18. AMOKSHA

27 7 0
                                    

Sebelum pecah perang di Deserda, bahkan sebelum Eliodas dan pasukannya berada di mulut gerbang utama Deserda. Aron merasa kalah langkah dengan Eliodas, mereka tidak main-main kali ini. Peluang menang sangat tipis, walaupun begitu pasti ada cara lain untuk mengalahkan Eliodas, meski bukan berarti mengalahkan dalam perang.

Aron dikenal sangat bijaksana dan penuh perhitungan ketika membuat keputusan. Masa mudanya ia habiskan untuk mempelajari berlembar-lembar buku bergambar seorang raja menunggangi kuda hitam dengan dua kaki menyepak udara 'Raja dan Perangnya'. Dia juga ahli menggunakan pedang, pedang di Deserda tidak seperti pedang di tempat lain. Pedangnya berbilah bengkok kebelakang seperti bentuk bulat sabit. Dalam beberapa pertarungan untuk melatih ketangkasan berpedang, belum pernah sekalipun ia kalah meski usianya masih belia.

Ayahnya, Raja Ageloft, tidak salah memilih putra mahkota. Dia menilai Aron lebih cakap dalam segala hal berbeda dengan kakak kandungnya, Avernon. Avernon lebih sering berada di kamarnya, atau paling jauh ke aula utama tak pernah lebih jauh dari itu. Ia layaknya anak raja yang manja, tukang suruh dan temperamental. Para dayang dan pembantu dibuat kewalahan dengan sifat Avernon yang manja.

Ketika Raja Ageloft wafat, ia sudah menuliskan wasiat bahwa Deserda selanjutnya akan dipimpin oleh Aron, putra keduannya. Sehari setelah pemakaman, Aron diangkat menjadi raja ketika usianya masih muda. Kakaknya, Avernon meminta sepotong kecil wilayah Deserda untuk ia tinggali dengan istrinya. Avernon merasa setelah sepeninggal ayahnya, akan banyak yang tak suka dengannya kemudian ia memutuskan untuk meninggalkan istana dan adiknya. Dua hari setelah pengangkatan Aron sebagai raja, Avernon pamit dengan membawa selusin dayang dan pembantu kepercayaannya untuk pindah ke wilayah barunya. Nampak raut muka cemas para dayang seakan penderitaan baru akan dimulai. Aron tidak bisa menolak permintaan kakaknya, ia memberikan daerah kecil di selatan Deserda dan memberikan kekuasaan penuh Avernon untuk mengelolanya.

Pada akhirnya, Aron bertemu dengan Inoya, yang sekarang menjadi penasehat kerajaan. Inoya sebenarnya sudah lama tinggal di dalam istana bahkan saat masih dipimpin oleh Raja Ageloft. Inoya pada awalnya hanya seorang anggota penjaga ruang suci.

Aron dan Inoya berhasil membawa Deserda pada puncak kejayaan. Deserda bahkan tak perlu memungut pajak dari penduduknya karena istana dapat menyediakan semuanya, emas menjadi sumber kekayaan Deserda.

Tibalah hari dimana Inoya memberikan perkamen tua yang selama ini ia simpan di ruang suci. Perkamen itu berisi lokasi harta kekayaan Deserda disimpan, simbol-simbol aneh, kalimat-kalimat pemujaan, ramalan dan informasi penting yang tidak boleh sembarangan dibaca.

"Kenapa baru kauberikan ini sekarang ? " kata Aron sembari membuka ikatan pada perkamen itu, Inoya beringsut menjauhi Aron tak berani menatap matanya, "Tuan, sudah menjadi kewajiban kami sebagai penjaga ruang suci untuk merahasiakan ini, jika perkamen ini jatuh ke tangan yang salah akan sangat berbahaya. Menurut kami, pada masa awal pemerintahan Tuan, Deserda masih belum stabil seluruhnya. Raja Ageloft memiliki pengaruh besar bagi rakyat dan pengikutnya yang setia, namun akan selalu ada pembelot yang mencari celah saat pergantian kekuasaan ditambah usia Tuan masih sangat muda." Inoya mengatur nafasnya agar tak salah bicara dan bahwa yang ia lakukan sudah benar.

Dibukanya satu per satu perkamen rapuh itu dengan sangat hati-hati. Matanya bergerak ke kanan dan kekiri membaca setiap isi perkamen itu. Penjelasan Inoya belum sempat ia balas karena penglihatanya terhenti pada salah satu bab mengenai 'Pembinasaan' salah satu tulisanya berbunyi akhir bukan merupakan akhir, akhir adalah awal disusul kalimat berwarna semerah darah 'Amoksha'.

Aron menatap Inoya yang tak balas menatapnya, pandangan Inoya menunduk sedari tadi, mungkin ia tahu akan banyak pertanyaan. "Inoya, bisa kau jelaskan padaku, apa yang dimaksud amoksha ?" pertanyaan pertama muncul dari mulut Aron. Inoya sedikit mendongak tapi tetap tak berani menatap mata Aron. "Amoksha adalah ritual terlarang untuk menenggelamkan istana Deserda, Tuan," Aron mendekatkan tubuhnya ke arah Inoya tampak antusias, "Tenggelam maksudmu dengan air ? Istana Deserda akan dilahap air bah atau semacamnya, begitu kah ?" pertanyaan kedua dan ketiga disampaikan berurutan pada Inoya. "Tidak, maksud saya tenggelam hilang terhisap ke dalam tanah. Deserda akan hilang jika ritual ini dilaksanakan. Namun harus dengan berkorban nyawa."

Pikiran Aron sempat terhenti ketika membahas Amoksha yang akibatnya akan menghilangkan seluruh Istana Deserda itu artinya semua orang di dalamnya juga akan hilang atau mati. Tapi jika istana bisa dikosongkan sesaat sebelum ritual itu dilakukan tidak akan ada korban, pikirannya kembali berjalan. "Kau tadi menyebutkan, amoksha hanya akan terjadi dengan berkorban nyawa ?" tanya Aron, "Benar sekali, Tuan, Amoksha membutuhkan tetes darah terakhir dari seorang raja sebagai bentuk pengorbanannya. Tetapi amoksha juga dapat memunculkan kembali semua yang ia telan sesuai perjanjian."

Mendengarkan penjelasan Inoya, Aron mulai mengerti ritual ini sebenarnya menyediakan kemampuan untuk melindungi Deserda. Bukan untuk menghilangkan, lebih tepatnya menyembunyikan sementara istana Deserda agar tak bisa dikuasai dan bangkit kembali dengan raja baru. Langkah ini bisa dilakukan ketika Deserda benar-benar tidak mampu bertahan. Kini ia paham arti akhir bukan merupakan akhir, akhir adalah awal,

*****

Dengan terengah Inoya membopong Aron yang terluka parah ke ruangan suci ditemani beberapa prajurit yang masih selamat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan terengah Inoya membopong Aron yang terluka parah ke ruangan suci ditemani beberapa prajurit yang masih selamat. Ia meletakan Aron di atas sebuah altar dengan simbol spiral. Aron terluka tepat di dadanya akibat terkena tombak Lexonor. Matanya sudah setengah tertutup, lemas dan tak bisa diajak bicara.

Inoya hanya punya waktu sedikit untuk menyelesaikan ritualnya. Dengan cepat Inoya mengambil sebuah perkamen tua pada kotak kaca. Kemudian ia mengoleskan sedikit darah Aron di jari-jarinya. Huruf-huruf ramping digoreskan dengan jarinya di perkamen tua dengan tinta darah. Aron semakin tersengal, nafasnya berat matanya sudah seperempat tertutup. Langkah terakhir, Inoya menggambarkan simbol berbentuk lilitan tanpa terputus. Saat dimana ia mengangkat jarinya yang berlumuran darah menandai akhir ritual itu, ketika itu pula Aron menghembuskan nafas terakhirnya, kini matanya benar-benar tertutup untuk selamanya.

Ruangan suci itu bergetar hebat dan seakan bergerak turun ke dalam tanah, Inoya tahu ritual ini berhasil dibangkitkan. Air mata yang sedari tadi ia tahan agar tidak bercampur dengan darah kini ia tumpahkan semua. Mukanya tercoreng moreng darah ketika tangannya mencoba menyeka air matanya.

Inoya bersama sisa prajurit yang selamat berada di ruang suci ikut tersedot ke dalam tanah. Ruang suci itu dirancang untuk tetap bertahan meskipun ikut tersedot ke dalam tanah. Disana juga tersedia cukup bahan makanan untuk bertahan hidup selagi menunggu istana itu muncul kembali sesuai dengan perjanjian yang ia tulis.

Semua rencana itu disiapkan Aron sudah cukup lama setelah Inoya datang membawa perkamen kepadanya dan mengenal 'Amoksha'. Ia membangun kembali ruang suci yang lebih besar dan memperkuat pondasinya. Menyediakan tempat khusus di dalam ruang suci sebagai lumbung makanan. Walaupun ia tak pernah berharap sekalipun dalam hidupnya untuk melakukan ritual terlarang itu.

Akhir bukan merupakan akhir, akhir adalah awal

THE SECRET TROOPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang