Sore itu setelah latian, kulihat Kapa terlihat gelisah di pinggir kolam-kolam besar. Sedari tadi hanya berjalan mengelilingi kolam tanpa tujuan. Memandang mukanya sendiri melalui pantulan air. Berbicara dengan daun-daun kering yang mengapung, berharap ada balasan. Tidak seperti biasanya dia seperti itu. Kemana Lota ?
"Kapa!" teriakku dari kejauhan, kemudian ia berbalik tak lagi bicara dengan daun-daun kering.
"Kemana Lota, aku tak melihatnya akhir-akhir ini ?" tanyaku.
"Hmm, dia sepertinya sedang menemui seseorang." jawab Kapa cemas sambil mengigit bibirnya.
"Kau tau kan kita tidak boleh menemui seseorang, rahasia tim kita akan terbongkar kalau orang-orang sampai tahu kita masih hidup, kenapa kau biarkan dia pergi !" bentaku lantang.
"Alfa, aku tak tahu dia pergi begitu saja, dia hanya bilang 'akan menggenapi semuanya', aku hanya berpikir mungkin dia menemui seseorang untuk menunaikan tugasnya, hutang misalnya" jawab Kapa ketakutan, sudah kuhitung ini kali ketiga dia menggit bibirnya sampai merah.
Jelas sekali hutang bukan permisalan yang masuk akal disaat seperti ini. Aku harus menemukan Lota sebelum dia bertemu siapapun. Bisa hancur misiku bahkan sebelum misi itu dilaksanakan. Semua percuma jika terus mengintrogasi orang yang hanya menatap wajahnya dari pantulan air kolam, Kapa terlalu lugu dan mudah dibohongi.
"Selain itu, apa yang diucapkannya sebelum pergi ?" tambahku semakin memojokan Kapa hingga ia harus berdiri berjinjit di pinggir kolam.
"Hmm, kau tau setelah malam itu kami berlatih di sini, dia terus membicarakan seseorang. Seseorang yang selalu membayanginya, yang selalu muncul dalam setiap mimpinya, yang mengingatkan dia dengan keluarganya." kata Kapa yang aku yakin satu pertanyaan saja dariku bisa membuatnya terjatuh ke dalam kolam. Kapa begitu khawatir dan sedih, namun bodohnya kenapa dia biarkan itu semua terjadi.
Kemudian kutinggalkan Kapa yang kembali bermonolog dengan daun-daun kering. Informasinya, sudah cukup memberiku gambaran kemana Lota pergi. Aku tahu kemana ia akan pergi, kemana ia akan menggenapi semuanya.
*****
Malam itu bulan bersinar remang-remang, nampak sekali bulan sedang bersedih. Mendung mengiring dari balik bukit-bukit siap menjatuhkan hujan. Petir sesekali menyapa dengan gagahnya membelah malam. Kombinasi yang lengkap untuk membingkai malam yang kelam.
"Kita harus menghabisi semuanya, jangan biarkan satu pun hidup!" kata laki-laki bertopeng seram.
"Semuanya, tuan ? Bagaimana dengan wanita dan anak-anak ?" tanya salah seorang anak buahnya tak berani menatap si tuan topeng seram.
"Kau tak lihat, bagaimana mereka menghabisi keluargaku ? Bahkan istriku yang sedang hamil pun mereka bunuh, aku tak dibiarkan mendengar tangis anakku, satu-satunya yang terdengar saat itu adalah tangisku sendiri." sentak si tuan topeng seram.
"Baik, tuan, akan kami laksanakan perintah tuan, kami akan menghabisi semuanya, malam ini juga." si anak buah kemudian pergi.
*****
Bulan masih terlihat bersedih, mendunglah yang setia mengusap-usap pipinya, menghiburnya dengan tarian-tarian awan. Bulan sedikit terhibur, namun ia tak tahu mendung juga yang menggelapkan malam-malamnya, yang mengundang petir untuk meneriakinya. Mendung tersenyum licik.
Rupanya si anak buah tuan topeng seram menyamar masuk dalam sebuah kelompok. Terlebih dahulu rambutnya dicat merah menyala. Ia membaur dengan semua orang yang terlihat memiliki warna rambut yang sama, merah.
Mereka sedang melaksanakan upacara mananari, upacara yang dilakukan untuk menandai akhir masa remaja dan diperbolehkannya menggunakan senjata. Semua berkumpul dalam dinginnya malam, melambai-lambaikan tangan ke udara dan bersuka cita atas upacara besar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECRET TROOPS
Fantasy"Ketika yang hidup sudah tidak mampu lagi membuat perdamaian, saatnya yang mati untuk bertindak." Aku dan anggota tim ku yang kunamai the secret troops mencoba sekuat tenaga melawan kediktatoran Raja Eliodas, penguasa Kerajaan Arma. Iya aku dan angg...