Melihat rumah baru

4K 440 15
                                    

Dr. Aina memijat pelipisnya setelah kembali ke dalam mobil dengan Hisyam. 

"Kamu bilang apa sama ayah? Kok disetujui sih?" tanya dr. Aina sambil menoleh pada Hisyam yang menyandar di kursi.

"Saya berterus terang kalau saya butuh uang dan menerima semua tawaran kamu untuk menafkahi anak dan istri." Hisyam menoleh pada dr. Aina yang menatapnya. "Mungkin ayah kamu juga kasihan sama saya."

Tarikan napas dr. Aina menandakan dia tak menyangka bahwa akan direstui menikah sebagai istri ke dua dari orang miskin. Awalnya, dia berharap sang ayah luluh dan merasa malu jika anak perempuannya jadi istr ke dua, lalu merestui hubungannya dengan Nathan.

Ternyata dia salah.

"Oke, aku akan jalankan rencana berikutnya. Kita akan menikah, tapi kamu nggak boleh menyentuhku," ujar dr. Aina sambil melajukan mobilnya lagi.

"Oke," jawab Hisyam singkat. Dia memang tak menginginkan tubuh dr. Aina meski sangat sempurna. Kulit putih bersih, semampai dan juga selalu wangi. Tentu berbeda dengan Hani yang kadang masih bau kecut. Dia memaklumi sang istri yang berbeda, karena baunya itu akibat dirinya yang tak mampu memberikan parfum dan segala macam perawatan wanita.

Keduanya kembali ke rumah sakit menjemput Hani. Mereka hendak melihat rumah yang akan mereka tinggali selama pernikahan berlangsung.

"Ngomong-nomong, berapa lama rencana pernikahan ini?" tanya Hisyam dengan nadar ragu.

"Ya, belum tahu. Rencana sih nunggu ayah bener-bener malu dengan status aku dan melemah dengan kekerasan hatinya."

"Kalian sama-sama keras, kamu itu persis kayak Pak Abdullah."

"Dih, ya karena aku anaknya."

"Kamu tahu cara melemahkan kekerasan hati kamu apa?" tanya Hisyam lagi.

"Emang kenapa?"

"Ya mungkin cara yang sama bisa berlaku untuk ayah kamu, karena watak kalian sama."

Dr. Aina terdiam. Mencoba mencerna perkataan Hisyam. Dia memang keras kepala persis seperti ayahnya. Tidak suka dibantah, karena itu nekat melakukan kegilaan dengan pernikahan palsu dengan Hisyam agar ayahnya luluh.

"Menurut kamu gimana caranya?"

"Ya nggak tahu, saya kan baru kenal dokter beberapa jam saja," jawab Hisyam sambil memandang kemeja yang melekat di badannya. Sementara dr. Aina menoleh dan menatap Hisyam dengan seksama.

"Eh awas!" Hisyam memekik dan memegang pundak dr. Aina karena hampir menabrak orang yang melintas. Keduanya menarik napas panjang saat berhasil mengerem mendadak, lalu keluar menanyakan kondisi orang yang hampir tertabrak.

Beruntung, orang itu baik-baik saja dan belum tersentuh mobil. Meski membuat beberapa orang mendekat dan marah seperti ingin menhakimi. Ada sedikit trauma di pikiran Hisyam melihat orang-orang menanyakan kondisi korban dan menanyai dirinya juga dr. Aina.

"Iya maaf, saya tidak melihat ada orang menyebrang." Dr. Aina santai menanggapi dan sangat ramah.

"Lain kali hati-hati, jangan mesra-mesraan di dalam mobil," ujar warga lainnya.

Hisyam hendak protes, tapi dia melihat Aina malah tertawa dengan santai. Meminta maaf meski tuduhan mereka salah.

"Iya, kami pengantin baru jadi ya... mohon maaf," katanya dengan mengatupkan tangan dan meraih lengan Hisyam, lalu berpamitan dan kembali ke dalam mobil.

"Kamu kayaknya enteng banget kalau bohong, memang nggak takut dosa?" tanya Hisyam ketika sudah kembali duduk di samping kursi kemudi.

"Dikit doang."

DUA HATI (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang