Berkorban Demi Cinta

4.5K 434 43
                                    

Segala persiapan pernikahan dilakukan oleh keluarga Aina. Sementara itu, Hani juga sibuk mengangkut barang miliknya ke rumah baru. Semua barang lama tentu tidak dibawa, karena sudah sangat usang. Sebagian yang layak dia hibahkan ke tetangga.

Pakaian Hani juga terlihat lebih cantik, tunik dan celana kulot kekinian menjadi fashionnya saat ini. Sepatu bermererk, serta pashmina instan yang hit menambah kecantikannya.

Hafi juga memakai pakaian baru yang bagus, yang Hani beli sendiri di pusat perbelanjaan. Uang dari dr. Aina sebesar dua puluh juta untuk membeli kebutuhan pribadi benar-benar dia manfaatkan dengan baik. Karena di rekeningnya, kini ada seratus juta.

Berbeda dengan Hani yang tampil sangat fashionable di hadapan para tetangga lama yang bertanya-tanya 'bagaimana bisa', Hisyam justru tetap tampil sederhana. Dia hanya mengobrol dengan beberapa tetangga pria ketika berpamitan pindah.

"Dapat kerjaan enak, Pak Hisyam?" tanya para tetangga.

"Iya, alhamdulillah," jawab Hisyam ramah seperti biasa.

"Alhamdulillah ikut senang, semoga betah dan semoga berkah ya," ujar mereka bersalaman bergantian.

Hisyam hanya mengangguk, karena mereka tak tahu bahwa dia telah merendahkan harga dirinya. Seperti dibeli oleh seorang wanita untuk menjadi bagian dari permainannya.

Sungguh ini adalah pilihan berat, meski di mata awam sungguh nikmat dan bisa melenakan. Hisyam tak ingin seperti itu, dia harus wasapada dengan apa yang akan menimpanya.

"Jangan berlebihan," pintanya pada Hani.

"Kamu nggak senang, Mas, akhirnya aku bisa beli apa yang aku pengen selama ini? Pakaian bagus, sendal, tas, kerudung, baju Hafi." Hani menatap suaminya dengan seksama.

"Bukan itu, tapi penampilanmu di depan warga sini."

"Ah, biarin saja. Mereka sering menghina kemiskinanku, meski ada juga yang bantu. Bu Farida juga uangnya dah Hani balikin, dilebihin sebagai ucapan terima kasih. Itu bukan riba ya, itu keikhalasan Hani karena dia memahami Hani yang hutang lama nggak bayar-bayar," cerocos Hani ketika tengah mengemasi beberapa barang berharga terutama sertifikat tanah rumah ini. Beruntung rumah ini miliknya, dari keringat Hisyam.

Hisyam tak banyak berkomentar. Dia menatap setiap sudut rumah yang tak lagi elok, tentu tak pantas jika dibandingkan dengan rumah dari Aina. Hanya saja, rumah ini adalah rumah yang ia beli dengan cara menabung semasa masih sendiri. Sementara yang akan dia tinggali setelah ini, hasil menjual harga dirinya.

Mobil jemputan mereka telah tiba. Hani berpamitan pada para tetangga, menitipkan rumah yang rencananya akan dia renovasi untuk disewakan. Sementara Hisyam hanya menggendong Hafi, berpamitan seperlunya dan langsung duduk di kursi penumpang.

Pikirannya terasa kacau. Gelisah sepanjang waktu, membayangkan apa yang akan terjadi dengan dirinya setelah ini. Indah kah? Atau justru petaka kah?

***

Dr. Aina justru sibuk memilih EO hingga lokasi untuk pernikahan. Keluarganya tak ingin secara sederhana, karena dia adalah salah satu kesayangan dari bani mereka. Abdullah Umair ingin pesta mewah, meski Aina menolak. Namun, untuk mengundang seluruh keluarga mereka saja dibutuhkan gedung yang tak sederhana.

"Apa? Kenapa harus mewah? Saya tidak mungkin mengundang keluarga saya yang lain, Dok," ujar Hisyam terkejut saat sedang pindahan ke rumah baru, Aina mengajaknya melihat gedung pernikahan dan memilih pakaian pengantin. Dia menceritakan kalau keluarganya ingin bertemu keluarga Hisyam juga. Sementara awalnya hanya akan nikah siri.

"Duh, gimana, dong. Keluargaku maksa, Syam. Aku juga nggak ngira kalau akhirnya gini." Dr. Aina menoleh pada Hani yang tengah berpikir keras. "Apa batalin aja? Tapi kalian balik lagi ke rumah lama, ya."

DUA HATI (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang