah

4K 471 24
                                    

"Apa maksud kamu?" tanya Abdullah Umair menatap Aina yang terlihat menantangnya.

"Tidak bisakah ada tamu disambut? Disuruh duduk gitu." Aina berpangku tangan menatap sang ayah.

Pria itu berjalan mendekat, menatap Hisyam yang tampak berkeringat tapi tetap tersenyum dan santun. Membungkukkan sedikit badan, mengurlurkan tangan dan mencium punggung tangan Abdullah Umair.

"Perkenalkan saya Hisyam," katanya dengan sopan.

Abdullah Umair menatap wajah Hisyam dengan lekat, tak peduli dengan penampilan polesan yang terlihat rapi dan elegan. Dia seperti dapat menebak, bahwa pria ini tak senecis yang terlihat.

"Silahkan duduk," katanya terlambat.

Aina tersenyum manis, duduk menempel dekat Hisyam. Sementara Hisyam terlihat risih dan sungkan, tapi dia tahan.

"Romlah, tolong bawakan hidangan untuk tamu," katanya pada pekerja di rumah itu.

Hisyam tersenyum dan masih sedikit kikuk. Sesekali dia melirik Aina yang sangat santai tanpa merasa terintimidasi dengan Abdullah Umair yang dingin.

"Jadi, bagaimana tiba-tiba kamu bawa lelaki ke rumah bilang calon suami segala? Sementara sikapnya saja seperti pesuruhmu," cibir sang ayah pada putrinya yang memainkan bola mata.

"Ayah ini ... tidak sopan, Yah, pada tamu. Mas Hisyam ini memang pembawaannya kalem dan pemalu."

"Dan datang dengan wanita yang kadang tak tahu malu, menempel terus pada lelaki yang sudah jelas dia seperti enggan aku pepet begitu," omel Abdullah Umair dengan sinis.

Hisyam tertunduk dan tersenyum. Sementara Aina mendelikkan mata dan bergeser sedikit dari Hisyam.

"Sebelumnya saya minta maaf, jika kedatangan saya ini mengganggu Anda, Pak," ujar Hisyam spontan dia mengeluarkan suara. Dianggap seperti pesuruh Aina, hatinya seperti tak rela.

"Jadi, sejak kapan kamu berhubungan sama Aina?" tanya Abdullah Umair langsung pada inti pembahasan.

"Hubungan apa, Pak? Pacaran? Saya menghindari itu," jawab Hisyam spontan.

"Menarik, pantas kamu kayak kegelian dipepet si Aina gitu."

Lagi-lagi Aina merasa geram dengan sang ayah, tapi ia hanya dapat menarik napas dalam-dalam untuk dapat meredamnya. Sisanya dia lega, karena Hisyam tidak pasif seperti dugaannya.

"Jadi, kamu serius mau menikahi putriku? Apa pekerjaanmu?" Dua pertanyaan sukses membuat Hisyam berkeringat.

Pria itu menoleh pada Aina yang memberi isyarat kebebasan untuk bicara, tanpa harus mematuhi kendali dirinya.

"Saya hanya seorang pedagang keliling, Pak."

"Apa?" pekik Abdullah Umair terkejut.

"Salahnya di mana, Yah? Halal, kan? Bukannya seneng yang halal-halal?" ledek dr. Aina yang jauh dari sifat dewasa seperti layaknya dokter, dia tampak seperti anak kecil yang tengah mengejek ayahnya.

Abdullah Umair berusaha mengontrol emosi dan rasa terkejutnya, lalu ia menatap Hisyam lagi.

"Baiklah, ceritakan tentang dirimu," titahnya dengan menyandar di sofa yang mewah .

Hisyam menoleh pada Aina, membuat sang wanita mengambil alih cerita.

"Hisyam memang cuma pedagang keliling, Yah, tapi Aina suka karena dia sesuai kriteria ayah. Alim, rajin shalat, agamis, seiman, sudah gitu jujur, buktinya dia ngaku sama Aina kalau sudah punya istri dan anak."

"Apa?" kali ini keterkejutan Abdullah Umair semakin meninggi, bahkan nada suaranya membuat semua orang terkejut, termasuk Romlah yang membawa hidangan. Sampai-sampai minumannya jatuh ke lantai.

DUA HATI (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang