23. A THIEF

27 3 1
                                    

Kini, jendela sudah terbuka tanpa teralis, Kapa meloncat masuk, membenamkan kaitnya pada bingkai jendela. Lota yang sedari tadi mengawasi tangan-tangan Kapa saat membuka teralis kini menjadi menatapnya. Kapa tersenyum polos, "Anda pasti Tuan Percifas ?" hati Lota mencelos, tatapannya tak terbalas.

Tiba-tiba pintu ruangan diketuk keras-keras. "Tuan, Saya Borgola, ingin mengantarkan makanan untuk Anda," suara berat terdengar di balik pintu. Sontak, kami kebingungan, kemana harus bersembunyi terlebih teralis jendela sudah terlepas, kami pasti tertangkap kali ini.

Percifas menunjuk-nunjuk meja di dekatnya, isyarat bagi kami untuk bersembunyi di bawah meja yang dilapisi kain beludru keunguan. Kami semua menyelinap masuk di bawah meja, Percifas dengan sigap memasang kembali teralis tanpa baut dan menutupinya dengan gorden.

Tak terlihat apapun di bawah meja, yang terlihat hanya ujung kaki Percifas yang bergerak mendekati pintu.

"Masuklah, Borgola!", kata Percifas, kemudian terlihat ujung kaki seseorang melangkah masuk.

"Aku datang sesuai perintah Tuan Eliodas, mengantarkan makanan ini, Tuan," kata Borgola, ujung kaki gempalnya kini berada di sisi meja dekat sekali dengan kami disusul bunyi gemeretak di atas meja.

"Kau, yakin tak ada yang tahu, termasuk Fazula ?" tanya Percifas.

"Saya yakin, Tuan, Ratu Fazula terakhir saya lihat masih berada di kamarnya," jawab Borgola, kakinya bergeser-geser hampir menyentuh hidung Kapa, bunyi gemeretak terhenti, sepertinya piring-piring makanan sudah selesai di letakkan di atas meja.

"Baiklah, jika urusanmu sudah selesai, keluarlah," kata Percifas.

"Baik, Tuan, sesuai perintah Tuan Eliodas, esok akan ada perayaan penyambutannya dari Deserda, aku hanya menyampaikan pesan saja, Tuan," jawab Borgola, terlihat lagi ujung kaki gempalnya menjauhi meja menuju pintu. Suara pintu tertutup kembali.

Kami satu per satu keluar dari bawah meja, sembari merasakan udara yang seakan terhenti sewaktu kami berada di bawah meja."Siapa Borgola tadi ? Apakah ruangan ini juga bisa dimasuki oleh selain Eliodas ?" tanyaku pada Percifas.

"Borgola adalah satu-satunya pengawal pribadi Eliodas di istana ini yang mengetahui cara keluar-masuk ruangan ini. Eliodas sudah menyumpahnya untuk tetap menjaga rahasia tentang ruangan ini, tentang aku juga, hanya Eliodas dan Borgola yang bisa masuk kesini," jawab Percifas.

"Bukankah jika Anda mau, Anda bisa menanyakan cara keluar dari ruangan ini, Tuan Percifas?"

"Seperti yang kubilang, Borgola telah disumpah untuk merahasiakan semuanya, termasuk kepadaku, sekeras apapun aku menanyainya, ia pasti lebih baik mati daripada melanggar sumpahnya."

Eta, Rho, Lota dan Kapa sepertinya tak menyimak obrolanku dengan Percifas. Mata mereka fokus memandangi makanan yang berada di atas meja, wangi makanan itu memenuhi seisi ruangan.

"Sepertinya enak !" celetuk Kapa sambil berkali-kali mengusap hidungnya.

"Makanlah jika kalian mau, hidangan itu hanya disiapkan saat acara tertentu," Percifas mempersilahkan kami untuk mencicipi hidangan istimewa Arma. Mereka serempak melihatku seakan meminta persetujuan. "Hanya lima menit, tidak lebih, kita bertarung dengan waktu sekarang!" kataku akhirnya mengiyakan.

Mereka berhambur ke meja makan, Percifas berkata ada dua makanan utama, Pastazanum dan Bonafee. Pastazanum terlihat seperti sulur-sulur mie berkuah kental berwarna kuning yang dicetak berbentuk hati dan Bonafee, kue pisang yang diberi campuran gula dan sedikit kopi.

*****

Setelah bunyi dengung dan bunyi perabotan saling beradu di meja makan, kami melanjutkan misi ini. Kapa beranjak dari kursi dan seolah-olah sebagai pemimpin yang sedang memberikan arahan.

"Baik, teman-teman, aku sudah memasang tali-taliku di menara dekat tempat mengikat kuda. Kita hanya harus meluncur melalui tali kemudian menunggu saat pergantian jaga prajurit dan kita bisa keluar. Para prajurit tidak bisa melihat kita karena malam hari dan kita berada jauh dari jangkauan pandangan mereka. Tetapi tali ini hanya dapat membawa dua orang saja, kita harus bergantian."

"Jadi siapakah yang pertama dan terakhir, Kapa?" sahut Lota yang kursinya paling jauh dengannya.

"Bagus sekali pertanyaanmu, aku putuskan demi keamanan, Rho kau pertama, Tuan Percifas, Lota, Eta, Alfa dan terakhir aku sendiri," jawab Kapa dengan gagah, aku memang tak mengerti tali menali jadi aku percayakan kepada Kapa, " Setuju, segera kita lakukan," lontarku.

*****
Rho, Percifas, Lota dan Eta sudah berhasil meluncur ke menara, hanya tinggal aku dan Kapa. Sedari tadi Kapa sibuk merapikan kantong bawaannya yang terlihat cukup berat sedangkan aku sudah di ujung jendela.

 Sedari tadi Kapa sibuk merapikan kantong bawaannya yang terlihat cukup berat sedangkan aku sudah di ujung jendela

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kapa, kau masih seperti dulu, kau tau kan ini terlalu beresiko jika kita salah langkah. Jika kau saja tak menuruti perintahku, aku sendiri tak yakin misi ini akan berhasil," sindirku, kulihat dia menekan paksa hiasan berbentuk kepala ayam dan mengikat kuat kantongnya yang terlalu penuh.

"Selagi disini, Alfa, aku tak bisa mengelak dari barang-barang ini, toh ini kan bisa dijual untuk keperluan kita selanjutnya," akhirnya Kapa mau membahas masalah ini.

"Kau sama seperti mencuri kalau seperti itu, dari mana barang-barang itu kau dapatkan kalau tidak dengan mencuri ?" sahutku.

"Hmm, mencuri untuk kebaikan, Alfa, apakah tidak bisa dimaafkan ? Kita masih butuh guldent lebih banyak untuk misi selanjutnya kan," jawaban Kapa tidak bisa kusalahkan namun tidak terdengar benar. Aku sengaja menghela nafas keras-keras, agar terdengar bahwa aku tidak setuju dengan keputusannya.

Kami mulai meluncur, aku merasakan sesuatu yang aneh, talinya semakin mengendur. "Kapa, talinya mengendur, apakah ini benar," tanyaku. Mukanya berubah panik, ketika hanya tinggal beberapa meter dari menara talinya semakin mengendur ke bawah. Jika dibiarkan terus kami berdua bisa terlihat oleh prajurit penjaga.

"Sepertinya kita terlalu berat, Kapa, gara-gara makanan tadi dan sekantong penuh barang bawaanmu, talinya tak cukup kuat untuk kita berdua. Cepat lakukan sesuatu sebelum kita tertangkap!" suaraku ikut berubah panik dengan muka Kapa yang terlihat kacau. Kapa terlihat sangat payah dengan barang bawaannya yang berat.

Masih tak menggubris omonganku, Kapa mengikat tali yang lain padaku dan melontarkan tali berkait itu ke menara dimana yang lain sudah menunggu.

Suara tali putus terdengar, tangan kanan Kapa segera mendorongku ke arah menara sedang tangan kirinya meraih sisa tali yang terputus. Aku berayun dan menghantam menara. Bunyi berdebam keras, membuat Rho sadar dan segera menjulurkan tangannya untuk membantuku naik ke atas menara. Aku tak melihat Kapa, terakhir kulihat tangan kirinya masih bergelantungan dengan sisa tali yang putus.

"Dimana Kapa !" seru Lota cemas, yang sudah terang-terangan berteriak di atas menara. Aku hanya menggelengkan kepala, mulutku masih belum bisa berkata-kata, seketika hatiku terasa dingin, sedingin kehilangan Zeta.

Suara berdebam kembali terdengar disertai bunyi kelontang dari bawah menara, kemudian obor-obor prajurit penjaga mengelilingi sosok yang terkapar dengan sekantong barang yang terserak di tanah. Pipi Lota basah, matanya berair dan sekarang hanya tertunduk lesu, kami masih di atas menara. Misi belum selesai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE SECRET TROOPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang