10. A CUP OF TEA

48 7 5
                                    

Aku telah mendengar kepopuleran buku ini, codex of equinox. Hanya mendengar saja tak pernah menyentuh karena bukan konsumsi umum. Senang bukan main ketika buku itu ada dalam genggamanku sekarang. Codex of equinox berisi rancangan desain, standar-standar dan alat-alat yang berhubungan dengan geometri dan perhitungan siklus matahari. Tapi ada yang aneh, dilembar awal yang seharusnya tercantum nama penulis dan halaman persembahan tidak ada. Terlihat jelas bahwa halaman itu disobek sesukanya. Direnggut bagian paling penting itu dari intinya. Isi buku itu memang penting namun nama penulis dan halaman persembahan lebih penting. Kau bisa bayangkan keajaiban-keajaiban yang dituliskan dalam buku ini. Bayangkan lagi secerdas apa orang yang menulisnya. Sungguh orang yang tidak bermartabat yang merobek halaman itu sehingga kita tidak tahu siapa yang menuliskannya. Aku kesal.

Mataku terbelalak melihat daftar isi buku itu, tercantum sebuah judul 'Yubari diamond'. Kukerjapkan sekali lagi mataku agar semakin jelas. Tulisan itu tetap sama. "Ah, semua akan terang mulai dari sini, kegelapan arah misiku akan segera terang benderang," ucapku. Kemudian disusul pemikiran liarku bahwa memang Yubari diamond ini dibuat di Hruba, buku tentangnya saja ada di perpustakaan kami.

Tanpa berpanjanglebar kubuka halaman yang menerangkan seluk beluk Yubari diamond. Mulai dari pembuatannya, tata cara penggunaan hingga hal yang harus dihindari. Kubaca berkali-kali pada bab tata cara penggunaan.

Pesan di dalam Yubari dapat dienkripsi dengan sebuah alat yang dinamakan aleometer. Aleometer mirip sebuah pemintal benang. Aleometer digambarkan memiliki sebuah roda besar, di atasnya ada cermin kecil untuk memantulkan cahaya matahari serta sebuah kawat membulat untuk menempatkan Yubari. Aleometer digerakan secara manual searah jarum jam. Alat ini hanya bisa digunakan ketika matahari tepat digaris khatulistiwa. Sinar matahari yang dipantulkan melalui cermin diproyeksikan ke Yubari dalam keadaan berputar. Saat itulah, pesan yang di dalamnya akan terbaca. Kubaca lagi tulisan yang digarisbawahi 'putar searah jarum jam' lalu disusul kalimat 'jika salah memutar, pesan di dalam Yubari akan terhapus'. Kutambahi lagi garisbawah itu hingga menjadi tebal agar aku tak lupa.

Alat ini tidak terlalu susah untuk dibuat. Aku hanya memerlukan roda pedati bekas, cermin yang kupinjam dari Eta serta kawat dari Kapa. Selesai. Sangat mudah bagiku untuk mencipta sesuatu, kau masih ingat aku mempunyai banyak paten berkat alat yang kuciptakan.

Tak perlu waktu lama bagiku untuk membuat aleometer ala kadarnya. Toh, tujuan dari alat itu bisa tercapai, masalahnya adalah mencari waktu yang tepat saat matahari berada pada titik khatulistiwa. Ini berarti harus mengulur lagi.

*****

"Alfa, aku sudah beberapa hari ini melihatmu dengan alat itu, apakah sudah bekerja pada Yubarimu ?" tanya Eta yang baru saja masuk setelah berlatih bersama Rho.

"Sebentar lagi, aku membutuhkan cerminmu dan beberapa kawat dari Kapa. Jadilah aleometer ini," tandasku sambil melirik Eta, mencari tahu apakah tanganya menggandeng Rho atau tidak.

"Kalau begitu sebentar lagi kita akan segera menjalankan misi besar ini, aku sudah siap, Alfa. Kami berlatih terus selama kau mengerjakan alat itu. Aku dan Rho, Lota dan Kapa," jelas Eta.

"Iya aku tahu, kita tinggal menunggu waktu sampai matahari tepat di khatulistiwa maka pesan rahasia di dalam Yubari akan terbaca."

"Itu berarti dua hari lagi, Alfa. Berdasarkan tabel perhitungan dibuku botaniku, Pohon Paratus akan meranggas dua hari lagi. Tanda dimulainya pohon itu meranggas menandakan matahari berada pada garis khatulistiwa."

"Bagus! Akan kuselesaikan alat ini esok hari !" semangatku membara sepanas siang ini, tinggal menyatukan bagian-bagian kecil saja dan alat itu sudah dapat digunakan.

"Eta, maukah kau buatkan aku secangkir teh daun beri lagi, seperti malam itu seusai kita latihan ?" pinta Rho, wajahnya masih berkilat-kilat dengan keringat mengucur.

"Tentu saja, akan kubuatkan spesial untukmu, kali ini dengan sedikit madu."

Mendengar pemintaan Rho kepada Eta membuatku merasa jijik. Sejak kapan seorang laki-laki botak berkulit coklat padam bisa begitu terdengar sangat manis.

Kemudian Eta beranjak meninggalkan ruang tamu menuju dapur. Rho menyusul dibelakangnya. Sedang aku masih berkutat dengan aleometer.

Di dapur.

"Eta, aku sebenarnya ingin sekali mengetahui latarbelakang kehidupanmu," namun kata-kata itu tak pernah terucap Rho, hanya ia simpan dalam hatinya.

Rho memerhatikan setiap tingkah laku Eta kala membuat teh daun beri. Setiap kali tangan Eta menyendok gula, menuang madu, menabur teh dan mengaduknya seakan menjadi momen menyenangkan hatinya. Ketika air panas dituang ke dalam cangkir, seketika itulah hatinya membara. Ketika Eta mengaduk kedua kalinya, hatinya ikut teraduk hanyut dalam perasaan.

Eta mengerti sedari tadi ia diperhatikan. Sesekali ia membalas tatapan Rho dibumbui senyum manis. Kini tanpa gula pun Rho akan menganggap teh itu paling manis dari semua teh di dunia.

Ketika selesai mengaduk teh daun beri, dengan dua tangan putihnya Eta mempersembahkan teh buatannya. Alih-alih menerima kemudian meneguknya, Rho malah meletakkan kembali cangkir teh itu. Ia menggenggam tangan Eta meletakkan dibahunya yang bidang, mengangkatnya dengan tangan-tangan berototnya lalu mendudukkannya di atas meja. Kini mereka sejajar. Mata beradu pandang, tangan bergandeng mesra, hidung saling bercengkrama kemudian bibir mencumbui satu yang lainnya. Tanpa berkata-kata. Mereka seluruhnya, meluruh dalam suasana. Dapur menjadi singgasana tempat meluapkan perasaannya. Tungku-tungku menjadi saksi perayaan momen bahagia itu.

"Prakk!" cangkir teh daun beri pecah tersenggol tangan Rho tak sengaja, ketika mereka hanyut dalam suasana.

"Eta, kau baik-baik saja di sana ?" teriak Alfa dari ruang tamu.

"Iya aku  baik-baik saja, aku tak sengaja menjatuhkan cangkir," jawab Eta masih terbata-bata, jelas sekali bibirnya masih basah. Rho diam saja masih mengagumi apa yang mereka baru saja lakukan.

"Alfa tidak akan tahu hal ini kan ?" kata Eta berbisik di telinga Rho.

"Tidak, tenang saja," jawab Rho ikut berbisik, kemudian Rho memberikan kecupan terakhirnya.

Hari itu begitu indah, terangnya sinar matahari yang masuk lewat celah-celah jendela dapur menjadi lamput sorot dua anak manusia memadu cinta. Apa itu bisa dikatakan cinta ?

THE SECRET TROOPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang