Cinta itu Pedih

4K 460 29
                                    

Aina keluar dari mobil dan berlari ke dalam bandara. Kali ini, Hisyam tak membiarkannya sendirian. Dia cemas jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan nantinya. Mereka terus mencari dan berlari ke sana kemari, tetapi Nathan tak ditemukan juga.

Dalam keadaan panik, Aina menghubungi rumah sakit tempat Nathan sebelumnya bekerja dan menanyakan kemungkinan pindah ke mana dr. Nathan.

"Dia dipindahkan ke Banjarmasin," jawab petugas itu setelah didesak Aina.

Wanita itu kini berlari ke area keberangkatan. Mencari tujuan ke Banjaramasin. Namun, saat tengah mengedarkan pandangannya ke setiap papan keberangkatan, terdengar pengumuman bahwa pesawat ke kota tersebut telah lepas landas.

Aina berhenti berlari, mematung dan menatap kosong. Sementara Hisyam mendekat dan menyentuh pundaknya. Ia berbalik, langsung memeluk Hisyam dan menangis di dadanya. Terisak, bahkan meremas kemeja Hisyam dan sedikit memukulnya.

"Kenapa ini? Kenapa kami begitu sulit untuk bertemu?" isaknya penuh rasa kecewa.

Hisyam tak menjawab, dia hanya mencoba menenangkan Aina. Wanita itu menangis di dada Hisyam, menumpahkan segala duka laranya.

"Kenapa mencintai itu sesakit ini?" keluhnya lagi. Namun, tetaps Hisyam tak memberikan jawaban.

"Kita ke mobil dulu, yuk," ajak Hisyam lembut dan pelan. Menyentuh pundak Aina dan mengajaknya berjalan. Namun, Aina masih terisak dan enggan beranjak, membuat Hisyam menyentuh kedua pundaknya dan menatap kepalanya.

"Aina," bisiknya agar istrinya itu berhenti menangis.

Aina mengangkat wajah, menatap Hisyam dan malah semakin terisak. Akhirnya, Hisyam membalas pelukan Aina meski sungkan. Membiarkannya menangis sepuasnya. Dengan isakan yang tak pelan, tapi terdengar siapa saja yang melewati keduanya.

"Menangislah, jika itu membuatmu lega," bisik Hisyam tetap sabar. Mengikis malu dan terpaksa tersenyum pada orang-orang yang memperhatikan mereka.

Isakan Aina mulai melambat, ia pun memberi jarak. Menyeka sudut mata berulang-ulang. Hingga akhirnya menatap wajah Hisyam yang tetap setia melindunginya dari pandangan banyak orang.

"Aku mau ke toilet dulu," katanya masih dengan sedikit isakan.

Aina berlalu dan masuk ke toilet perempuan. Sementara Hisyam berjalan dan menunggu di luar.

"Kenapa, Pak?" tanya seorang perempuan penasaran.

"Oh, gak apa, Kak. Istri saya hanya sedih karena ... ketinggalan pesawat padahal buru-buru," jawab Hisyam.

"Owh, kirain kenapa," gumam orang-orang. Hisyam hanya menunduk sungkan, takut mereka terganggu dengan pemandangan Aina yang sempat menangis di tempat umum.

"Sudah lama nikah?" tanya seorang pria yang tak jauh dari tempat Hisyam berdiri.

"Baru, kebetulan kami sedang bulan madu ke kota ini," jawab Hisyam tersenyum.

"Oh, manis sekali. Semoga langgeng, ya," katanya sambil berlalu. "Salam buat Aina."

Hisyam hanya mengangguk dan berterima kasih. Menyandar di dinding dan memejamkan mata. Namun, seketika ia membuka mata saat mengingat kalimat akhir dari pria tadi.

'Salam untuk Aina.'

"Astaghfirullah," gumamnya dengan panik. Matanya ia edarkan mencari pria putih dan tinggi tadi. Berjalan dan mengamati setiap orang yang berpakaian mirip serperti pria itu.

Aina yang keluar dari kamar mandi heran melihat Hisyam tengah bertanya pada petugas bandara. Ia mendekat dan menatap dua pria yang tengah berdialog itu.

DUA HATI (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang